Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ulama: Secara Mendasar Sistem Khilafah Berbeda dengan Sistem Pemerintahan yang Lain

Kamis, 08 Mei 2025 | 20:26 WIB Last Updated 2025-05-09T13:08:30Z

Tintasiyasi.ID -- Ulama K.H. Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa secara mendasar sistem khilafah berbeda dengan sistem pemerintahan yang lain. “Secara mendasar sekali, sistem khilafah berbeda dengan semua sistem pemerintahan yang lain,” rilisnya pada Selasa (06/05/2025).

 

Karena sistem pemerintahan yang lain itu tidak mengakui syariat Islam sebagai hukum. Sedangkan hukum (Islam) itu mengikat kepala negara dan rakyat. Kepala negara itu tidak boleh membuat hukum. Kepala negara itu fungsinya منفذ الحكم, pelaksana hukum,” ujarnya memberikan penjelasan.

 

Kiai Labib mengatakan, dalam sebuah sistem negara atau sistem pemerintahan, perkara paling penting adalah من له السيادة, yang artinya siapa pemegang kedaulatan. “Itu perkara paling penting,” lugasnya di YouTube Rokhmat S. Labib bertajuk Sistem Pemerintahan Islam.

 

“Sebab siapa pemegang kedaulatan itu nanti akan menentukan “jenis kelamin” sebuah negara. Yang menentukan sistem negara itu adalah pemegang kedaulatan,” sebutnya.

 

“Nah, kalau dalam demokrasi, kedaulatan di tangan rakyat, yang berarti semua hukum harus bersumber dari rakyat,” ulasnya memberikan alasan.

 

Sementara dalam Islam, ia menyatakan bahwa السيادة yaitu للشّرع, yakni kedaulatan di tangan syarak.

 

“Dengan pengertian seluruh undang-undang, seluruh peraturan hukum, dan peraturan itu harus lahir dari syariat Islam, baik secara langsung dari Al-Qur'an dan sunah, atau yang ditunjukkan dari keduanya, yaitu ijmak sahabat dan kias syar'i,” bebernya lebih lanjut.

 

Oleh karena itu, lanjutnya, tidak ada lagi membuat undang-undang itu betanya kepada rakyat atau pun bertanya kepada penguasa.

 

“(Jika) Al-Qur'an mengatakan, (maka) itu yang dilakukan. Di antara dalil yang menunjukkan secara jelas bahwa kedaulatan di tangan syarak adalah firman Allah Swt., إن الحكم إلا لله,” tuturnya menyitat surah Yusuf ayat 40.

 

Kiai mensyarah ayat tersebut, “Apabila إن bertemu dengan إلا maka maknanya ليس الحكم إلا لله, tidak ada hukum kecuali milik Allah Swt.”

 

“Jadi Allah-lah satu-satunya zat yang menentukan hukum, المشرع الوحدة, dan Rasul sebagai mubalig (penyampai),” tutupnya.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update