Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lima Keheranan Abdullah bin Mas'id: Cermin Kehidupan Seorang Mukmin

Jumat, 23 Mei 2025 | 08:03 WIB Last Updated 2025-05-23T01:03:47Z


TintaSiyasi.id -- Dalam perjalanan hidup yang serba cepat dan penuh godaan dunia, nasihat para sahabat Nabi ﷺ menjadi oase yang menyejukkan jiwa. Salah satunya adalah nasihat emas dari Abdullah bin Mas‘ūd radhiyallāhu ‘anhu, seorang sahabat mulia yang dikenal dengan kedalaman ilmunya, kezuhudan hidupnya, dan ketakwaannya kepada Allah.

Ia berkata dengan nada penuh keheranan:

"Aku heran terhadap manusia yang tertipu dalam lima hal..."

1. Heran terhadap orang yang memiliki kelebihan dunia, tapi tidak menyiapkan bekal saat fakir

Manusia sering kali terlena dengan kelapangan hidup. Saat rezeki melimpah, ia lupa bahwa dunia berputar dan tidak ada yang menjamin kelanggengan nikmat.

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..."
(QS. Al-Baqarah: 195)

Abdullah bin Mas‘ūd mengingatkan bahwa kekayaan seharusnya menjadi bekal di waktu sulit, bukan alat kesombongan yang melalaikan. Wara’ berarti berhati-hati menggunakan harta, tidak menunda amal sedekah, dan menyadari bahwa dunia ini hanyalah titipan.

2. Heran terhadap lisan yang mengikuti hawa nafsu, tapi enggan berdzikir dan membaca Al-Qur'an

"Aku heran terhadap lisan yang bisa berbicara, namun ia lebih memilih mengikuti hawa nafsu daripada berdzikir dan membaca Al-Qur'an."

Betapa sering lidah ini digunakan untuk hal yang sia-sia: mengeluh, bergosip, bahkan berkata kotor. Padahal Allah telah mengingatkan:

"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya."
(QS. Al-Ahzab: 41)

Orang yang wara’ akan menjaga lisannya dari kata yang tidak bermanfaat. Ia sibuk menghidupkan hatinya dengan menyebut nama Allah, karena ia tahu bahwa dzikir adalah nafas ruhani yang menyehatkan batin.

3. Heran terhadap orang yang sehat dan punya waktu luang, tapi tidak memanfaatkan untuk berpuasa

"Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang."
(HR. Bukhari)

Sehat dan waktu luang adalah nikmat besar yang bisa menjadi jalan menuju surga. Abdullah bin Mas‘ūd heran mengapa banyak orang tidak memanfaatkan momen ini untuk berpuasa sunnah — tiga hari dalam sebulan, Senin-Kamis, atau bahkan puasa Daud.

Padahal Allah telah menyiapkan pahala besar:

"Puasa adalah perisai..." (HR. Bukhari)
"Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun." (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang wara’ adalah mereka yang tidak menunda kebaikan. Ia menjadikan puasanya sebagai cara mendekat kepada Allah dan memperbaiki dirinya.

4. Heran terhadap orang yang selalu tidur sampai pagi, tapi tidak bangun malam walau sebentar

Shalat malam adalah ibadah yang penuh keutamaan, namun sering kali disepelekan. Abdullah bin Mas‘ūd heran: mengapa seorang mukmin tidak berusaha bangun meskipun hanya dua rakaat?

"Bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya)."
(QS. Al-Muzzammil: 2)

"Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR. Muslim)

Orang yang wara’ menjadikan malam sebagai saat paling sunyi untuk bermunajat, menumpahkan airmata, dan mencurahkan segala kegundahan kepada Rabb-nya. Ia tahu, keberkahan hidup sering kali lahir dari sujud di sepertiga malam terakhir.

5. Heran terhadap orang yang berani bermaksiat, padahal tahu akibatnya di akhirat

Terakhir, Abdullah bin Mas‘ūd menyentuh inti kesadaran seorang mukmin: takut kepada akhirat. Ia heran mengapa seseorang berani bermaksiat, padahal tahu bahwa semua amal akan dihisab.

"Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihatnya (pula)."
(QS. Az-Zalzalah: 6–8)

Orang yang wara’ tidak hanya takut pada murka Allah, tapi juga malu jika perbuatannya ditampakkan di hadapan seluruh makhluk di hari kiamat.

Wara’: Kunci Keselamatan Jiwa
Kelima keheranan ini menunjukkan bahwa Abdullah bin Mas‘ūd hidup dengan hati yang penuh muraqabah — merasa diawasi oleh Allah. Itulah hakikat wara’, yang dalam Tanbīh al-Ghāfilīn karya Abu Laits al-Samarqandi dijelaskan sebagai:

"Meninggalkan yang halal karena khawatir jatuh kepada yang haram, dan meninggalkan yang mubah karena takut kepada siksa Allah."

Wara’ bukan sekadar menjauhi dosa besar, tetapi sebuah sensitivitas ruhani terhadap kerusakan hati, lalai, dan dunia yang memperdaya.

Penutup: Cermin Diri untuk Setiap Muslim
Nasihat ini adalah cermin untuk setiap hati yang beriman. Mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing:

Apakah kita menggunakan harta kita sebagai bekal akhirat?

Apakah lisan kita dipenuhi dzikir atau kelalaian?

Apakah waktu luang dan kesehatan kita dimanfaatkan untuk mendekat kepada Allah?

Apakah malam-malam kita menjadi ruang doa atau hanya terlelap dalam tidur?

Apakah kita sadar bahwa setiap maksiat akan ditampakkan di hari pengadilan?

Mari kita hidup dengan kesadaran dan ketakwaan, agar kita termasuk golongan yang tidak tertipu oleh dunia, dan selamat di akhirat.

"Demikianlah salah satu tanda-tanda wara', sebagaimana disebutkan dalam Tanbīh al-Ghāfilīn karya Abu Laits al-Samarqandi. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang berhati-hati dalam hidup dan selamat dalam hisab."

Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update