Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jejak Abadi di Bumi dan Langit: Menjadi Hamba yang Dikenal Langit Meski Dilupakan Dunia

Kamis, 15 Mei 2025 | 08:51 WIB Last Updated 2025-05-15T01:52:14Z

TintaSiyasi.id -- "Mereka adalah orang-orang yang tidak dikenal di bumi, tetapi terkenal di langit. Mereka tidak menuntut pujian manusia, tetapi Allah mencintai mereka dan para malaikat menyebut-nyebut nama mereka." (Hikmah Ulama)

Pendahuluan: Saat Usia Terus Bertambah, Apa yang Kita Tinggalkan?

Setiap hari, usia kita berkurang. Waktu berjalan, kehidupan terus melaju, dan dunia tak pernah berhenti menawarkan pesonanya. Kita belajar, bekerja, bercita-cita, membangun keluarga, dan mengejar keberhasilan. Namun, satu pertanyaan mendasar sering terabaikan:
“Setelah aku tiada nanti, apa yang akan aku tinggalkan untuk dunia, untuk umat, dan untuk akhiratku?”

Sebagian orang meninggalkan gedung, kekuasaan, atau kekayaan, namun semua itu tak lama dikenang. Sebagian lain meninggalkan ilmu, kebaikan, dan cinta, dan nama mereka abadi di hati manusia serta dicintai oleh penduduk langit. Inilah yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai amal jariyah—jejak yang tak pernah mati.

1. Hidup yang Berarti Bukan Soal Popularitas, Tapi Soal Manfaat

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Ahmad)

Dalam dunia yang dipenuhi budaya viral dan gemerlap popularitas, Islam mengajarkan bahwa nilai hidup bukan pada seberapa dikenal, tapi seberapa bermanfaat. Kita tidak diukur dari jumlah pengikut, jumlah like, atau seberapa besar nama kita ditulis orang. Kita diukur dari apa yang kita berikan kepada sesama, kepada umat, dan kepada peradaban.

Apakah kita telah:
• Menolong mereka yang membutuhkan?
• Menginspirasi mereka yang hampir menyerah?
• Mendidik generasi agar dekat kepada Allah?
Setiap tindakan kecil bisa menjadi besar di sisi Allah jika dilakukan dengan keikhlasan.

2. Tanda di Alam Semesta: Amal yang Menghidupkan Meski Kita Sudah Mati

Allah memberikan kita kesempatan untuk meninggalkan jejak amal yang tidak terputus meski jasad telah dikubur.
Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Sedekah jariyah adalah tanda fisik kebaikan kita—sumur, masjid, wakaf buku, lembaga pendidikan.
Ilmu yang bermanfaat adalah tanda intelektual dan spiritual kita—tulisan, ceramah, pengajaran yang terus membimbing orang-orang walau kita sudah tiada. Anak saleh adalah tanda biologis dan ruhani—generasi yang kita bentuk, yang meneruskan nilai-nilai Islam di tengah tantangan zaman.

Satu ayat yang kita ajarkan, satu motivasi yang kita ucapkan, bisa menjadi “pelita abadi” bagi seseorang. Maka, jangan remehkan amal kecil.

3. Tugas Kita: Menjadi Hamba yang Dikenal Langit

Tidak semua manusia harus terkenal di bumi. Tapi setiap mukmin seharusnya berusaha agar namanya dikenal di langit. Bagaimana caranya?
• Jaga keikhlasan dalam amal.
• Lakukan kebaikan diam-diam hanya karena Allah.
• Bangun hubungan yang dekat dengan Al-Qur’an.
• Menangis dalam doa malam tanpa pamer.

Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril: 'Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia.' Lalu Jibril pun mencintainya dan berseru kepada penduduk langit: 'Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia.' Maka para penduduk langit mencintainya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah kemuliaan hakiki: dicintai Allah dan penduduk langit.

4. Dunia adalah Ladang Amal, Akhirat Tempat Memanen

Bumi ini adalah tempat bercocok tanam. Setiap ucapan, pikiran, dan tindakan adalah benih. Kita bebas memilih: benih amal atau benih dosa, benih manfaat atau benih kerusakan.
Orang-orang beriman memahami bahwa hidup adalah kesempatan emas untuk menanam benih amal yang akan dipanen di akhirat.

Mereka tak menunggu sempurna untuk berbuat, tak menunggu kaya untuk memberi, dan tak menunggu terkenal untuk menginspirasi.
“Sesungguhnya dunia ini adalah ladang akhirat. Siapa yang menanam, ia akan menuai.” (Ulama salaf)

5. Refleksi: Jika Hari Ini Hari Terakhirku, Apa yang Telah Aku Tinggalkan?

Bayangkan jika malam ini adalah malam terakhir kita. Apakah kita telah:
• Memaafkan dan meminta maaf?
• Memberi manfaat kepada orang-orang sekitar?
• Meninggalkan warisan ilmu atau akhlak?
Kematian bukanlah akhir segalanya, tapi ia adalah gerbang menuju penilaian akhir atas apa yang telah kita lakukan di dunia.

Jika kita tak bisa meninggalkan harta, maka tinggalkanlah nilai.
Jika tak mampu membangun lembaga, bangunlah akhlak dan motivasi pada orang-orang sekitar.
Karena di sisi Allah, yang ditimbang bukan rupa, tapi hati dan amal.

6. Jadilah Energi Positif bagi Umat

Setiap zaman butuh orang-orang yang menjadi:
• Penenang di tengah keresahan,
• Penunjuk jalan di tengah kebingungan,
• Pembangkit semangat di tengah keputusasaan.

Mereka tak perlu berdiri di atas mimbar. Cukup jadi teladan di rumah, sahabat yang menenangkan, guru yang menginspirasi, atau penulis yang menggugah jiwa.
Kita semua punya ladang pengaruh masing-masing. Maka, jadilah penebar cahaya di tempatmu berpijak.

Penutup: Biarlah Namamu Dikenang karena Kebaikan, Bukan karena Ketenarannya

"Hiduplah seperti matahari yang tidak pernah menyebutkan jasanya, tapi cahayanya menghidupkan."

Jangan kejar dunia untuk dikenang, tapi kejarlah keridaan Allah agar amalanmu dikenang langit. Biarlah manusia melupakan kita, asalkan Allah mengingat kita dan mencatat amal kita. Biarlah kita tidak populer, tapi menjadi saksi kemuliaan Islam di tengah zaman yang gelap.

Mari mulai hari ini: tinggalkan jejak, bukan hanya langkah. Tinggalkan nilai, bukan hanya nama.
Karena orang-orang yang benar-benar hidup adalah mereka yang terus memberi kehidupan bagi yang lain—meski mereka telah mati.

(Dr. Nasrul Syarif, M.Si., Penulis buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update