Tintasiyasi.id.com -- Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan meningkatnya kasus hubungan sedarah atau incest, baik yang terungkap melalui media maupun yang tersembunyi dalam catatan lembaga perlindungan anak dan lembaga hukum.
Fenomena ini bukan hanya mengundang keprihatinan, tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar: ada apa dengan sistem sosial kita? Apakah ini sekadar kasus kriminal individual, atau gejala dari krisis moral yang lebih dalam?
Jika ditelusuri secara lebih mendalam, fenomena ini mencerminkan krisis sistemik yang bersumber dari ideologi yang melandasi kehidupan masyarakat kita saat ini, yaitu kapitalisme sekuler.
Sistem ini menjunjung tinggi kebebasan individu tanpa batas serta berlandaskan pada prinsip materialisme, yang berujung pada kerusakan tatanan keluarga dan nilai-nilai moral yang dulu dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Kapitalisme sekuler, yang kini menjadi landasan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, hukum, media, dan kebijakan publik, telah menciptakan ruang besar bagi tumbuhnya kebebasan tanpa batas yang salah arah.
Dalam sistem ini, nilai-nilai agama dan norma sosial dianggap sebagai penghambat perkembangan individu. Segala bentuk larangan dan batasan sering dipersepsikan sebagai bentuk represi terhadap hak asasi manusia, termasuk dalam hal ekspresi seksual.
Alhasil, masyarakat menjadi permisif terhadap berbagai bentuk penyimpangan, termasuk hubungan sedarah, yang sebelumnya dianggap tabu dan menjijikkan.
Kapitalisme Sekuler dan Dekadensi Moral
Kapitalisme sekuler tidak sekadar sistem ekonomi, tetapi telah menjelma menjadi ideologi hidup yang mempengaruhi cara pandang manusia terhadap diri, keluarga, dan masyarakat. Dalam kerangka ini, kebebasan individu—termasuk dalam urusan seksual—didewakan. Nilai-nilai religius dan norma sosial tradisional dianggap ketinggalan zaman dan tidak relevan.
Media massa dan industri hiburan memainkan peran besar dalam menyebarkan pandangan liberal ini. Konten-konten yang menggambarkan hubungan seksual bebas, eksploitasi tubuh, bahkan inses, disajikan secara vulgar dan terus-menerus, membuat masyarakat, terutama generasi muda, terbiasa dan akhirnya kehilangan sensitivitas moral.
Perilaku menyimpang tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang perlu dihindari, tetapi sebagai ekspresi diri yang sah-sah saja. Inilah bentuk nyata dekadensi moral yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler.
Islam dan Khilafah: Solusi Sistemik
Berbeda secara diametral dengan kapitalisme sekuler, Islam hadir dengan seperangkat aturan yang menyeluruh dan menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Islam tidak memisahkan agama dari urusan kehidupan duniawi. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan Islam terhadap berbagai persoalan, termasuk rusaknya moral dan keluarga, bersifat sistemik dan holistik.
Dalam Islam, keluarga adalah institusi yang sangat penting. Ia merupakan tempat pertama dan utama bagi pembentukan karakter individu. Keluarga dalam Islam tidak dibangun atas dasar kepentingan individual, tetapi atas dasar ibadah kepada Allah dan tanggung jawab kolektif dalam mencetak generasi yang bertakwa.
Peran ayah, ibu, dan anak diatur jelas, termasuk batasan-batasan dalam hubungan antaranggota keluarga. Penerapan Islam secara menyeluruh tidak mungkin dilakukan tanpa adanya institusi politik yang menjalankannya, yakni khilafah. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah dan melindungi umat dari segala bentuk kerusakan, termasuk kerusakan moral.
Peran Strategis Keluarga dalam Sistem Khilafah
Dalam sistem khilafah, negara bertanggung jawab memastikan keluarga dibina dengan landasan akidah Islam. Pendidikan keluarga diarahkan untuk menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaatan terhadap syariat sejak dini.
Suami sebagai pemimpin rumah tangga dibekali dengan tsaqafah Islam agar mampu menjadi teladan dan pembimbing. Istri didorong untuk menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, bukan hanya dalam ilmu dunia, tetapi terutama dalam hal keimanan dan akhlak.
Selain itu, Islam menetapkan aturan-aturan interaksi sosial yang ketat. Islam melarang khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan nonmahram), mewajibkan penutupan aurat, dan mengatur pergaulan agar tetap dalam koridor syariat. Tujuannya jelas: menjaga kesucian diri dan mencegah peluang munculnya perilaku menyimpang.
Pendidikan dan Dakwah: Pilar Utama Pencegahan
Dalam Islam, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mencerdaskan otak, tetapi juga untuk membentuk kepribadian yang Islami. Sistem pendidikan dalam khilafah tidak akan mengajarkan relativisme moral atau kebebasan seksual, tetapi menanamkan nilai ketaatan kepada Allah dan pentingnya menjaga kehormatan diri.
Dakwah pun menjadi bagian integral dari masyarakat Islam. Dakwah bukan semata tugas ulama atau tokoh agama, tetapi kewajiban kolektif yang didukung negara. Setiap anggota masyarakat akan terus diingatkan dan diajak untuk hidup sesuai dengan syariat, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya akhlak mulia.
Penegakan Hukum Syariah Secara Tegas dan Adil
Islam tidak hanya berhenti pada tataran pencegahan, tetapi juga memiliki sistem hukum yang tegas dan adil untuk menindak pelanggaran syariah. Dalam hal hubungan sedarah, misalnya, pelaku akan dikenai hukuman berat sebagai bentuk pencegahan (zajr) dan penebusan dosa (kafarah).
Peradilan dalam Islam bersifat independen dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan atau kepentingan kelompok tertentu. Dengan demikian, hukum dapat ditegakkan secara objektif dan adil.
Kesimpulan: Saatnya Kembali pada Islam Kaffah
Maraknya hubungan sedarah dalam masyarakat saat ini adalah alarm bahaya bagi kita semua. Ini bukan semata krisis moral personal, tetapi gejala dari sistem hidup yang rusak. Kapitalisme sekuler telah gagal menjaga kehormatan manusia dan keutuhan keluarga. Sistem ini membuka ruang bagi kebebasan yang tanpa arah, merusak norma sosial dan akidah umat.
Sebaliknya, Islam melalui sistem khilafah menawarkan solusi yang tidak hanya bersifat individual, tetapi juga struktural. Dengan penerapan syariat secara menyeluruh, pembinaan keluarga yang kokoh, pendidikan yang Islami, dan penegakan hukum yang tegas, umat dapat terbebas dari kerusakan moral yang mengancam generasi.
Sudah saatnya kita tidak lagi berharap pada tambal sulam sistem sekuler. Kita harus memiliki visi besar untuk membangun kembali peradaban Islam yang beradab, adil, dan diridhai Allah SWT.
Perjuangan menegakkan khilafah bukanlah sekadar mimpi, melainkan kebutuhan mendesak demi menyelamatkan umat dari jurang kehancuran moral dan sosial yang semakin menganga.[]
Oleh: Prayudisti Shinta.P
(Aktivis Muslimah)