Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sistem Hari Ini Melahirkan Generasi Individualistis

Sabtu, 31 Mei 2025 | 22:26 WIB Last Updated 2025-05-31T15:29:43Z

Tintasiyasi.ID -- Aktivis Dakwah Malaysia Ustadzah Nurain Abdurrahman menyatakan, sistem yang diterapkan pada saat ini telah melahirkan generasi yang individualistis, sehingga banyak orang sangat mementingkan diri sendiri.

 

"Hari ini kita melihat bagaimana situasi ini telah melahirkan generasi individualistis yang melahirkan rasa memuliakan diri sendiri dan sangat peduli pada jiwa sendiri,” ujarnya dalam Slot Bincang Muslimah Online bertajuk Menanamkan Nilai Kemaafan, Mendidik Generasi Islam Berakhlak Mulia, Sabtu (26/4/2025).

   

“Kita sudah terbiasa mendengar siapa yang mau mencintai diri sendiri, kalau bukan diri sendiri. Ya, di satu sisi itu baik, tetapi di sisi lain jika kita membiarkan naluri kita dikendalikan tanpa aturan syarak yang mengendalikan tindakan kita, maka kita hanya akan mengikuti arus saja," ujarnya.

 

Ia menambahkan, sikap individualistis tersebut menyebabkan sikap meminta maaf dan memaafkan hanya menjadi tren.

 

"Sikap meminta maaf dan memaafkan dijadikan seperti tren saat hari raya. Saat hari raya, semua orang memaafkan. Lalu mereka melakukannya lagi," imbuhnya.

 

Ia menjelaskan, penting bagi orang tua untuk berperan dalam membentuk sikap meminta maaf dan memaafkan dalam diri anak-anak.

 

"Sebagai orang tua, kita harus mendidik anak sejak dini, meskipun kelihatannya remeh, namun apabila hal ini tidak diajarkan dan dibiasakan, maka hal ini tidak menjadi budaya dalam keluarga, maka akan membentuk satu perasaan yang tidak bagus untuk anak. Mereka akan menjadi orang yang pentingkan diri sendiri dan menjadi orang yang ego," terangnya.

 

Lanjutnya, memaafkan itu ada kaitannya dengan ego, dan ego itu lahir dari naluri survival instinct.

 

"Jadi ego itu harus diatur dengan syariat Islam. Anak-anak harus kita ajarkan untuk merendahkan egonya. Kalau ego ini dibiarkan, mereka akan menjadi narsistik. Kalau ego ini dibiarkan anak itu akan selamanya merasa tidak bersalah. Jadi kita harus punya konsep untuk merendahkan ego pada tempatnya. Memang tidak mudah karena semua orang punya ego, tapi kita harus membuat anak-anak mengerti arti memaafkan yang sebenarnya," katanya.

 

Ia menambahkan, orang tua harus membina sikap meminta maaf dan memaafkan dalam diri anak.

 

“Sikap meminta maaf dan memaafkan harus dibiasakan dalam keluarga. Biasakan dan jangan pernah malu untuk meminta maaf kepada anak. Sebagai manusia, ada kalanya kita juga berbuat salah kepada anak, kadang salah ucap, kadang salah berbuat, kadang marah kepada anak,” serunya menyarankan.

 

Jadi orang tua harus belajar untuk meminta maaf, tidak ada salahnya menjadi orang tua untuk meminta maaf kepada anak.



“Ajarkan juga anak sejak dini untuk meminta maaf, ajarkan untuk bertoleransi, ajarkan anak untuk bersimpati dan berempati. Karena tanpa rasa empati dan kasih sayang pada anak, sulit untuk membentuk sikap meminta maaf dan memaafkan karena mereka akan merasa selalu benar, dan ini harus kita ulang-ulang, harus kita bicarakan, harus kita buat mereka mengerti berkali-kali sampai anak mengerti mengapa mereka harus meminta maaf dan memaafkan,” imbuhnya.

 

Lanjut dikatakan, “Pentingnya meminta maaf dan memaafkan. Pertama, dapat membentuk kepribadian yang baik dan melatih pengelolaan emosi anak,” tuturnya.

 

"Sebagai orang tua, bukan hanya sekadar memberi makan dan minum saja, tapi kita harus melatih anak kita untuk bisa survive, maksudnya dari segi skill, dari konsep melatih manajemen emosi, kesabaran, memaafkan, itu harus kita ajarkan,” sebutnya.

 

Mengajarkan empati, lanjutnya, supaya mereka bisa mengelola emosi dengan baik. “Jadi kita akan melahirkan anak yang tidak hanya pintar dari segi IQ saja, tetapi juga dari segi EQ, emosinya.

 

“Jadi ketika mereka menghadapi kehidupan setelah ini, mereka sudah semakin dewasa, sudah jauh dari kita, mereka sudah mengerti bagaimana mengelola emosinya," paparnya.

 

Kedua, agar anak menyadari kesalahannya. “Anak-anak mengerti apa yang salah dan apa yang benar,” sebutnya lagi..

 

"Itulah mengapa saya sangat menyukai cara orang tua Asia melakukannya, tetapi dalam versi yang lebih intelektual, artinya jika orang tua kita marah di masa lalu, mereka hanya marah dan tidak memberi tahu anak-anak mereka mengapa mereka marah.

 

“Jadi kita harus belajar menjelaskan, kita harus belajar berbicara kepada anak-anak kita, sehingga mereka mengerti bahwa ada tindakan yang harus mereka waspadai di masa depan, mereka tidak mengulanginya.”

 

“Ketika anak-anak melakukan kesalahan, kita mengajari mereka bahwa itu adalah bagian dari perjalanan hidup mereka. Jadi kita harus membimbing mereka," katanya.

 

Ia menyimpulkan bahwa ketika seorang anak memahami konsep meminta maaf, ia akan menjadi orang yang lebih bertanggung jawab.

 

“Anak-anak akan lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka tidak akan bersikap individualistis. Ketika kita sudah membiasakan dan memahami konsep minta maaf dan tanggung jawab, anak-anak tidak akan kekok dan akan lebih berhati-hati dalam melakukan tindakannya,” tuturnya.

 

“Yang terpenting pahamilah bahwa minta maaf bukanlah sesuatu yang membuat mereka merasa rendah diri, tetapi minta maaf adalah tanda kekuatan dan simbol kemenangan,” pungkas.[] Hidayah Muhammad

Opini

×
Berita Terbaru Update