“Ini mencerminkan kesenjangan yang
timbul akibat sistem ekonomi yang kapitalistik, khususnya di dalam land occupation,”
lugasnya, Rabu (21/05/2025).
Jadi okupasi lahan itu, sebut UIY, di mana dengan kekuatan dana dan akses kepada
kekuasaan seseorang itu bisa nge-grab, istilah anak mudanya, melakukan
okupasi pada lahan dengan jumlah yang luar biasa,” jelasnya dalam Focus to
The Poin: Tanah dikuasai konglomerat, rakyat hidup melarat! di kanal Youtube
UIY Official.
Ia menjelaskan bahwa lahan itu
sesuatu yang sangat mendasar. “Ketika bicara tentang pertanian, asas dari
pertanian itu lahan. Karena teknologi bisa dibeli, sumber daya manusia bisa
dikerahkan, kemudian sarana produksi pertanian itu bisa juga diadakan,”
bebernya.
“Tetapi kalau lahan, tidak! Begitu
dia sudah dikuasai, gak bisa dikuasai oleh orang lain. Artinya dia bersifat
eksklusif. Kenapa bisa terjadi begitu? Jelas ini dari praktik culas selama ini.
Di mana dengan kekuatan dananya dan akses kepada penguasa bisa mendapatkan
okupasi lahan begitu rupa,” imbuhnya.
“Yang jadi soal adalah ketika okupasi
seperti itu, maka petani makin hari, makin tersingkir. Harusnya negara hadir
untuk memastikan bahwa roblem ekonomi
itu, distribusi. Maka distribusi lahan itu juga harus dijaga. Jangan sampai
timbul kesenjangan yang begitu rupa,” tambahnya.
Ia membantah, mestinya kalau teorinya
seperti trickle down effect. “Jadi membesarkan yang besar, supaya
kemudian yang besar itu bisa meneteskan bagian dari kekayaan kepada orang di
bawahnya. Itu teori yang sudah lama sekali terbantah oleh fakta bahwa tidak
pernah ada trickle down effect itu,” ulasnya.
Penguasaan Lahan
Ia menerangkap bahwa penguasaan tanah
itu dalam Islam adalah kepemilikan yang menyatu dengan produksi.
“Seorang boleh mempunyai tanah
seberapa luas yang dia bisa, tetapi yang penting itu diproduksikan. Karena
tanah itu baru akan bermanfaat jika darinya kemudian ada produksi. Seperti,
produksi pertanian, pangan, buah-buahan dan sebagainya,” bebernya.
“Maka ketika ada tanah terlantar, orang lain bisa
menghidupkan tanah itu menjadi milik dia. Atau dia ada seorang yang punya tanah
begitu luasnya tetapi ditelantarkan lebih dari 3 tahun, maka dalam syariat
Islam itu diambil oleh negara. Untuk apa? Redistribusi aset, jadi negara boleh
memberikan,” terangnya.
Satu hal lagi, imbuhnya, ada sebagian
lahan-lahan itu adalah milik umum. “Misalnya hutan, itu milik umum. Ini hari
justru diokupasi oleh individu, ini juga pelanggaran. Karenanya maka distribusi
itu makin buruk dimulai dari distribusi lahan yang timpang tadi itu,” bebernya.
“Kalau distribusi lahan timpang, maka
produksi pasti timpang, lalu hasilnya juga timpang. Maka kemudian kesenjangan
ekonomi makin hari makin besar,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita