"Hari ini kita melihat bagaimana situasi ini
telah melahirkan generasi individualistis yang melahirkan rasa memuliakan diri
sendiri dan sangat peduli pada jiwa sendiri,” ujarnya dalam Slot Bincang
Muslimah Online bertajuk Menanamkan Nilai Kemaafan, Mendidik Generasi
Islam Berakhlak Mulia, Sabtu (26/4/2025).
“Kita sudah terbiasa mendengar siapa yang mau
mencintai diri sendiri, kalau bukan diri sendiri. Ya, di satu sisi itu baik,
tetapi di sisi lain jika kita membiarkan naluri kita dikendalikan tanpa aturan
syarak yang mengendalikan tindakan kita, maka kita hanya akan mengikuti arus
saja," ujarnya.
Ia menambahkan, sikap individualistis tersebut
menyebabkan sikap meminta maaf dan memaafkan hanya menjadi tren.
"Sikap meminta maaf dan memaafkan dijadikan
seperti tren saat hari raya. Saat hari raya, semua orang memaafkan. Lalu mereka
melakukannya lagi," imbuhnya.
Ia menjelaskan, penting bagi orang tua untuk berperan
dalam membentuk sikap meminta maaf dan memaafkan dalam diri anak-anak.
"Sebagai orang tua, kita harus mendidik anak
sejak dini, meskipun kelihatannya remeh, namun apabila hal ini tidak diajarkan
dan dibiasakan, maka hal ini tidak menjadi budaya dalam keluarga, maka akan
membentuk satu perasaan yang tidak bagus untuk anak. Mereka akan menjadi orang
yang pentingkan diri sendiri dan menjadi orang yang ego," terangnya.
Lanjutnya, memaafkan itu ada kaitannya dengan ego, dan
ego itu lahir dari naluri survival instinct.
"Jadi ego itu harus diatur dengan syariat Islam.
Anak-anak harus kita ajarkan untuk merendahkan egonya. Kalau ego ini dibiarkan,
mereka akan menjadi narsistik. Kalau ego ini dibiarkan anak itu akan selamanya
merasa tidak bersalah. Jadi kita harus punya konsep untuk merendahkan ego pada
tempatnya. Memang tidak mudah karena semua orang punya ego, tapi kita harus
membuat anak-anak mengerti arti memaafkan yang sebenarnya," katanya.
Ia menambahkan, orang tua harus membina sikap meminta
maaf dan memaafkan dalam diri anak.
“Sikap meminta maaf dan memaafkan harus dibiasakan
dalam keluarga. Biasakan dan jangan pernah malu untuk meminta maaf kepada anak.
Sebagai manusia, ada kalanya kita juga berbuat salah kepada anak, kadang salah
ucap, kadang salah berbuat, kadang marah kepada anak,” serunya menyarankan.
Jadi orang tua harus belajar untuk meminta maaf, tidak
ada salahnya menjadi orang tua untuk meminta maaf kepada anak.
“Ajarkan juga anak sejak dini untuk meminta maaf, ajarkan untuk bertoleransi,
ajarkan anak untuk bersimpati dan berempati. Karena tanpa rasa empati dan kasih
sayang pada anak, sulit untuk membentuk sikap meminta maaf dan memaafkan karena
mereka akan merasa selalu benar, dan ini harus kita ulang-ulang, harus kita
bicarakan, harus kita buat mereka mengerti berkali-kali sampai anak mengerti
mengapa mereka harus meminta maaf dan memaafkan,” imbuhnya.
Lanjut dikatakan, “Pentingnya meminta maaf dan
memaafkan. Pertama, dapat membentuk kepribadian yang baik dan melatih
pengelolaan emosi anak,” tuturnya.
"Sebagai orang tua, bukan hanya sekadar memberi
makan dan minum saja, tapi kita harus melatih anak kita untuk bisa survive,
maksudnya dari segi skill, dari konsep melatih manajemen emosi,
kesabaran, memaafkan, itu harus kita ajarkan,” sebutnya.
Mengajarkan empati, lanjutnya, supaya mereka bisa
mengelola emosi dengan baik. “Jadi kita akan melahirkan anak yang tidak hanya
pintar dari segi IQ saja, tetapi juga dari segi EQ, emosinya.
“Jadi ketika mereka menghadapi kehidupan setelah ini,
mereka sudah semakin dewasa, sudah jauh dari kita, mereka sudah mengerti
bagaimana mengelola emosinya," paparnya.
Kedua, agar anak menyadari kesalahannya. “Anak-anak
mengerti apa yang salah dan apa yang benar,” sebutnya lagi..
"Itulah mengapa saya sangat menyukai cara orang
tua Asia melakukannya, tetapi dalam versi yang lebih intelektual, artinya jika
orang tua kita marah di masa lalu, mereka hanya marah dan tidak memberi tahu
anak-anak mereka mengapa mereka marah.
“Jadi kita harus belajar menjelaskan, kita harus
belajar berbicara kepada anak-anak kita, sehingga mereka mengerti bahwa ada
tindakan yang harus mereka waspadai di masa depan, mereka tidak mengulanginya.”
“Ketika anak-anak melakukan kesalahan, kita mengajari
mereka bahwa itu adalah bagian dari perjalanan hidup mereka. Jadi kita harus
membimbing mereka," katanya.
Ia menyimpulkan bahwa ketika seorang anak memahami
konsep meminta maaf, ia akan menjadi orang yang lebih bertanggung jawab.
“Anak-anak akan lebih bertanggung jawab terhadap diri
sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka tidak akan bersikap individualistis.
Ketika kita sudah membiasakan dan memahami konsep minta maaf dan tanggung
jawab, anak-anak tidak akan kekok dan akan lebih berhati-hati dalam
melakukan tindakannya,” tuturnya.
“Yang terpenting pahamilah bahwa minta maaf bukanlah
sesuatu yang membuat mereka merasa rendah diri, tetapi minta maaf adalah tanda
kekuatan dan simbol kemenangan,” pungkas.[] Hidayah Muhammad