"Melakukan pendekatan tanpa pendidikan atau
mengambil teori-teori parenting adalah bagian dari perbuatan manusia. Hukum
asal perbuatan kita sebagai Muslim adalah terikat kepada hukum syarak. Mengasuh
anak, termasuk kita memilih pendekatan ataupun cara untuk mendidik anak,
semuanya tidak boleh kita lepaskan dari keterikatan pada hukum syarak,"
ujarnya dalam kanal YouTube Supremacy berjudul No Rules Parenting,
Parenting Bebas Bertentangan dengan Islam, Rabu (19/3/2025).
Ia menambahkan, ada satu fonomena yang disebut sebagai
'no rules parenting'. “Parenting tanpa aturan maksudnya tanpa
membuat ketentuan-ketentuan larangan,” jelasnya.
"Konon ini dianggap sebagai model parenting
yang lebih moden, lebih sesuai dengan keadaan anak-anak generasi kita hari ini.
Ada yang menyebut mendapatkan nasihat saja serasa di-bully, apalagi
kemudian mendapatkan rules, satu aturan yang melarang mereka melakukan
ini dan itu,” tambahnya.
Lanjutnya, seperti match dengan apa yang orang
katakan bahwa anak sekarang enggak bisa dilarang-larang, kalau dilarang justru
akan makin berontak atau melakukan di luar apa yang bisa kita kontrol sebagai
orang tua.
Ia menuturkan, hukum syarak menjelaskan pendidikan
atau parenting itu memiliki caranya sendiri dan tidak boleh dianggap
remeh.
"Karena tidak boleh dianggap remeh hal ini dengan
ukuran-ukuran syariat. Berarti harus dipastikan mendidik anak ini tidak hanya
dengan anak enggak bisa dilarang-larang, maka diambil jalan keluarnya adalah
dengan tidak memberikan aturan main kaku atau tidak dilarang-larang anak,"
tuturnya.
Ia menambahkan, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya
Ulumuddin juga ada menyampaikan bagian penting dalam metode mendidik anak.
Imam Al-Ghazali mengatakan,
"Sesungguhnya anak itu adalah amanah bagi kedua
orang tuanya. Anak itu hakikatnya hati mereka suci, mereka adalah mutiara yang
sangat berharga, mereka bersih dari segala ukiran dan rupa," tuturnya.
Ia menyatakan, pandangan Imam Al-Ghazali tersebut ada
yang bisa diambil.
"Bahwa hati anak-anak cenderung kepada setiap
ukiran yang dibentuk atau yang dibuat oleh orang tuanya, dan cenderung pada
ajaran yang diberikan kepada mereka," jelasnya.
Lanjutnya, 'no rules parenting' itu di negara
asalnya adalah konsep atau teori-teori dikembangkan di negara-negara yang
dikatakan sebagai negara moden.
"Karena memang semodel, sebangun dengan
masyarakat mereka yang liberal, masyarakat mereka yang bebas bahkan menganggap
bahwa terikat kepada aturan itu sudah enggak masuk akal,” ujarnya
“Maka titik baliknya mereka menjadi bangsa yang maju
dengan kebebasan yang mereka miliki, tetapi kita tidak ingin mencetak
anak-anak, generasi kita menjadi orang-orang yang mengagumi ataupun
mengglorifikasikan kebebasan, "ucapnya.
Ia menambahkan, justru sebagai orang tua harus
ditanamkan kepada anak-anak pendekatan sesuai dengan usianya. Misalnya, Ali bin
Abi Thalib menetapkan fase-fase dalam pendidikan anak.
"Fase sebelum 7 tahun, mereka adalah raja, mereka
tidak dituntut melakukan apa-apa tetapi justru harus dilayani, mereka harus
diberikan fasilitas supaya mereka mudah untuk memahami. Mereka sebagai hamba
Allah, kasih sayang Allah luar biasa melalui tangan-tangan orang tua dan
sekitarnya. Mereka juga harus dipahamkan bahwa Allah Maha Pemberi Nikmat, Maha
Mencukupi dan seterusnya. Dan mengenalkan kepada sifat-sifat Allah sebagaimana
dijelaskan di dalam nas-nas syariat," jelasnya.
Seterusnya, fase setelah 7 tahun sampai fase menjelang
masa akhir yaitu 14 tahun.
"7 tahun kedua ini adalah anak-anak ditempatkan
sebagaimana para tawanan yang ada di penjara. Mereka tidak boleh dibiarkan
melakukan ini dan itu tanpa rules, tanpa aturan main. Justru mereka
harus kita sadarkan memang engkau harus menyiapkan dirimu, melatih dirimu untuk
menjalankan taklif Allah. Maka sebagai orang tua kita mesti latih mereka untuk
menjalankan aturan-aturan syariat," tuturnya.
Ia menjelaskan lagi, anak mulai 7 tahun harus mendapat
perhatian khusus yaitu diperintahkan untuk salat.
"Jadi dalam Islam itu tetap ada rules, ada
aturan. Bahkan ketika usia 10 tahun dan anak-anak belum salat, belum mau
menjalankan perintah salat orang tua diberi hak oleh hukum syariat untuk
memberikan pukulan ta'dib, pukul mendidik ketika anak-anak sudah berusia
10 tahun,” katanya.
Ia menambahkan lagi, “Setelah usia mereka 15, itu
adalah usia di mana mereka adalah orang dewasa. Mereka adalah mukalaf yang
sudah balig. Maka semua hukum-hukum syariat mengena kepada mereka sejak usia
tersebut.”
“Berbeda dengan apa yang kita dapati di dalam dunia
global hari ini, anak 18 tahun berarti mereka tidak boleh dikenai aturan berupa
perintah maupun larangan," jelasnya.
Lanjut dikatakan, orang tua harus memperbaiki kualitas
pendidikan atau parenting sesuai dengan aturan syariat dan mendidik
mereka sebagai hamba-hamba Allah yang siap mengemban taklif.
"Siapkan mereka untuk mengemban taklif, mengemban
amanat menjadi penjaga Islam yang tepercaya, mengemban amanat sebagai penyampai
risalah Islam, dan menjadi para pejuang-pejuang yang akan mengembalikan syariat
Allah ditegakkan di muka bumi ini secara kaffah melalui perjuangan penegakan
syariat dan khilafah," pungkasnya.[] Hidayah Muhammad