Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Keracunan MBG Bukti Negara Gagal Menjamin Gizi Rakyat

Selasa, 20 Mei 2025 | 20:14 WIB Last Updated 2025-05-20T13:14:50Z

Tintasiyasi.id.com -- Hingga kini pelaksanaan program MBG tak pernah lepas dari berbagai problematika. Berbagai kritikan menghantam program ini mulai dari pengelolaan anggaran yang diduga sarat kecurangan, penyaluran anggaran yang keliru, sampai dugaan terbukanya celah korupsi. Belakangan, MBG beracun menjadi kejadian yang menghebohkan. 

Salah satu wilayah yang menelan korban keracunan ini adalah Bogor. Jumlah korban keracunan diduga akibat mengonsumsi makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah jadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno 210 orang yang diduga keracunan berasal dari delapan sekolah. Mereka mendapat MBG dari satu SPPG yang sama. (cnnindonesia.com, 11/05/25)

Menanggapi kasus ini, pemerintah bersama industri kini tengah menggodok wacana asuransi bagi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini bertujuan untuk menekan risiko keracunan makanan hingga kecelakaan kerja. Saat ini Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sedang menyusun proposal awal dukungan asuransi terhadap program MBG. (cnbcindonesia.com, 14/05/25)

Akibat Industri Kapitalis

MBG merupakan salah satu program pemerintah yang pelaksanaannya diklaim berhasil oleh Presiden Prabowo. Namun kejadian keracunan MBG ini tentu menjadi tamparan keras bagi pemerintah terkait persiapan dan pengawasan pelaksanaan program MBG serta kesungguhan dalam menjamin makanan bergizi bagi rakyatnya. Sebelumnya memang banyak pihak yang mengkritik terkait menu makanan, porsi dan juga status gizi dari MBG yang diragukan karena kualitasnya tidak merata di tiap daerah.

Program MBG memang melibatkan banyak pihak. Selain itu ada faktor-faktor pendukung yang harus dipenuhi agar makanan dengan status gizi baik dapat terwujud. Dengan demikian, memang perlu pengawasan yang ketat kepada semua pihak dan segala aspek agar standar gizi terpenuhi. 

Dan dengan melihat angka keracunan MBG yang termasuk tinggi, jelas menandakan problem ini tak sekadar masalah teknis pangan saja. Ada hal yang menjadi akar masalahnya.

Apabila ditelisik lebih dalam, kasus seperti ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem kehidupan kapitalisme. Sebab dalam kapitalisme, industrialisasi menjadi kerangka sistem pangan dan gizi.

Kehadiran SPPG atau dapur umum MBG membuka peluang cuan bagi pelaku bisnis. Mereka bisa menjadi vendor-vendor penyedia dan distributor ke sekolah-sekolah. Bisa dibayangkan berapa keuntungan yang didapat para pelaku bisnis dapur MBG ketika program ini rutin dijalankan.

Tentu saja dengan melibatkan ribuan SPPG, pemerintah sepatutnya sudah menyiapkan mekanisme pengawasan dan pengontrolan kualitas menu makanan yang akan disediakan pihak SPPG, termasuk di dalamnya kelayakan makanan dan juga status gizinya.

Berkaca dari kasus keracunan massal yang sudah pernah terjadi, mayoritas makanan yang disediakan sudah basi dan kurang higienis. Jangan sampai SPPG hanya fokus mengejar untung, tetapi mengabaikan kebersihan dan keselamatan konsumen.

Pada akhirnya, program MBG yang berjalan dengan konsep industri sekarang berada di bawah kendali korporasi yang bergerak di bidang pangan dan gizi. Alhasil keuntungan materi adalah perkara yang pertama dan utama, sementara masalah kemaslahatan rakyat, berupa keselamatan dan kesehatan diabaikan. Alam industri kapitalisme memang menyuburkan pangan tak layak konsumsi beredar luas.

Kegagalan Negara Menjamin Gizi Rakyat

Saat ini memang kasus keracunan MBG masih diperiksa secara mendalam. Di tengah kasus yang belum terselesaikan, muncullah wacana agar MBG diasuransikan. Namun bila nantinya rencana ini disetujui dan dijalankan, sesungguhnya ini adalah bentuk komersialisasi risiko. Sementara yang dibutuhkan adalah solusi untuk mencegah keracunan kembali berulang. 

