Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pendidikan dari Hati yang Mencintai Tuhan: Mewarisi Samudra Hikmah Para Nabi dan Wali

Jumat, 23 Mei 2025 | 18:12 WIB Last Updated 2025-05-23T11:13:01Z


TintaSiyasi.id -- “Sesungguhnya Allah memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, maka sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak.”
(QS. Al-Baqarah: 269)

Pendahuluan: Pendidikan adalah tentang kehidupan, bukan hanya mengajar.

Pada zaman sekarang, pendidikan sering kali diremehkan menjadi masalah kurikulum, angka, dan kompetensi duniawi. Hakikatnya pendidikan yang hakiki adalah suatu proses penyucian jiwa dan pengayaan akal yang mengantarkan manusia untuk mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan, namun pancaran hati.laki-laki mudayang ditularkan dari seorang guru kepada murid-muridnya,lebih banyakDan tidak ada cahaya yang lebih kuat, lebih bening, dan lebih hidup, kecuali cahaya yang bersumber dari hati seorang pencinta Allah.

Mereka yang Mencintai Allah: Guru Sejati Pembentuk Jiwa
Orang yang mencintai Allah, tutur katanya jujur, sikapnya lembut, dan kehadirannya menyejukkan. Ia tidak mengajar untuk dipuja, tidak mendidik demi gaji, tetapi ia memandang murid-muridnya sebagai amanah suci. Setiap ilmu yang ia sampaikan adalah doa, dan setiap nasehat yang ia ucapkan lahir dari kasih sayang yang tulus.

Mendidik dari hati yang cinta Allah, berarti mendidik dengan kesadaran ruhani. Ia tidak hanya memperhatikan kecerdasan intelektual, tetapi jauh lebih dalam: ia merawat kebersihan hati murid-muridnya.

Maka tak heran, seorang murid yang diasuh oleh guru seperti ini akan tumbuh:

• Hatinya lembut,
• Jujur dalam tindakannya,
• Dalam pikirannya,
• Dan moralnya bersinar.

Karena ia bukan hanya menghafal ilmu, tetapi menyesap cinta dan hikmah dari jiwa yang bening.

Nabi dan Wali: Lautan Jernih Penyejuk Jiwa
dan Orang Suci. Para Nabi dan Wali merupakan contoh terbaik dalam pendidikan spiritual. Mereka adalah lautan kebijaksanaan yang luas dan jernih . Siapa pun yang bersentuhan dengan mereka akan merasakan kesegaran hati dan kejernihan batin, bagaikan orang yang haus meminum air dari sumber air suci.
• Nabi Muhammad SAW adalah guru dari segala guru. Di dalam dirinya terkumpul kesempurnaan akhlak, kehalusan pikiran, kejernihan hati, dan kemuliaan ilmu pengetahuan.
• Para wali Allah seperti Imam al-Ghazali, Sayyid Abdul Qadir al-Jailani, atau Syekh Ibnu Athaillah bukan saja ulama besar, tetapi juga penyembuh hati manusia .

Mereka tidak membentuk manusia menjadi sekadar pintar, tetapi menjadi alim yang waras dan sadarcinta, yakni mereka yang hidupnya disinari makna dan dimuliakan oleh kasih sayang Ilahi.

Jika para Nabi dan Wali adalah lautan yang jernih, maka para guru yang mencintai Allah adalah sungai-sungai yang mengalir dari lautan itu. Ilmunya murni, tidak tercemar ego, dan tidak terkontaminasi kepentingan dunia. Mereka menjadi jalan sampainya cahaya kenabian kepada generasi berikutnya.

Hati yang Murni Menghasilkan Pendidikan yang Mencerahkan
Ketika hati seorang pendidik telah dibersihkan dari cinta dunia, dari kebencian, dan dari syahwat kekuasaan, maka ilmunya menjadi bening dan menyucikan. Ia menjadi mata air ketenangan. Maka, murid yang dibimbingnya pun akan merasakan tiga hal utama:

1. Kecintaan kepada ilmu, bukan hanya nilai.
Karena ia belajar dalam suasana penuh makna, bukan tekanan dan kompetisi buta.

2. Kesadaran untuk menjadi hamba Allah.
Karena ilmu yang ia pelajari selalu dikaitkan dengan tanggung jawab ruhani.

3. Kehalusan akhlak dan kebeningan pandangan.
Karena guru yang mencintai Allah tidak pernah mencaci, tidak pernah merendahkan, tetapi mengangkat dan menumbuhkan.

Zaman Boleh Modern, Tapi Jiwa Harus Tetap Suci

Hari ini, kita hidup di zaman penuh kecanggihan. Segala informasi bisa dicari dalam hitungan detik. Namun anehnya, manusia justru semakin gersang batinnya. Banyak anak muda kehilangan arah hidup, meski memiliki ijazah. Banyak yang terjebak pada gelar, tetapi hampa dari rasa syukur dan makna.

Mengapa demikian?yang Karena ilmu hari ini banyak yang datang dari hati yang kering, bukan dari hati yang mencintai Allah.
Inilah sebabnya kita perlu kembali ke ruh pendidikan sejati. Kita perlu membangun generasi pembelajar yang tidak hanya tahu banyak hal, tetapi mengenal Tuhannya, mencintai Rasul-Nya, dan menapaki jalan hidup dengan cahaya hikmah.

Membangun Kembali Sekolah Jiwa: Membesarkan Guru yang Mencintai Tuhan

Perubahan besar tidak selalu dimulai dari sistem. Kadang cukup dimulai dari satu gurutulus , yang tulus, yang tulus, dan yang mengenal Tuhan.

Bayangkan bila setiap pesantren, madrasah, sekolah, bahkan perguruan tinggi memiliki guru-guru yang jiwanya penuh cinta Ilahi, maka generasi yang lahir darinya adalah:

• Seorang pemimpin yang adil,
• Ilmuwan yang jujur,
• Wirausahawan yang amanah,
• Dan pendidik yang tulus menanam nilai.

Ini bukan angan-angan. Ini pernah nyata dalam sejarah peradaban Islam. Dan bisa kita wujudkan kembali, jika kita serius memurnikan niat dan menyucikan hati dalam mendidik.

Penutup: Mendidik dengan Cahaya, Menuju Negeri yang Diberkahi

Pendidikan dari hati yang mencintai Allah bukanlah hal kecil. Ia adalah pondasi peradaban. Dari situlah lahir manusia yang utuh: cerdas pikirannya, bersih hatinya, dan kuat imannya.
yang sebuahDan sesungguhnya, hanya bangsa yang mampu mendidik generasinya dengan ruh kebenaran dan cahaya cinta Ilahi lah yang akan menjadi bangsa yang diberkahi , sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:

"Jika saja penduduk negeri itu beriman dan bertakwa kepada Allah, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi." ( QS.
(QS. Al A'raf: 96)

Mari kita kembalikan ruh pendidikan. Mari kita bangun kembali sekolah jiwa. Dan mari kita muliakan guru-guru yang mencintai Allah, karena dari merekalah lahir insan-insan yang mampu menuntun dunia menuju cahaya.

Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update