Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ada Aroma Kapitalisasi dalam Proyek Energi Baru Terbarukan?

Jumat, 27 Juni 2025 | 17:23 WIB Last Updated 2025-06-27T10:23:05Z

Tintasiyasi.id.com -- Semburan lumpur panas di desa Roboran, kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara kini tengah jadi perbincangan nasional. Pasalnya, semburan panas yang muncul dari beberapa titik hingga kini belum diketahui pasti penyebabnya. 

Walaupun beberapa pendapat dari warga setempat menyatakan, bahwa titik-titik semburan lumpur berasal dari pertinggal kerja pengeboran dari PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power). 

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) segera melakukan upaya darurat untuk menyelamatkan warga yang terkena dampak semburan lumpur panas.

Upaya darurat itu perlu karena semburan yang meluas. Ternyata tidak hanya lumpur panas, semburan gas beracun (H2S) juga diduga merusak udara sekitar. 

Pernyataan Jatam berbeda dari keterangan BNPB pada 30 April lalu yang menyatakan bahwa semburan lumpur panas itu tidak mengandung gas beracun (H2S) atau hidrogen sulfida. Semburan lumpur bisa disertai bau gas menyengat seperti yang pernah terjadi 24 April 2022. Saat itu disebutkan, sebanyak 21 warga terpapar dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Mundur lebih jauh, Jatam memaparkan berdasarkan keterangan warga setempat bahwa proses munculnya semburan lumpur panas diawali oleh rekahan-rekahan kecil di permukaan tanah yang mengeluarkan asap pada 2021, atau empat tahun setelah pengeboran panas bumi dilakukan oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di tahun 2017 silam. 

Meski warga telah berulang kali melaporkan kemunculan rekahan tersebut kepada perusahaan, laporan-laporan itu tampak diabaikan (Tempo.co, 03/05/2025).

Tentu saja semburan yang kian meluas membuat warga yang bermukim dekat dengan lokasi tersebut semakin resah dan khawatir. Mereka juga mengaku bahwa lahan pertanian hingga tanaman yang terdampak lumpur telah mati dan tidak bisa difungsikan lagi. Padahal lahan dan tanaman sekitar titik-titik semburan adalah pertahanan hidup alias mata pencaharian utama warga desa Roburan dan sekitarnya. 

Pemerintah terkesan tidak sigap dalam menanggapi keluhan dan keresahan warga. Terbukti hingga kini, meskipun pihak Pemda Mandailing Natal dan Kementerian terkait telah meninjau langsung lokasi, tetapi belum membuahkan hasil. 

Warga mengatakan, petugas yang datang baru sekedar mengambil sampel lumpur untuk kemudian dipelajari. Bukankah ini membuktikan jenis lumpur lebih prioritas dibandingkan keselamatan warga setempat? Bukankah ada yang mengatakan asap atau uap lumpur juga ternyata mengandung gas beracun (H2S)? 

Tidak ada yang salah dengan pengambilan sampel lumpur. Akan tetapi, seharusnya warga dipririotaskan terlebih dahulu karena mennyangkut dharar (bahaya). Misalnya, segera melakukann evakuasi, sampai semburan dan asal titik-titik lumpur panas bisa dipastikan. Bisa saja Pemerintah daerah meminta kerjasama dengan Pusat untuk memberikan perlindungan maksimal dan memenuhi kebutuhan hidup mereka sementara penanganan semburan berlanjut. 

Bukan malah membiarkan warga menghirup uap atau gas semburan lumpur panas secara terus-menerus, tanpa ada tindakan pertolongan, atau kuratif yang seharusnya menjadi prioritas terhadap warga. Tampak sekali kepedulian pemerintah terhadap masyarakat masih sangat minim dan terkesan tidak punya keberanian. Padahal, tugas penguasa sejatinya adalah pelayan publik yang wajib melindungi dan memfasilitasi masyarakat agar selamat dan aman. 

Selanjutnya, terkait dengan adanya spekulasi yang mengaitkan PT SMGP dengan titik-titik semburan lumpur panas, pemerintah daerah dan pusat seharusnya bersinergi untuk melakukan investigasi dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak PT SMGP, jika memang terbukti bersalah.

Bukan menelan mentah-mentah pernyataan pihak PT yang mengatakan titik-titik semburan adalah fenomena alam. Kerusakan lingkungan juga fenomena alam yang terjadi karena kaidah kausalitas bukan? Jadi, pihak terduga tidak boleh cuci tangan dan melempar tanggungjawab kepada masyarakat yang notabene sudah menjadi korban. 

Oleh karena itu, ketegasan dan transparansi informasi tetap ditunggu oleh masyarakat. Sebab mereka juga ingin mengetahui kebenaran dan bisa meminta pertanggungjawaban. Kerugian demi kerugian telah diderita oleh masyarakat akibat semburan lumpur panas. 

