Tetapi benarkah semua itu
kebenaran ilmiah? Atau justru penipuan intelektual global yang menjauhkan umat
dari Islam yang kaffah?
Sekularisme adalah produk sejarah
Eropa. Bukan Islam. Ia lahir dari konflik berdarah antara gereja dan negara.
Saat itu gereja menindas ilmu pengetahuan dan kehidupan publik. Masyarakat
Eropa akhirnya menyingkirkan agama dari urusan negara.
Sayangnya, produk cacat ini
justru dipaksakan kepada dunia Islam. Jalannya lewat kolonialisme dan
modernisasi. Padahal, umat Islam tidak pernah mengalami konflik seperti itu.
Dalam sejarah Islam, agama justru menjadi sumber rahmat dan keadilan. Dan itu berlangsung
selama 13 abad. 1.300 tahun!
Pluralisme pun menyusul, dengan
wajah lebih halus. Atas nama toleransi, semua agama diklaim sama benarnya.
Klaim kebenaran tunggal dianggap sumber konflik. Akibatnya, umat Islam dipaksa
menerima bahwa Islam tidak boleh merasa paling benar. Ini jelas bertentangan
dengan akidah Islam yang tegas menyatakan:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama (yang diridai)
di sisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali Imran [3]: 19)
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا
فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barang siapa mencari agama
selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk
orang-orang yang rugi. (QS Ali ‘Imran [3]: 85)
Islam memang memerintahkan
toleransi terhadap non-Muslim. Tetapi Islam tidak pernah membenarkan pluralisme
akidah. Rasulullah saw. bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ
يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ
يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّارِ
Demi Zat yang jiwa Muhammad
ada di tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani,
yang mendengar tentang aku, lalu ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada apa
yang aku bawa, kecuali dia termasuk penghuni neraka. (HR Muslim, no. 153)
Di negeri-negeri Muslim,
sekularisme dan pluralisme dipaksakan melalui kurikulum dan regulasi. Juga
elite-elite tersekulerkan. Di Indonesia, warisan hukum kolonial tetap
dipertahankan. Islam dijadikan simbol kultural belaka, bukan sistem kehidupan.
Akibatnya, masyarakat makin jauh dari syariat. Keluarga runtuh, moral bobrok,
generasi rapuh. Ironisnya, negara-negara Barat yang katanya sukses sekuler
justru dilanda depresi, bunuh diri, dan krisis spiritual.
Islam bukan sekadar agama ritual.
Islam adalah sistem hidup yang menyeluruh. Islam mengatur akidah, ibadah,
politik, ekonomi, sosial, hingga negara. Allah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Kuridai Islam sebagai agamamu. (QS Al-Ma’idah [5]: 3)
Sudah saatnya umat Islam
mencampakkan ilusi sekularisme dan pluralisme. Bukan hanya karena itu produk
Barat, tetapi karena itu bertentangan dengan Islam. Kita tidak butuh sistem
tiruan yang melemahkan iman dan membungkam dakwah. Yang kita butuhkan adalah
Islam sebagai sistem hidup yang sahih, sempurna, dan menyelamatkan.
(Bersambung ke Bagian 1.5: Islam
sebagai Solusi Total dan Global In sya Allah)
Jakarta, 06 Mei 2025
Oleh: Edy Mulyadi
Wartawan Senior