Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ketika Ketidakpastian Menjadi Kepastian: Refleksi di Tengah Dunia yang Terus Berubah

Senin, 26 Mei 2025 | 12:22 WIB Last Updated 2025-05-26T05:22:12Z

TintaSiyasi.id -- "Di dunia ini, satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian."
Kalimat ini terdengar sederhana, namun mengandung kedalaman makna yang tak ternilai. Ia menggugah kesadaran kita akan sifat dasar kehidupan: berubah, bergerak, dan tak pernah statis. Dunia bukan tempat kepastian, melainkan ladang ujian, di mana segala hal dapat berubah dalam sekejap mata—dari sehat menjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dari tertawa menjadi tangis, dan dari pertemuan menuju perpisahan.

Kepastian yang Rapuh dalam Dunia yang Sementara

Banyak manusia menaruh seluruh harapannya pada dunia. Mereka membangun mimpi di atas tumpukan harta, jabatan, nama baik, dan relasi. Tapi waktu membuktikan bahwa semua itu fana. Rumah mewah bisa roboh, kekuasaan bisa runtuh, cinta bisa luntur, bahkan orang-orang terkasih pun bisa pergi tanpa aba-aba.

Betapa banyak yang merancang masa depan dengan rapi, namun dalam sekejap takdir membelokkan arah. Betapa sering kita menyusun jadwal harian, lalu tiba-tiba sakit datang, musibah menimpa, atau kabar duka mengetuk. Ketidakpastian menyelinap di antara rencana manusia, memporak-porandakan keangkuhan dan mengingatkan bahwa kita bukan penguasa waktu—kita hanya penumpang singkat dalam arus takdir Allah.

Mengelola Ketidakpastian: Antara Tawakal dan Ikhtiar

Lantas, apakah kita harus menyerah dalam ketidakpastian ini? Tidak. Justru dari ketidakpastian itu kita belajar tentang keimanan. Karena dalam Islam, tidak ada istilah "tak tahu arah", yang ada adalah tawakal kepada Zat yang Maha Mengetahui arah.

Allah SWT berfirman:

“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).”
(QS. Ath-Thalaq: 3)

Tawakal bukan sikap pasrah tanpa usaha. Ia adalah perpaduan antara ikhtiar yang sungguh-sungguh dan kepercayaan total pada keputusan Allah. Kita menanam benih, menyiram, dan merawat, tapi hasilnya kita serahkan kepada-Nya. Kita boleh merencanakan hari esok, namun kita harus siap jika Allah memilih jalan yang berbeda.

Di sinilah seni hidup berada: mengelola harapan tanpa menggantungkan hati pada dunia. Menyusun cita-cita dengan sungguh-sungguh, namun tetap siap menerima skenario Allah yang lebih bijak.

Ketidakpastian Adalah Jembatan Menuju Kepastian Akhirat

Ketidakpastian hidup sejatinya mengarahkan kita pada satu-satunya kepastian mutlak: kematian dan kehidupan setelahnya.
Setiap yang hidup pasti akan mati. Setiap yang bernyawa pasti akan kembali kepada-Nya. Inilah keniscayaan yang tak bisa ditunda dan tak bisa ditawar. Maka bijaklah jika hidup ini dijalani dengan perspektif akhirat—karena hanya di sanalah ada ketetapan abadi: surga atau neraka, ridha atau murka.

Ketika kita menyadari bahwa dunia adalah tempat singgah, maka kita tidak akan terlampau kecewa saat gagal, dan tidak akan terlalu sombong saat berhasil. Karena yang hakiki bukan apa yang kita miliki sekarang, tapi siapa kita di hadapan Allah.

Hikmah di Balik Ketidakpastian: Latihan Tertinggi Kesabaran

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, sabar bukan sekadar pilihan, tapi keharusan. Sabar dalam menunggu jawaban doa. Sabar dalam menghadapi ujian. Sabar dalam melepaskan yang dicinta. Sabar dalam menerima takdir yang berbeda dari rencana.

Sabar adalah jalan para Nabi. Ketika Nabi Ya’qub kehilangan Yusuf, ia berkata: “Fashabrun jamil.” Ketika Nabi Muhammad disakiti, diusir, dan difitnah, beliau bersabar karena tahu bahwa ketidakpastian dunia tak sebanding dengan kemuliaan balasan Allah.

Ketidakpastian memaksa kita untuk menggantungkan hati hanya kepada-Nya. Saat manusia mengecewakan, saat rencana gagal, saat doa belum dikabulkan—di sanalah iman diuji. Dan di situlah kita menemukan makna terdalam dari kalimat:
“Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Dia sebaik-baik pelindung.” (QS. Ali Imran: 173)

Menghadapi Ketidakpastian dengan Jiwa yang Tenang

Bagaimana agar hati tetap tenang di tengah ketidakpastian? Kuncinya adalah hubungan yang intim dengan Allah: memperbanyak dzikir, memperdalam ilmu, memperbaiki amal, dan mengosongkan hati dari ketergantungan pada dunia.

Hati yang tertambat pada Allah tak akan goncang ketika dunia berguncang. Ia tetap tenang, karena yakin bahwa Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya. Ia percaya bahwa setiap musibah menyimpan pelajaran. Setiap keterlambatan adalah bentuk penjagaan. Dan setiap air mata yang jatuh, pasti Allah tampung untuk diganti dengan senyum yang lebih indah.

Penutup: Berlayar dalam Ketidakpastian, Berlabuh di Kepastian Ilahi

Ketidakpastian hidup bukanlah musuh. Ia adalah guru. Ia mengajarkan kita untuk rendah hati, untuk berserah, dan untuk mengasah kualitas iman. Dalam dunia yang serba tidak pasti, hanya satu yang tak berubah: Kasih Sayang Allah.

Maka jangan takut dengan perubahan, jangan gentar menghadapi hari esok, karena yang menggenggam hidupmu bukan keadaan—tetapi Tuhan yang Maha Bijaksana.

Selama hati kita tertambat pada-Nya, maka kita tidak pernah benar-benar kehilangan arah.
Karena dalam ketidakpastian dunia, ada kepastian yang tak tergoyahkan: Allah selalu bersama kita.

Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo )

Opini

×
Berita Terbaru Update