Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kunci Bahagia dalam Al-Qur'an: Jalan Menuju Kedamaian Sejati

Kamis, 22 Mei 2025 | 21:06 WIB Last Updated 2025-05-22T14:06:20Z

TintaSiyasi.id -- Pendahuluan: Mencari Bahagia dalam Dunia yang Sibuk

Setiap insan mendambakan kebahagiaan. Di balik kesibukan mengejar harta, jabatan, dan pujian, tersimpan harapan sederhana, yakni ingin hidup tenang dan bahagia. Namun, tak jarang manusia tersesat dalam labirin ambisi duniawi, lalu bertanya-tanya, “Ke mana arah kebahagiaan sejati?”

Al-Qur’an, kitab suci yang diturunkan sebagai petunjuk hidup, telah membimbing umat manusia bukan hanya menuju keselamatan akhirat, tetapi juga kebahagiaan di dunia. Kebahagiaan bukan semata perasaan senang sesaat, melainkan kedamaian hati yang kokoh, bahkan di tengah badai kehidupan. Mari kita renungkan bersama kunci-kunci kebahagiaan dalam Al-Qur’an.

1. Iman dan Amal Shalih: Fondasi Bahagia Sejati

Allah berfirman:
"Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami akan beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. An-Nahl: 97).

Inilah janji Allah: hayaatan thayyibah, kehidupan yang baik, damai, dan bahagia. Kuncinya adalah iman yang hidup dan amal shalih yang berkesinambungan. Kebahagiaan bukan hanya hasil dari apa yang kita miliki, tetapi dari siapa diri kita di hadapan Allah.

Iman membuat hati stabil, amal shalih menyalakan cahaya kehidupan. Orang yang beriman memandang musibah sebagai ujian, bukan kutukan. Ia beramal bukan demi pengakuan, tetapi demi keridhaan.

2. Dzikir dan Kedekatan dengan Allah: Penawar Gelisah

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28).

Di tengah hiruk pikuk dunia, dzikir adalah oasis ketenangan. Manusia modern kerap diliputi kecemasan, stres, dan depresi. Al-Qur’an menunjukkan bahwa akar dari kegelisahan adalah jauhnya hati dari Allah.
Dzikir bukan sekadar ucapan, tetapi kesadaran hati bahwa kita selalu diawasi, dicintai, dan dituntun oleh Allah. Saat hati melekat kepada-Nya, dunia tak lagi menakutkan.

3. Qana’ah dan Syukur: Sumber Ketenangan Hati

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…”
(QS. Ibrahim: 7).

Qana’ah yaitu rasa cukup terhadap pemberian Allah adalah kunci penting kebahagiaan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa syukur bukan hanya ucapan, tetapi cara pandang, melihat karunia Allah di setiap keadaan, bukan kekurangannya.

Orang yang bersyukur memiliki hati lapang. Ia tidak sibuk membandingkan nasib. Ia tidak gelisah oleh apa yang belum dimiliki karena ia sadar bahwa yang dimilikinya adalah anugerah terbesar saat ini.

4. Tawakal dan Sabar: Pilar Ketenangan dalam Ujian

“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (QS. At-Talaq: 3).

Kebahagiaan sejati bukan karena hidup tanpa masalah, tetapi karena memiliki tawakal dan sabar dalam menjalaninya. Orang yang bertawakal yakin bahwa hasil bukan di tangannya, melainkan di tangan Allah. Maka, ia bekerja dengan tenang, tanpa beban berlebihan.

Sabar bukan pasrah tanpa usaha, tetapi kekuatan untuk tetap melangkah dengan keyakinan. Al-Qur’an menyebut sabar lebih dari 70 kali, menandakan bahwa kesabaran adalah jalan panjang menuju kedamaian jiwa.

5. Husnuzhan dan Pemaafan: Melepaskan Diri dari Belenggu Luka

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).

Banyak orang tidak bahagia bukan karena kekurangan, tetapi karena hatinya penuh luka, dendam, dan curiga. Al-Qur’an mengajarkan husnuzhan, yaitu berprasangka baik kepada Allah dan manusia, sebagai cara hidup yang menyembuhkan.

Memaafkan bukan berarti lemah, tetapi tanda hati yang kuat. Memaafkan adalah membebaskan diri dari belenggu kebencian yang hanya menyiksa jiwa.

6. Berbuat Baik dan Menebar Manfaat: Jalan Kelapangan Jiwa

“Tidak ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60).

Orang yang paling bahagia adalah orang yang paling banyak memberi. Kebahagiaan itu datang ketika kita menjadi sumber manfaat. Al-Qur’an memberi petunjuk untuk berbuat baik, menolong sesama, dan menjaga hubungan sosial. Memberi tidak mengurangi, justru memperkaya jiwa.

Penutup: Menemukan Bahagia dengan Cahaya Al-Qur’an

Bahagia bukan sekadar perasaan yang datang dan pergi. Bahagia adalah kondisi hati yang dibimbing oleh cahaya wahyu. Al-Qur’an bukan hanya kitab hukum, tetapi juga kitab hati yang mengajarkan bagaimana menjalani hidup dengan penuh makna, lapang dada, dan ketenangan yang hakiki.

Ketika hidup dibingkai oleh iman, dihiasi dzikir, dipenuhi syukur, dan dituntun oleh Al-Qur’an, maka kita akan sampai pada satu titik di mana dunia tidak lagi menipu kita, dan hati kita berkata: “Rabb-ku cukup bagiku, Dialah sumber bahagiaku.”

Akhir Kata

Mari kita jadikan Al-Qur’an sebagai kompas kebahagiaan. Buka hati kita untuk memahami dan mengamalkannya. Niscaya, Allah akan bukakan jalan-jalan kedamaian, sebagaimana firman-Nya:

"Dan Allah menyeru ke Darussalam (kampung kedamaian), dan menunjuki siapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus.”
(QS. Yunus: 25).

Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis  Buku Gizi Spiritual. Dosen pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update