Seandainya ada korban keracunan massal, pihak asuransi yang menanggung risiko keracunan tersebut, bukan negara. Padahal sudah seharusnya negaralah yang hadir untuk menyelamatkan rakyatnya. Bukan diserahkan kepada pihak swasta.

Di dalam skema asuransi, hubungan saling menguntungkan akan terjadi antara penguasa dan pihak asuransi. Negara hanya berperan sebagai regulator dan pihak asuransi memperoleh profit dari dana MBG yang disetorkan untuk tiap anak. 

Padahal tanpa diasuransikan pun, sejatinya masyarakat itu berhak atas keamanan pangan yang dikonsumsi dan terbebas dari efek membahayakan makan yang terjadi akibat buruknya pengelolaan.

Adanya kasus keracunan MBG juga menguatkan bukti bahwa begara yang menerapkan kapitalisme gagal menjamin kualitas gizi generasi. Negara lemah dalam melakukan pengawasan dan kontrol sehingga produk-produk pangan berbahaya beredar dengan leluasq. Negara pun tidak cepat tanggap mencari solusi dalam rangka menihilkan kasus keracunan.

Pemerintah wajib memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Apalagi program ini menjadi salah satu program unggulan negara. Seberapun kasus keracunan yang terjadi tak boleh dipandang remeh.

Perlu adanya perubahan mendasar mulai dari akar hingga ke puncaknya agar target yang digadang gadang pemerintah bisa tercapai. Apalagi yang paling memilukan adalah rakyat kecil dengan ekonomi bawah yang selalu mendapat pukulan telak dari banyak kegagalan program pemerintah.

Islam Sebagai Solusi Sistemik

Masalah keracunan MBG bukanlah masalah tunggal yang berdiri sendiri. Ini adalah masalah sistemik yang hadir karena negara menerapkan sistem aturan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. 
 
Berbeda dengan solusi yang hadir dari negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah (Khilafah Islamiyah). Khilafah hadir sebagai solusi sistemik dan mengatur kehidupan rakyat berdasarkan syariat Islam yang berorientasi pada kemaslahatan, termasuk
jaminan pangan untuk warganya.

Kunci dari keberhasilan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi adalah sterilnya sistem pangan dan gizi dari industrialisasi. Dan Khilafah menjamin hal itu. Sistem Khilafah didasarkan pada sejumlah paradigma yang sahih tentang pangan. Dari sinilah akan melahirkan kebijakan yang menyejahterakan di antaranya :

Pertama, Khilafah bertanggung jawab penuh dalam menyediakan pangan untuk warganya, sekaligus menjamin atas keamanan pangan dan gizi masyarakat. Semuanya dilakukan langsung oleh negara, bukan diserahkan kepada mekanisme pasar atau korporasi. 

Alasannya karena jaminan pangan bergizi merupakan kewajiban negara yang harus ditunaikan kepada rakyatnya. Ini merupakan salah satu kebutuhan pokok.

Kedua, Khilafah menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan sektor produktif. Dengan hadirnya lapangan kerja yang banyak, kesejahteraan ekonomi pun terjamin. Dengan demikian rakyat tidak akan kesulitan membeli pangan yang bergizi.

Ketiga, menerapkan sistem ekonomi Islam. Khilafah mengelola pos-pos anggaran pemasukan dan belanja negara sesuai ketetapan syariat. Semuanya berasal dari berbagai sumber yang masing-masing berpotensi memiliki jumlah besar dan peruntukannya harus sesuai syariat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Khilafah juga memastikan meratanya distribusi harta kekayaan dan tepat sasaran berdasarkan data yang valid. Khilafah meminimalkan bahkan berupaya agar tidak terjadi inflasi, sekaligus menjaga daya beli masyarakat. Masyarakat tidak perlu membayar dengan harga tinggi untuk bisa mendapatkan makanan bergizi dan berkualitas terbaik. 

Inilah sesungguhnya solusi mendasar yang dibutuhkan. Bahkan dengan hadirnya Islam dalam aturan negara, bukan hanya kebutuhan pangan bergizi saja yang terpenuhi. Tetapi juga kebutuhan pokok lainnya seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, keadilan hukum dan sebagainya.

Maka, tak ada lagi alasan berharap pada sistem kapitalisme. Segeralah bergerak dan berjuang dalam barisan kelompok dakwah ideologis untuk menghadirkan institusi yang menerapkan Islam secara kafah yang dipimpin oleh Khalifah. Institusi ini adalah Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
(Penulis Artikel Islami)

Opini

×
Berita Terbaru Update