Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tidak Boleh Mengambil Ilmu Parenting Tanpa Dikembalikan kepada Hukum Syariat

Jumat, 23 Mei 2025 | 21:25 WIB Last Updated 2025-05-23T14:30:44Z

Tintasiyasi.ID -- Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah menyatakan bahwa sebagai orang tua tidak boleh mengambil ataupun menolak sebuah pendekatan pendidikan atau parenting tanpa dikembalikan kepada hukum-hukum syariat.

 

"Melakukan pendekatan tanpa pendidikan atau mengambil teori-teori parenting adalah bagian dari perbuatan manusia. Hukum asal perbuatan kita sebagai Muslim adalah terikat kepada hukum syarak. Mengasuh anak, termasuk kita memilih pendekatan ataupun cara untuk mendidik anak, semuanya tidak boleh kita lepaskan dari keterikatan pada hukum syarak," ujarnya dalam kanal YouTube Supremacy berjudul No Rules Parenting, Parenting Bebas Bertentangan dengan Islam, Rabu (19/3/2025).

 

Ia menambahkan, ada satu fonomena yang disebut sebagai 'no rules parenting'. “Parenting tanpa aturan maksudnya tanpa membuat ketentuan-ketentuan larangan,” jelasnya.

 

"Konon ini dianggap sebagai model parenting yang lebih moden, lebih sesuai dengan keadaan anak-anak generasi kita hari ini. Ada yang menyebut mendapatkan nasihat saja serasa di-bully, apalagi kemudian mendapatkan rules, satu aturan yang melarang mereka melakukan ini dan itu,” tambahnya.

 

Lanjutnya, seperti match dengan apa yang orang katakan bahwa anak sekarang enggak bisa dilarang-larang, kalau dilarang justru akan makin berontak atau melakukan di luar apa yang bisa kita kontrol sebagai orang tua.

 

Ia menuturkan, hukum syarak menjelaskan pendidikan atau parenting itu memiliki caranya sendiri dan tidak boleh dianggap remeh.

 

"Karena tidak boleh dianggap remeh hal ini dengan ukuran-ukuran syariat. Berarti harus dipastikan mendidik anak ini tidak hanya dengan anak enggak bisa dilarang-larang, maka diambil jalan keluarnya adalah dengan tidak memberikan aturan main kaku atau tidak dilarang-larang anak," tuturnya.

 

Ia menambahkan, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin juga ada menyampaikan bagian penting dalam metode mendidik anak. Imam Al-Ghazali mengatakan,

 

"Sesungguhnya anak itu adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Anak itu hakikatnya hati mereka suci, mereka adalah mutiara yang sangat berharga, mereka bersih dari segala ukiran dan rupa," tuturnya.

 

Ia menyatakan, pandangan Imam Al-Ghazali tersebut ada yang bisa diambil.

 

"Bahwa hati anak-anak cenderung kepada setiap ukiran yang dibentuk atau yang dibuat oleh orang tuanya, dan cenderung pada ajaran yang diberikan kepada mereka," jelasnya.

 

Lanjutnya, 'no rules parenting' itu di negara asalnya adalah konsep atau teori-teori dikembangkan di negara-negara yang dikatakan sebagai negara moden.

 

"Karena memang semodel, sebangun dengan masyarakat mereka yang liberal, masyarakat mereka yang bebas bahkan menganggap bahwa terikat kepada aturan itu sudah enggak masuk akal,” ujarnya

 

“Maka titik baliknya mereka menjadi bangsa yang maju dengan kebebasan yang mereka miliki, tetapi kita tidak ingin mencetak anak-anak, generasi kita menjadi orang-orang yang mengagumi ataupun mengglorifikasikan kebebasan, "ucapnya.

 

Ia menambahkan, justru sebagai orang tua harus ditanamkan kepada anak-anak pendekatan sesuai dengan usianya. Misalnya, Ali bin Abi Thalib menetapkan fase-fase dalam pendidikan anak.

 

"Fase sebelum 7 tahun, mereka adalah raja, mereka tidak dituntut melakukan apa-apa tetapi justru harus dilayani, mereka harus diberikan fasilitas supaya mereka mudah untuk memahami. Mereka sebagai hamba Allah, kasih sayang Allah luar biasa melalui tangan-tangan orang tua dan sekitarnya. Mereka juga harus dipahamkan bahwa Allah Maha Pemberi Nikmat, Maha Mencukupi dan seterusnya. Dan mengenalkan kepada sifat-sifat Allah sebagaimana dijelaskan di dalam nas-nas syariat," jelasnya. 

 

Seterusnya, fase setelah 7 tahun sampai fase menjelang masa akhir yaitu 14 tahun.

 

"7 tahun kedua ini adalah anak-anak ditempatkan sebagaimana para tawanan yang ada di penjara. Mereka tidak boleh dibiarkan melakukan ini dan itu tanpa rules, tanpa aturan main. Justru mereka harus kita sadarkan memang engkau harus menyiapkan dirimu, melatih dirimu untuk menjalankan taklif Allah. Maka sebagai orang tua kita mesti latih mereka untuk menjalankan aturan-aturan syariat," tuturnya.

 

Ia menjelaskan lagi, anak mulai 7 tahun harus mendapat perhatian khusus yaitu diperintahkan untuk salat.

 

"Jadi dalam Islam itu tetap ada rules, ada aturan. Bahkan ketika usia 10 tahun dan anak-anak belum salat, belum mau menjalankan perintah salat orang tua diberi hak oleh hukum syariat untuk memberikan pukulan ta'dib, pukul mendidik ketika anak-anak sudah berusia 10 tahun,” katanya.

 

Ia menambahkan lagi, “Setelah usia mereka 15, itu adalah usia di mana mereka adalah orang dewasa. Mereka adalah mukalaf yang sudah balig. Maka semua hukum-hukum syariat mengena kepada mereka sejak usia tersebut.”

 

“Berbeda dengan apa yang kita dapati di dalam dunia global hari ini, anak 18 tahun berarti mereka tidak boleh dikenai aturan berupa perintah maupun larangan," jelasnya.

 

Lanjut dikatakan, orang tua harus memperbaiki kualitas pendidikan atau parenting sesuai dengan aturan syariat dan mendidik mereka sebagai hamba-hamba Allah yang siap mengemban taklif.

 

"Siapkan mereka untuk mengemban taklif, mengemban amanat menjadi penjaga Islam yang tepercaya, mengemban amanat sebagai penyampai risalah Islam, dan menjadi para pejuang-pejuang yang akan mengembalikan syariat Allah ditegakkan di muka bumi ini secara kaffah melalui perjuangan penegakan syariat dan khilafah," pungkasnya.[] Hidayah Muhammad

Opini

×
Berita Terbaru Update