Sepak Terjang PT SMGP dan Aroma Kapitalisasi Energi Baru Terbarukan 

Ternyata bukan hanya gas H2S, dikutip dari berita Betahamu.com (Rabu,30/04/2025), menurut Guru Besar Manajemen Kebencanaan Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Eko Teguh Paripurno, semburan tersebut juga mengandung konsentrasi CO2 yang berbahaya akan bergerak ke tempat rendah.

Dan pemerintah perlu melakukan mitigasi untuk mengantisipasi hal ini. Kemudian, munculnya gas hingga lumpur panas biasanya terjadi di kawasan yang memiliki potensi panas bumi. Beberapa muncul di sekitar pengeboran geotermal. 

Sebelumnya semburan lumpur panas terjadi beberapa hari belakangan di Mandailing Natal di sekitar lokasi pengeboran PT SMGP, di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan. Desa ini berjarak kurang dari satu kilometer dari wellpad E milik PT SMGP, korporasi yang menguasai wilayah kerja panas Bumi (WKP) seluas 62.900 hektare atau 629 km², mencakup 138 desa di 10 kecamatan.

Setidaknya sepuluh titik semburan lumpur panas yang seluruhnya berada di kebun garapan milik warga. Berdasarkan perhitungan citra satelit, lokasi semburan berada sekitar 900 meter dari wellpad E dan sekitar 317 meter dari permukiman warga di Desa Roburan Dolok, yang dihuni oleh 1.931 jiwa.

Titik-titik baru semburan lumpur ini rata-rata juga hanya berjarak sekitar 700 meter dari Puskesmas setempat. Sementara itu, jarak dari wellpad E ke permukiman warga hanya sekitar 480 meter.

Proses munculnya semburan lumpur panas diawali oleh rekahan-rekahan kecil di permukaan tanah yang mengeluarkan asap. Gejala ini telah terjadi sejak 2021, atau empat tahun setelah pengeboran dilakukan oleh PT SMGP. 

Siapa pemilik PT SMGP? Tentunya menjadi sebuah pertanyaan bagi yang belum tahu sepak terjang perusahaan ini. PT SMGP adalah perusahaan milik KS ORKA Group yang pemiliknya adalah China dan PT Supraco Indonesia yang merupakan anak perusahaan PT Radiant Nusa Investama yang pemiliknya adalah si misterius Hariyanto.

Dan SMGP merupakan perusahaan yang dipimpin KS Orka yang sudah berpengalaman di Islandia. Demikian disampaikan Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) yang dimuat oleh situs Dunia Energi (05/02/2024). 

SMGP adalah pemegang sah hak mengelola dan mengembangkan sumber daya panas bumi di Wilayah Kerja Panas Bumi Sorik Marapi-Roburan-Sampuraga di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sebelumnya, SMGP telah mencapai COD untuk Unit I pada tahun 2019, Unit II tahun 2021, dan Unit III tahun 2022 dan unit IV tahun 2024.

Namun, meskipun memiliki pengalaman di Islandia, tidak membuat PT SMGP bebas kesalahan. Karena masih menurut Surya Dharma, SMGP di bawah kendali KS Orka telah menampilkan pengalaman buruk dalam pengujian sumur panas bumi di era modern saat keselamatan kerja dan lingkungan menjadi berbagai pihak. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan Sorik Marapi Geothermal Power bersalah dan telah melakukan maloperasional dalam kegiatan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi Unit II.

Menurut Surya Darma, yang pernah aktif sebagai Direktur Operasional PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sejak pendirian PGE pertama kali tahun 2006, pada dasarnya operasional uji produksi adalah hal biasa dilakukan pada sumur panas bumi yang sudah selesai di bor dan perlu di uji untuk mengetahui karakteristik sumur mulai dari sifat fisik, sifat kimia dan terlebih mengetahui kapasitas sumur.

Ironis! PT SMGP sejak awal kinerjanya sudah menunjukkan ketidakprofesionalan dengan maloperasional dan sering melakukan kesalahan-kesalah teknis yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat, tetap saja terus dilanjutkan oleh pemerintah. Bahkan tahun 2024 lalu, COD (commercial operation date) jilid IV telah dinyatakan lolos uji coba. 

Padahal, keteledoran PT SMGP dalam menjalankan SOP sudah menelan banyak korban. Bukan hanya lahan, atau tanaman tetapi juga nyawa manusia seperti yang telah disebutkan sebelumnya. 

Bagi pemerintah, kerugian masyarakat belum cukup menjadi alasan utama untuk menghentikan izin operasional perusahaan. Terbukti dengan penanganan kasus demi kasus yang telah dilakukan oleh SMGP di Kecamatan Sorik Marapi. 

Aroma kapitalisasi amat menyengat dalam proyek energi baru terbarukan yang sangat gencar direalisasikan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Proyek energi baru terbarukan pada awalnya yang dinarasikan untuk mengurangi emisi karbon (zero net emission) dan kerusakan lingkungan, justru menyebabkan banyak kecelakaan yang tidak bertanggungjawab seperti yang dilakukan oleh PT SMGP. 

Pengembangan energi baru terbarukan pada dasarnya tidaklah salah. Karena pengembangan energi atau teknologi adalah bagian dari fitrah manusia yang terus ingin meningkatkan nilai dari suatu materi.

