“Tidak boleh menjadikan vasektomi sebagai
syarat yang harus dipenuhi warga, untuk turunnya bantuan sosial (bansos) dari
pemerintah kepada warga,” rilis Kiai Shiddiq kepada TintaSiyasi.ID.
Kiai Shiddiq mengutip dalil jawabannya yang berdasarkan
sabda Rasulullah saw. atau kaidah fikih (al-qawā’id al-fiqhiyyah) yang
berbunyi:
كُلُّ شَرْطٍ
لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ بَاطِلٌ وَلَوْ كَانَ مِئَةَ شَرْطٍ
Kullu syarthin laysa fī kitāb Allāh fahuwa
bāthil walaw kāna mi`ata syarthin. Artinya: Setiap-tiap syarat yang menyalahi
Kitabullah (syariat Islam), maka dia adalah batil, meskipun ada seratus syarat.
(HR al-Bukhari, no. 2168; Muslim, no. 1504; dan Abu Dawud, no. 3929. Muhammad
Shidqī al-Burnū, Mausū’ah al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, Juz VIII, hlm. 419;
Muhammad Mushthofā al-Zuhailī, Al-Qawā’id al-Fiqhiyyah wa Tathbīqātuhā fī al-Madzāhib
al-Arba’ah, Juz II, hlm. 836).
“Vasektomi sendiri merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang haram hukumnya, karena dapat mencegah terjadinya kehamilan
secara permanen. Maka menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos, artinya
menjadikan sesuatu yang haram untuk mendapat bansos, tentu ini tidak boleh dan
tidak dapat dibenarkan dalam agama Islam,” jelasnya.
Lanjut dikatakan, vasektomi sendiri dilakukan
melalui operasi untuk memutuskan saluran vas deferens, yaitu saluran di
dalam penis laki-laki yang menyalurkan sperma keluar dari penis pada saat
ejakulasi. “Dalam operasi vasektomi, dokter akan melakukan pemotongan dan
pengikatan vas deferens itu untuk mencegah sperma berpindah dari testis (buah
zakar) ke uretra (saluran kencing), sehingga vasektomi menjadi metode
kontrasepsi yang efektif bagi laki-laki,” imbuhnya.
“Padahal syariat Islam telah mengharamkan terjadinya
pencegahan kehamilan secara permanen, melalui berbagai cara dan sarana,
termasuk vasektomi tersebut. Pencegahan kehamilan secara permanen telah
diharamkan karena termasuk dalam kategori pengebirian/kastrasi (al-khishā`),
yang telah dilarang oleh Rasulullah saw.. Kebiri atau disebut juga kastrasi atau al-khishā’
adalah pemotongan testis (buah zakar) sebagai upaya untuk menghilangkan syahwat
dan membuat mandul pada seorang laki-laki,” kutipnya dari pendapat Muhammad
Rawwās Qal’ah Jī di dalam kitab Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, hlm. 174.
Ia pun mengutip pandangan dari Imam Taqiyuddin
An-Nabhani (w. 1977) dalam kitabnya Al-Nizhām al-Ijtimā’ī fī al-Islām yang
mengatakan:
فَاسْتِعْمَالُ
الْأَدْوِيَةِ الَّتِي تَمْنَعُ الْحَمْلَ نِهَائِيًّا وَتَقْطَعُ النَّسْلَ، وَاِجْرَاءُ
الْعَمَلِيَّاتِ الْجِرَاحِيَّةِ الَّتِي تَمْنَعُ الْحَمْلَ نِهَائِيًّا
وَتَقْطَعُ النَّسْلَ، حَرَامٌ لَا يَجُوزُ الْقِيَامُ بِهِ، لِإِنَّ ذَلِكَ
نَوْعٌ مِنْ الْخِصَاءِ، وَدَاخِلٌ تَحْتَهُ، وَيَأْخُذُ حُكْمَهُ
“Maka penggunaan obat-obatan yang mencegah kehamilan secara
permanen dan menghentikan kelahiran, dan juga melakukan tindakan-tindakan
pembedahan yang mencegah kehamilan secara permanen dan menghentikan kelahiran,
hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena hal itu merupakan satu jenis
pengebirian/kastrasi (al-khishā`), dan termasuk ke dalam kategori
pengebirian, dan hukumnya mengikuti hukum pengebirian (yaitu haram).”
(Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām al-Ijtimā’ī fī al-Islām, hlm. 164).
Lanjut dijelaskan, banyak hadis-hadis Nabi saw.
yang telah mengharamkan secara tegas pengebirian (al-khishā`) pada
laki-laki. Di antaranya adalah hadis-hadis berikut ini:
عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أَلاَ نَسْتَخْصِيْ؟ فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ. رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Mas’ūd ra., dia berkata, ”Dahulu kami
(para sahabat) pernah berperang bersama Nabi saw. sedang kami tidak bersama istri-istri
kami. Lalu kami berkata, ”Wahai Rasulullah, bolehkah kami melakukan
pengebirian?” Maka Rasulullah saw. telah melarang kami dari hal itu
(pengebirian). (HR
Al-Bukhari, no. 5071; dan Muslim, no. 1404).
Dalam hadis lain:
عَنْ سَعْدِ بْنِ
أَبِيْ وَقَّاصٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَدَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا.
رواه البخاري ومسلم
Dari Sa’ad bin Abī Waqāsh ra., dia berkata, “Rasulullah
saw. telah menolak ‘Utsmān bin Mazh’ūn untuk melakukan tabattul (hidup hanya untuk
beribadah saja tanpa menikah), kalau sekiranya Rasulullah saw. mengizinkan dia
(‘Utsmān bin Mazh’ūn) untuk ber-tabattul, niscaya kami akan melakukan pengebirian.”
(HR Al-Bukhari, no. 5073; Muslim, no. 1402).
Selain itu, ia pun menegaskan jika pengebirian
(al-khishā`) pada laki-laki yang menyebabkan kemandulan secara permanen
itu, bertentangan dengan anjuran dalam Islam untuk berbanyak anak, sesuai sabda
Nabi saw.:
تَزَوَّجُوا اْلوَدُوْدَ
الْوَلٌوْدَ ، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang
dan subur (berpotensi punya anak), karena sesungguhnya aku akan berbangga
dengan banyaknya kalian di hadapan para nabi pada Hari Kiamat nanti. (HR Abu Dawud, no. 2050; Ibnu
Hibban, no. 4028; Ahmad, no. 13.594; al-Thabrani, dalam al-Mu’jam al-Awsath,
no. 5099; dan Al-Nasa`i, no. 3227). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām
al-Ijtimā’ī fī al-Islām, hlm. 165).
“Kesimpulannya, tidak boleh (haram) hukumnya
menjadikan vasektomi sebagai syarat yang harus dipenuhi warga, untuk mendapat bantuan
sosial (bansos) dari pemerintah kepada warga,” tegasnya.
“Maka dari itu, rencana Gubernur Jawa Barat
Dedy Mulyadi untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos (jika benar
demikian), sungguh merupakan perbuatan dosa dan perbuatan melawan ajaran Islam.
Umat Islam tidak boleh diam dan wajib melakukan amar makruf nahi mungkar kepada
yang bersangkutan. Wallāhu a’lam.[] Rere
Yogyakarta, 9 Mei 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi