TintaSiyasi.id -- Bukannya memberi kemudahan, Pemerintah Arab Saudi justru mengumumkan sanksi bagi Warga Negara Asing (WNA) yang berhaji tidak memiliki Visa. Sanksi ini mempertegas bahwa nasionalisme ditubuh umat Islam mempersulit pelaksanaan ibadah haji.
Sanksi berupa denda 20 ribu riyal atau setara 89,5 juta rupiah diberlakukan pada musim haji tahun ini mulai tanggal 1 Zulkaidah hingga 14 Zulhijjah sebagaimana dikutip KumparanNEWS dari Saudigazette, Selasa, 29/4/2025.
Tidak hanya jamaah haji yang dinilai ilegal, pihak-pihak yang memfasilitasi juga tidak luput dari sanksi berupa denda yang mencapai 100 ribu riyal atau mencapai 447,9 juta rupiah. Selain denda, WNA yang melanggar juga bakal dipulangkan dan dilarang masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun.
Sebagaimana diketahui untuk melakukan perjalanan ke luar negeri dibutuhkan dokumen berupa paspor dan visa. Jika paspor dikeluarkan oleh negara asal, maka visa dikeluarkan oleh negara tujuan. Dengan kata lain, visa adalah izin resmi dari negara tujuan untuk WNA yang ingin masuk.
Sejak nasionalisme merasuk ke dalam pikiran umat Islam atas propaganda negara kafir penjajah, perpecahan di tubuh umat tidak bisa dihindari. Kaum Muslim yang tadinya hanya memiliki satu negara yang berpusat di Turki berlomba-lomba mendirikan negara-negara kecil. Puncaknya, Khilafah Turki Utsmani resmi bubar pada tahun 1924 dan diganti lebih dari 50 negara kecil.
Akibatnya, warga Turki, Indonesia, Mesir, Irak dan lainnya tidak lagi bebas berkunjung ke Arab Saudi, begitu juga sebaliknya. Kepemilikan paspor dan visa menjadi syarat perjalanan antar negara tidak terkecuali perjalanan ibadah haji ke Makkah.
Padahal, saat khilafah masih ada, berhaji tidak perlu mengurus visa maupun paspor. Saat itu, warga Turki misalnya yang ingin berkunjung ke wilayah Arab Saudi tidak disebut perjalanan antar negara atau perjalanan luar negeri. Sebab, keduanya masih bagian dari negara yang satu yaitu khilafah. Dengan begitu perjalanan dari Indonesia ke Arab Saudi tidak membutuhkan visa maupun paspor.
Apalagi ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, khalifah sebagai pemimpin kaum Muslim di seluruh dunia berkewajiban memberikan kemudahan dan pelayanan yang terbaik bagi para jemaah haji, di samping menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para jemaah.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam mengurus keperluan seluruh jemaah haji menunjuk petugas khusus. Begitu juga dengan khalifah yang pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq serta para khalifah setelahnya.
Pada masa Khalifah Abbasiyah, mulai dari khalifah yang ketiga al-Mahdi hingga Khalifah Abbasiyah yang kelima Harun Ar-Rasyid dibangun jalan sepanjang 1.400 kilometer dari Irak membelah Gurun Nafud hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Jalan itu dinamai Jalan Zubaidah, nama dari istri Khalifah Harun Ar-Rasyid yang sebelumnya telah berjasa membuat saluran air di Makkah untuk kebutuhan jemaah haji dan penduduk setempat. Setiap satu hari perjalanan di Jalan Zubaidah terdapat pos pemberhentian yang tersedia makanan dan minuman serta tempat istirahat gratis bagi rombongan haji.
Pada masa itu tempat transit utama rombongan jemaah haji dari Afrika Utara ialah Kairo. Sementara itu, mereka yang datang dari kawasan Balkan, Anatolia (Turki), dan Syam akan berhimpun di Damaskus. Adapun rombongan dari arah Transoksania (Asia Tengah), Afghanistan, dan Persia berkumpul terlebih dahulu di Baghdad. (https://islamic-center.or.id/sejarah-haji-perjalanan-menuju-baitullah/)
Para Khalifah Turki Utsmani juga tidak mau ketinggalan. Sultan Abdul Hamid II membangun jalur kereta api yang dikenal dengan sebutan Hijaz Railway untuk mengangkut jamaah haji dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah.
Demikianlah para khalifah di masa Kekhilafahan Islam menyadari betul peran mereka sebagai pelayan umat sekaligus penjaga dua tanah suci. Para khalifah benar-benar mengimplementasikan pesan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam bahwa pemimpin adalah pelayan dan setiap pelayan akan dimintai pertanggungjawaban tentang pelayanannya.
Di samping itu, biaya perjalanan haji bisa lebih murah pada masa khilafah karena tidak perlu ada biaya pengurusan paspor dan visa. Saya juga yakin pada masa khilafah nantinya tidak akan ada daftar tunggu yang sangat lama seperti sekarang ini.
Semoga kita semua bisa menunaikan haji ke Baitullah suatu saat nanti. Aamiin yaa Rabbal 'alamiin. []
Oleh: Muhammad Syafi'i
Aktivis Dakwah