Meskipun ide energi baru terbarukan bukan berasal dari kaum Muslim melainkan dari Barat. Hanya saja, jika proyek energi di bawah pengelolaan kapitalis baik swasta dalam negeri maupun asing, landasannya adalah keuntungan sebelah pihak semata. 

Negeri-negeri Muslim khususnya Indonesia telah banyak terjebak dengan proyek kapitalisasi yang berkedok kerjasama dan investasi serta proyek pengembangan. Para pejabat atau penguasaan negeri ini hanya memikirkan keuntungan bagian yang mereka dapatkan daripada kerugian atau dampak buruk yang dihasilkan sistem kapitalisme. 

Tanggap Bencana dengan Syariat Islam, Selamatkan Manusia, Kehidupan, dan Alam Semesta

Islam bukan hanya agama yang mengatur hubungan vertikal (hablumminallah). Tetapi juga memberikan arahan terhadap hubungan horizontal (hablumminannas), bahkan terhadap diri sendiri (hablumminannafs). Begitulah kesempurnaan Islam dalam mengatur kehidupan manusia demi keselamatan dan keberkahan dunia hingga akhirat. 

Kehidupan di dunia tentu dihiasi dengan interaksi sesama manusia, alam semesta, dan kehidupan. Oleh karena itu, peristiwa yang sifatnya membutuhkan penanganan sigap dan cepat seperti bencana, adalah bagian dari ajaran Islam. Karena hal tersebut menyangkut hajat hidup manusia dan kelestarian alam semesta. 

Seperti halnya semburan lumpur panas yang sedang menimpa desa Roburan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, adalah termasuk kategori bencana yang sudah seharusnya ditangani sigap sebelum terjadi kerusakan yang lebih fatal atau menelan korban jiwa. 

Negara atau penguasa dalam ajaran syariat Islam tidak boleh bersantai ria atau memperlambat proses penanganan bencana. Sebab penguasa adalah Junnah (perisai) yang bertanggungjawab atas keselamatan hidup manusia dan kelestarian lingkungan alam semesta.

Dan itulah tugas manusia sebagai Khalifah di muka bumi, yaitu menjadi pengganti Allah SWT untuk menjaga dan memakmurkan bumi. 

Namun, dalam sistem sekuler kapitalis yang sedang mengatur masyarakat Indonesia kini, tidaklah memiliki aturan yang jelas dan rinci tentang cara memelihara alam semesta dan kehidupan manusia. Justru yang ada, lebih mengedepankan kepentingan sepihak atau kelompok maupun materi.

Seharusnya pemerintah bisa dengan tegas mengultimatum dan menyangsi apabila terbukti menyumbang munculnya rekahan atau spot lumpur panas yang makin meluas. Dan tidak boleh bekerjasama untuk saling menutupi kebenaran hanya karena perusahaan tersebut milik pengusaha besar (kapitalis).

Baik pemerintah daerah dan pusat seharusnya juga punya power dan wewenang untuk mencabut izin operasional PT tersebut. Jangan pemerintah bisanya cuma mencabut izin ormas-ormas, khususnya ormas Islam. Tetapi lemah dan tidak berdaya di hadapan perusahaan-perusahaan kapitalis yang tidak ramah lingkungan. 

Islam sebenarnya mengajarkan agar suatu negara tidak mengizinkan adanya perusahaan asing masuk sebagai pengelola sumber daya alam. Karena hal tersebut akan memberikan informasi kekayaan sebuah negara dan jalan untuk menjarah atau menguasainya. 

Hanya saja, karena Islam bukanlah aturan yang diterapkan, maka kasus-kasus yang sama yaitu keterlibatan perusahaan kapitalis dalam menyumbang kerusakan lingkungan sering terjadi alias berulang. Para penguasa terkesan lebih mengejar potongan-potongan kue sebagai jatah atau ucapan thank you dari pemilik perusahaan, tanpa memikirkan lebih jauh dampak negatifnya kemudian hari. 

Jikalau negeri ini mau mengambil Islam sebagai aturan bermasyarakat dan berbangsa, tentu saja Allah SWT sendiri yang menjamin akan turunnya keberkahan dari langit dan bumi. Dan salah satu keberkahan itu adalah apapun masalah kehidupan manusia, Islam mampu hadir sebagai solusi yang tuntas, dan menentramkan jiwa. 

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) TQS Ar-Rum : 41.

Bencana bisa datang tanpa diduga sebagai teguran ataupun ujian dari Allah SWT. Tetapi bencana juga akan muncul sesuai sunnatullah. Seperti merusak alam semsesta pastinya menyebabkan kerugian bagi manusia serta mendatangkan dharar (bahaya). Semburan panas di Roburan meskipun awalnya adalah fenomena alam secara qadarullah, tetapi bisa jadi bencana karena keserakahan manusia yang mengekploitasi bumi demi meraih materi. Allahu a'alam bishshawwab.[]

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam (Analis Mutiara Umat Institute)

Opini

×
Berita Terbaru Update