Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dakwah bil Hikmah: Jalan Lembut Para Nabi dalam Menyapa Hati Umat

Sabtu, 10 Mei 2025 | 14:59 WIB Last Updated 2025-05-10T07:59:22Z
TintaSiyasi.id -- Dalam dunia yang kian bising oleh kegaduhan informasi, konflik pemikiran, dan derasnya arus budaya asing, umat Islam memerlukan pendekatan dakwah yang bukan hanya benar dalam substansi, tetapi juga indah dalam penyampaian. Di sinilah Al-Qur’an memberikan petunjuk luar biasa kepada para dai dan penyeru kebenaran melalui firman Allah:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl: 125).

Ayat ini bukan sekadar seruan dakwah, melainkan fondasi metodologis yang mengakar dalam ruh kenabian. Dakwah bil hikmah menjadi kunci keberhasilan para nabi dalam menyentuh hati manusia yang keras sekalipun.

Makna Hikmah dalam Pandangan Para Ulama

Para mufassir (ahli tafsir) sepakat bahwa hikmah adalah inti dari dakwah yang efektif. Namun, mereka memperkaya makna hikmah dengan nuansa-nuansa yang memperluas cakrawala pemahaman kita:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa hikmah adalah ucapan yang benar dan sesuai kenyataan, disampaikan dengan ilmu dan akal yang lurus. Artinya, seorang dai tidak cukup hanya mengetahui kebenaran, tetapi harus pandai menyampaikannya dengan cara yang sesuai dengan nalar dan perasaan audiensnya.

Al-Qurthubi menambahkan bahwa hikmah adalah perkataan yang menembus sasaran dengan ketepatan, kelembutan, dan kebijaksanaan. Di sini hikmah bukan hanya soal isi, tetapi juga emosi dan intuisi dalam berdialog dengan hati manusia.

Imam Al-Sa’di menekankan bahwa hikmah adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, yakni menyeru manusia sesuai dengan tingkat akal, kondisi, dan kesiapan mereka.

Al-Baghawi melihat hikmah sebagai ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah, serta pemahaman yang mendalam terhadap keduanya.

Dari keempat pandangan tersebut kita memahami bahwa hikmah adalah perpaduan antara ilmu, kelembutan, ketepatan, dan kebijaksanaan spiritual.

Hikmah dalam Praktik Dakwah Para Nabi

Nabi Muhammad Saw. adalah teladan sempurna dalam dakwah bil hikmah. Ketika beliau berdakwah kepada masyarakat Quraisy yang keras kepala, beliau tidak memaksa, tidak mencaci, bahkan tidak membalas kejahatan dengan keburukan. Alih-alih membalas, beliau memilih kesabaran, doa, dan kebaikan yang menyentuh hati mereka.

Lihatlah bagaimana beliau bersikap kepada seorang Badui yang kencing di masjid. Para sahabat marah, tetapi Rasulullah menegur dengan lemah lembut. Beliau tahu, marah tidak akan memperbaiki akhlak sang Badui, tetapi kasih sayang bisa mengubah jiwa yang kasar menjadi lembut. Inilah hakikat hikmah dalam dakwah, yakni mengobati, bukan menghakimi. Mengajak, bukan memaksa. Merangkul, bukan menyingkirkan.

Mengapa Dakwah bil Hikmah Sangat Diperlukan Hari Ini?

Di era digital saat ini, opini berseliweran tanpa kendali. Orang bisa menyampaikan kebenaran, tetapi dengan cara yang kasar, mencela, atau merendahkan. Akibatnya, bukan hidayah yang hadir, tetapi penolakan yang mengeras.

Dakwah bil hikmah menjadi pelita yang menenangkan dan membuka hati masyarakat:

1. Karena manusia lebih mudah menerima kebenaran yang disampaikan dengan kasih sayang.
2. Karena tidak semua orang berada di tingkat pemahaman dan kesiapan yang sama.
3. Karena dakwah adalah seni menyentuh hati, bukan sekadar menyalurkan ilmu.
4. Karena tujuan dakwah adalah mengantar manusia menuju Allah, bukan memenangkan debat.

Menjadi Dai yang Bijak: Hikmah sebagai Gaya Hidup

Untuk menjadi dai yang bijak dan menghidupkan hikmah dalam dakwah, ada beberapa prinsip yang perlu dipegang:

Memahami kondisi mad‘u (objek dakwah): Kenali siapa yang sedang kita ajak bicara. Anak muda? Cendekiawan? Masyarakat awam? Cara mendekatinya tentu berbeda.

Memiliki empati dan kasih sayang: Seorang dai harus merasakan luka umat, memahami kesesatan bukan untuk dihukum, tapi untuk disembuhkan.

Berdoa dan tawakal: Hikmah tidak hanya datang dari kecerdasan, tetapi dari ketulusan hati dan pertolongan Allah.

Belajar dan terus belajar: Dakwah bil hikmah butuh kedalaman ilmu, wawasan, dan pengalaman ruhani yang matang.

Penutup: Menjadi Cahaya dalam Kegelapan

Hikmah adalah cahaya yang menerangi jalan dakwah. Tanpa hikmah, kebenaran bisa terasa pahit. Dengan hikmah, kebenaran terasa manis dan menyejukkan.

Mari kita hayati kembali pesan Al-Qur’an yang agung ini, bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan, tetapi mengajak dengan kelembutan, mengobati dengan kasih sayang, dan menjadi cahaya dalam kegelapan hati manusia.

Inilah warisan para nabi. Inilah jalan para salafush shalih. Inilah tugas kita sebagai pewaris dakwah, yakni berdakwah dengan hikmah, agar hidayah Allah mengetuk hati umat.

Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi  Spiritual. Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update