Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

ONH Turun, Kapitalisasi Ibadah Haji Tetap Terjadi

Minggu, 18 Mei 2025 | 18:52 WIB Last Updated 2025-05-18T11:52:42Z

Tintasiyasi.id.com -- Haji adalah ibadah yang merupakan salah satu rukun Islam. Namun Kapitalisme menjadikannya sebagai lahan basah untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun ongkos naik haji sudah turun dan ada rencana akan diturunkan lagi. Akan tetapi pelayanan keberangkatan ibadah haji masih tercium aroma bisnis.

Pada saat peresmian Terminal Khusus Haji dan Umrah di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Minggu (04-05-2025), Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keinginannya agar ongkos naik haji (ONH) terus diturunkan. Ia merasa belum puas dan ingin lebih murah dari Malaysia meski pada tahun ini biaya haji sudah mengalami penurunan sekitar empat juta rupiah dari tahun sebelumnya (2024).

Pada tahun ini, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) rata-rata menjadi Rp89.410.258,79. Kemudian untuk biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus ditanggung jemaah adalah 62 persennya yaitu Rp55.431.750,78. Sisa biayanya adalah subsidi dari dana hasil pengelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Pada kesempatan yang sama Prabowo juga menyampaikan kepada Pangeran Muhammad bin Salman, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, bahwa ia ingin membangun ‘Kampung Indonesia’ di dekat Masjidilharam. Tujuannya agar dapat menekan Biaya penginapan jemaah, sehingga tidak perlu menyewa hotel mahal.

Kapitalisme Menjadikan Ibadah Sebagai Lahan Bisnis

Sebelumnya pelayanan haji menjadi tanggung jawab Kemenag dan sekarang sudah menjadi tanggung jawab BPKH. Akan tetapi spirit bisnis, investasi, dan keuntungan tetap ada dalam pengelolaan dana haji. Keduanya sama-sama menjadikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebagai bisnis investasi yang tujuannya mendapatkan keuntungan.

Hal itu bisa kita lihat dari UU 34/2014 yang berkaitan dengan wewenang BPKH. Dalam undang-undang tersebut, BPKH memiliki wewenang untuk mengelola keuangan haji dengan mengembangkannya.

Selain itu, isu mis management dan korupsi pun membayangi penyelenggaraan dan pengelolaan dana ibadah haji. Sebab selama ini tidak ada transparansi terkait besaran dana yang digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji. 

Sehingga, praktik gratifikasi sangat rentan terjadi dari modus mark up besaran biaya per itemnya dan terkait tender proyek. Jemaah pun tidak pernah tahu berapa besaran biaya yang dikeluarkan oleh Kemenag maupun BPKH untuk penyelenggaraan ibadah haji.

Bahkan banyak yang menilai bahwa pelayanan keberangkatan jemaah haji selama ini seperti skema Ponzi. Biaya penyelenggaraan jemaah haji yang berjalan sesungguhnya bukanlah berasal dari uang yang sudah jemaah bayar, akan tetapi bergantung pada pengumpulan dana calon jemaah haji berikutnya.

Mahalnya ongkos naik haji, pengaturan ibadah haji yang tidak profesional, dan ribetnya dalam administrasi menjadi bukti kapitalisasi dan liberalisasi terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Kapitalisme telah mengubah penguasa menjadi pengusaha. 

Negara yang seharusnya hadir mengurusi rakyat, berubah menjadi berbisnis dengan rakyat. Begitulah watak Kapitalisme, menjadikan negara tidak tulus dalam melayani rakyat.

Pelayanan Ibadah Haji Dalam Khilafah

Islam menetapkan haji adalah salah satu ibadah yang hukumnya fardu ain bagi kaum muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Oleh karena itu, Khalifah akan hadir sebagai pelayan (raa’in) dan penjaga (junnah) bagi umat. Termasuk akan memberikan kemudahan kepada kaum muslim agar dapat menunaikan ibadah haji.

Pertama, departemen khusus akan dibentuk Khalifah. Departemen ini akan bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Perhubungan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi calon haji.

Kedua, tidak ada visa haji dan umrah. Sebab, semua jemaah haji adalah warga negara Khilafah. Sehingga bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Namun bagi muslim yang berasal dari negara kafir baik hukman maupun fi’lan, akan diberlakukan visa bagi mereka.

Ketiga, Khilafah akan mengatur kuota haji dan umrah secara bijak. Bagi yang belum pernah dan memenuhi syarat serta berkemampuan, akan diprioritaskan. Tujuannya agar keterbatasan tempat tidak menjadi kendala.

Keempat, apabila ada ongkos yang harus ditetapkan, maka besar kecilnya akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan untuk akomodasi selama perjalanan sampai kembali dari Tanah Suci. 
Paradigma yang dibangun adalah melayani urusan ibadah haji dan umrah, bukan komersialisasi.

Kelima, Khilafah akan melakukan pembangunan infrastruktur Makkah-Madinah untuk menunjang terlaksananya ibadah haji. Wallahualam bishshawwab.[]

Oleh: Rizky Rachmawati, S.Si
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update