Tintasiyasi.id.com -- Sungguh menggemparkan. Dilansir dari Antaranews.com, TNI angkatan laut dikabarkan berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 1,9 ton narkoba yang memasuki perairan Indonesia melalui Selat Durian, Kepulauan Riau. Dengan rincian, 705 kilogram sabu dan 1,2 ton kokain.
Sebelumnya, di Jakarta Utara, tepatnya di wilayah Pantai Indah Kapuk, Polda Metro berhasil mengungkap kasus peredaran narkotika dan menyita narkotika sejenis sabu seberat 10 kilogram (metrotvnews.com 20-4-2025)
Fenomena ini menggambarkan bahwa Indonesia layaknya pasar narkoba. Peredarannya yang terus meningkat tentunya beriringan dengan jumlah pengguna yang semakin besar. Maraknya peredaran narkoba disebabkan permintaan akan narkoba itu sendiri tinggi dan banyak masyarakat yang tergiur akan bisnis narkoba yang menjanjikan keuntungan yang besar lagi instan.
Sebagaimana yang telah dikabarkan melalui laman Beritasatu.com, potensi nilai transaksi belanja narkoba di Indoneia diperkirakan tembus hingga Rp 524 triliun pertahun.
Munculnya gaya hidup masyarakat yang hedonis, materialis, dan liberal seperti itu bukanlah tanpa sebab atau muncul begitu saja.
Melainkan, sebagian masyarakat telah terpengaruh paham sekularisme, yaitu paham yang memisahkan ajaran agama dari kehidupan. Sehingga, masyarakat beranggapan bahwa mereka berhak mengatur hidup, mencari kebahagiaan dan kepuasan dengan caranya sendiri. Tidak peduli lagi halal haram dan bahkan tidak peduli apakah akan ada kerugian/bahaya yang ditimbulkannya.
Selain itu, paham sekularisme juga melahirkan paham kapitalisme. Paham yang mengajarkan bahwa keuntungan/kepuasan materi berada di atas segalanya. Akhirnya memunculkan anggapan di tengah-tengah masyarakat, bahwa selama bisnis narkoba dapat memberikan keuntungan yang fantastis, maka tidak ada alasan untuk berhenti menjalankannya.
Bayangkan, generasi saat ini tengah berhadapan langsung dengan maraknya peredaran bahan yang memabukkan dan dapat merusak akal serta jiwa. Bahkan anggaran negara untuk upaya mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 dengan SDM yang sehat dan berkualitas belum sebanding dengan keuntungan yang dihasilkan dari transaksi bisnis narkoba.
Misalnya, program Makan Bergizi Gratis pada 2025. Anggaran yang dibutuhkan untuk program tersebut ialah sebesar Rp 71 triliun (berisatu.com 13-5-2025).
Bayangkan, Rp 524 triliun berhadapan dengan Rp 71 triliun!
Negara Indonesia sendiri sudah menyadari bahwa Indonesia darurat narkoba dan negara harus segera mengambil tindakan untuk memberantas peredarannya. Atas kesadaran tersebut, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengadakan penguatan kolaborasi, penguatan intelijen pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (berisatu.com 13-5-2025).
Namun, upaya-upaya yang dikerahkan oleh negara belum kunjung menuaikan hasil. Sampai sekarang kurir-kurir bisnis narkoba masih berkeliaran, produsen dan pengedar utama alias gembong narkobanya pun jarang tersentuh.
Ditambah penindakan hukum yang setengah hati dan sering kali meng-kambing hitamkan pelaku-pelaku kecilnya sebagai korban. Selain itu, keterlibatan oknum mungkin saja terjadi di negara ini yang sejatinya menganut sistem sekular-kapitalis yang menjunjung tinggi kebebasan dan keuntungan.
Sebenarnya, Islam telah menyediakan solusi-solusi tuntas terkait bagaimana memberantas peredaran narkoba hingga ke akarnya. Terlebih lagi dalam Islam, narkoba adalah barang haram yang dapat menimbulkan kerusakan akal, fisik, bahkan jiwa manusia.
Disamping itu, penjagaan terhadap jiwa dan akal merupakan bagian dari maqashid syariah, yakni tujuan utama diterapkannya aturan Islam atau hukum syariah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam benar-benar serius dalam memelihara kesehatan jiwa dan akal setiap manusia. Sebab, apabila manusia telah rusak akalnya, maka ia tidak akan mampu memahami kebenaran dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah.
Dalam Islam, tidak hanya narkoba yang diharamkan. Bahan-bahan yang mengandung dzat adiktif lainnya pun turut diharamkan. Bahkan perbuatan mengonsumsinya dikatakan termasuk perbuatan setan. Sebagaimana, firman Allah swt, dalam Qur’an surah Al-Maidah ayat 90, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Meskipun pada ayat tersebut secara eksplisit hanya disebutkan khamr, berdasarkan kesepakatan para ulama, segala dzat yang memabukkan atau melemahkan kesadaran (termasuk narkoba) turut masuk dalam kategori yang sama dan hukumnya haram. Berikut merupakan solusi-solusi yang Islam tawarkan agar dapat memberantas narkoba hingga ke akarnya.
Pertama, ditegakkannya sanksi yang tegas bagi pengguna, terlebih lagi bagi pengedar dan produsen berupa sanksi ta’zir yang kadar hukumannya ditentukan oleh hakim/negara sesuai tingkat pelanggaran. Adapun sanksi yang diberikan kepada pelaku, tentu berupa sanksi yang akan menimbulkan efek jera bagi pelaku dan menyelamatkan jiwa pelaku dari kehancuran lebih lanjut.
Sementara bagi pengedar dan narkoba, hukumannya akan jauh lebih berat, bahkan bisa sampai hukuman mati. Hal ini disebabkan tingkat kerusakan dari tindakan mereka yang sangat besar, yakni mengancam dan membahayakan masyarakat luas, serta merusak generasi.
Kedua, dijalankannya upaya preventif dengan mendirikan pendidikan berbasis Islam secara gratis dan merata bagi masyarakat. Yaitu pendidikan yang bukan hanya memiliki visi mencetak generasi yang kaya ilmu pengetahuan saja, melainkan juga memiliki visi mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap (kepribadian) Islam. Sehingga masyarakat akan didominasi oleh individu-individu yang kokoh keimanannya.
Dengan begitu, terbentuklah lingkungan yang islami, dipenuhi masyarakat yang bertakwa dan menjauhi segala macam praktik yang berkaitan dengan narkoba atau hal-hal yang dapat memabukkan lainnya.
Agar dapat menerapkan solusi-solusi Islam tersebut, tentu diperlukan negara yang bertanggung jawab penuh dalam melindungi rakyatnya dengan bersedia mengambil Islam sebagai sistem negara. Negara tersebut tidak lain tidak bukan ialah negara Khilafah Islamiyyah.[]
Oleh: Sabila Herianti
(Aktivis Muslimah)