Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Optimisme Rasulullah Saw.: Cahaya Harapan di Tengah Gelapnya Ujian

Minggu, 04 Mei 2025 | 10:00 WIB Last Updated 2025-05-04T03:00:47Z

TintaSiyasi.id -- Dalam perjalanan kehidupan, manusia tidak akan luput dari ujian, kesulitan, dan masa-masa yang kelam. Namun, di tengah gelapnya malam, selalu ada fajar yang menanti untuk terbit. Dalam derasnya badai, selalu ada pelangi yang siap menghias langit. Inilah pelajaran besar yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad Saw. kepada umatnya: optimisme yang lahir dari keimanan yang kokoh.

Optimisme Rasulullah: Bukan Sekadar Harapan, Tetapi Keyakinan

Rasulullah Saw. bukan hanya seorang Nabi, beliau adalah pelita dalam gelapnya zaman Jahiliyah. Beliau hadir di tengah masyarakat yang tenggelam dalam kezaliman, kebodohan, dan kekerasan. Namun, beliau tidak pernah kehilangan harapan. Optimisme beliau bukanlah angan-angan kosong, tetapi bersumber dari keyakinan bahwa janji Allah pasti benar, bahwa rahmat-Nya lebih luas dari segala kesempitan, dan bahwa masa depan umat ini berada dalam genggaman Allah yang Maha Kuasa.

1. Saat Segalanya Tampak Mustahil
Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw. bersikap dalam momen-momen paling kritis:

Di Gua Tsur, saat dalam pengejaran kaum Quraisy, Abu Bakar begitu cemas. Namun, Rasulullah dengan tenang menenangkan sahabatnya:
“Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40).

Di Thaif, setelah dilempari batu, ditolak, dan diusir dengan kasar, Rasulullah tidak membalas dengan kutukan. Beliau justru berkata kepada malaikat yang menawarkan kehancuran atas kaum itu:
“Aku berharap akan lahir dari keturunan mereka orang yang menyembah Allah.”

Ini bukan sekadar kesabaran, ini adalah optimisme yang hidup, yang melihat jauh melampaui luka dan kegagalan sesaat.

2. Janji Allah di Tengah Krisis

Dalam Perang Khandaq, ketika pasukan musyrikin mengepung Madinah dan kaum Muslimin menggali parit dalam keadaan lapar dan takut, Rasulullah justru menyampaikan kabar gembira:
“Allahu Akbar! Aku telah diberikan kunci-kunci kerajaan Persia dan Romawi.”

Bayangkan, dalam kondisi sulit dan hampir terputus harapan secara logika manusia, Rasulullah mengobarkan semangat dan keyakinan bahwa kemenangan besar akan datang. Dan benar, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kekuasaan dua imperium besar dunia takluk kepada Islam.

3. Optimisme Sebagai Ajaran Islam

Optimisme bukan sekadar sifat pribadi Rasulullah. Ia adalah ajaran utama dalam Islam. Allah Swt. berfirman:

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Ayat ini tidak hanya diulang untuk menegaskan, tetapi untuk menanamkan di dalam dada mukmin bahwa tiap kesulitan membawa serta kemudahan. Optimisme adalah bentuk nyata dari husnuzhan kepada Allah, berbaik sangka atas segala ketetapan-Nya.

Rasulullah juga bersabda:

“Janganlah salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim).

4. Meneladani Optimisme Rasulullah di Era Modern

Di zaman modern yang penuh tantangan, krisis moral, tekanan ekonomi, konflik sosial, serta kekacauan informasi, umat Islam seringkali merasa lelah, bingung, dan cemas. Namun, inilah saatnya untuk kembali merenungi teladan Rasulullah. Sebab, optimisme bukan pilihan, tetapi keharusan bagi setiap mukmin.

Ketika kesulitan menghimpit, lihatlah ke langit dan ingat bahwa fajar pasti akan terbit.

Saat usaha belum membuahkan hasil, yakinlah bahwa Allah melihat perjuanganmu dan takkan sia-siakan amalmu. Ketika dunia tampak suram, bangunlah harapan, sebab harapan itu adalah cahaya yang menyinari jalan menuju pertolongan-Nya.

5. Menanamkan Optimisme dalam Masyarakat

Tugas kita sebagai umat Rasulullah bukan hanya menjadi optimis secara pribadi, tetapi juga menularkan semangat itu kepada orang lain, seperti seorang guru yang menyemangati murid-muridnya untuk tidak putus asa dalam belajar, seorang dai yang mengangkat hati umat dengan nasihat lembut, bukan dengan ancaman menakutkan, seorang pemimpin yang menunjukkan bahwa masa depan bisa dibangun dengan kerja keras, doa, dan keyakinan.

Optimisme yang benar bukanlah sikap abai terhadap realita. Ia bukan menutup mata terhadap penderitaan, tetapi ia adalah kekuatan ruhani yang menuntun hati kita tetap berjalan lurus di tengah badai.

Penutup: Fajar Akan Selalu Terbit

Jika malam terasa gelap, ketahuilah bahwa itu tanda fajar akan datang. Jika langit tertutup awan kelabu, itu pertanda hujan rahmat akan turun. Seberat apa pun hidup ini, jangan pernah lepaskan harapan kepada Allah. Sebab, bersama kesulitan, pasti ada kemudahan. Bersama sabar, ada kemenangan. Dan bersama optimisme, ada cahaya yang tak pernah padam.

Dr. Nasrul Syarif,  M.Si 
Penulis Buku Gizi Spiritual  dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update