TintaSiyasi.id -- Bulan Mei yang identik dengan bulan pendidikan mengantarkan Indonesia pada kenyataan yang mengkhawatirkan yakni dengan adanya kenyataan tingkat pengangguran Indonesia yang berada di urutan nomor 1 se-ASEAN.
Yang lebih mencengangkan, semakin banyak di kalangan pengangguran merupakan lulusan universitas (sarjana dan diploma). Tampat miris, di mana pendidikan yang ditempuh hingga jenjang perguruan tinggi sekalipun ternyata tidak cukup mampu menjadi jaminan terjaminnya lapangan pekerjaan bagi generasi Indonesia yang diprediksi mendapatkan bonus demografi di tahun 2030 mendatang. (Kompas.com, 30/04/25)
Permasalahan pengangguran ini sudah melampaui batas dari ‘fenomena gunung es’, Sebab permasalahan ini merupakan masalah yang meresahkan rakyat, khususnya bagi rakyat usia produktif, bukan satu atau dua orang yang masuk ke dalam lubang kesengsaraan pengangguran. Tapi puluhan ribu rakyat telah merasakannya dan lebih banyak lagi yang belum terungkap.
Jika mencari akar permasalahan pengangguran ini, baiknya butuh mengetahui beberapa hal yang butuh dikupas tuntas hingga mengurai satu persatu simpul masalah pengangguran ini, di antaranya:
Pertama, bagaimana negara yang memiliki peran penyedia lapangan pekerjaan tidak menjamin rakyatnya secara menyeluruh, namun malah berfokus kepada para investor dan pengusaha para pemilik modal
Kedua, sempitnya lapangan pekerjaan ini berdampak pada kesejahteraan rakyat yang terancam secara signifikan. Hal ini mengakibatkan munculnya kesenjangan antara lapangan pekerjaan yang sempit dan pencari kerja yang tidak sedikit, alhasil membuat rakyat makin menjerit.
Ketiga, dari lapangan pekerjaan yang sempit sebab kurangnya peran Negara sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Parahnya negara semakin menambah derita rakyat dengan menyerahkan tanggung jawab membuka lapangan kerja pada pihak swasta/korporasi melalui investasi sebesar-besarnya dan pengelolaan SDA pada swasta. Alhasil, Tampak nyata dan wajar apabila rakyat makin menderita sedangkan para korporat makin sejahtera.
Berkualitasnya suatu tumbuhan sangat ditentukan dengan kualitas benih dan keterjagaan akar yang kokoh terawat. Sama halnya dengan pengaturan bernegara hari ini yang tampak kacau lepas dari visi Negara yakni “kemanusiaan yag adil dan beradab” dan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Realitanya adalah keadilan berputar hanya pada rakyat kalangan atas saja, dan ketimpangan yang ada merupakan wujud kenestapaan nyata dari buah bobroknya sistem negeri ini.
Benih berkualitas dan akar yang kokoh lagi terawat akan hadir apabila berkaca pada tata aturan yang membawa pada fitrah manusia sebenarnya. Yaitu tata aturan yang dibuat oleh Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mudabbir (Pengatur) manusia dan alam semesta ini. Dalam Islam terdapat peran raa’in sebagai pengurus rakyat, di mana raa’in yang dipimpin oleh khalifah akan menjamin kesejahteraat setiap rakyatnya dan membuka lapangan pekerjaan yang tersebar ke seluruh penjuru negeri.
Selain itu, negara Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu mengelola segala Sumber Daya Alam dan Energi (SDAE) secara mandiri dan hukumnya haram apabila diserahkan kepada swasta apalagi asing. Maka dari itu akan menjadi suatu keniscayaan apabila negara Islam akan mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar.
Menjadi hal yang luar biasa penerapan sistem ekonomi Islam, sebab bukan mengejar keuntungan dan kepentingan semata bagi jiwa-jiwa tamak manusia. Tapi lebih mulia daripada itu, manusia-manusia akan menjalankan kehidupan bernegara dengan amanah berlandaskan aqidah yang kokoh sebab takutnya karena Allah dan puncak amalnya adalah meraih takwa dan ridha Allah Ta’ala. Dan Allah tak akan mengingkari janji-Nya dalam menebar rahmat-Nya, seperti firman-Nya yang artinya:
“Dan sekiranya penduduk nlegeri beriman dan bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (TQS. Al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Ayu Nailah
(Praktisi Pendidikan)