TintaSiyasi.id -- “Apakah mereka menghendaki hukum jahiliah, padahal hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?”
(QS. Al-Ma’idah: 50)
Pendahuluan: Potret Nestapa Umat di Era Modern
Umat Islam hari ini berada dalam pusaran krisis multidimensi. Dunia Muslim tampak bercerai-berai dalam ratusan negara dengan kepentingan politik yang saling bertabrakan. Dari Palestina yang terluka, Suriah yang hancur, Yaman yang terbelah, hingga kemiskinan yang menjalar di sebagian besar negeri-negeri Muslim, semua menandakan satu hal: kita sedang kehilangan ruh dan arah.
Banyak umat bertanya: “Mengapa umat Muhammad yang dulu memimpin peradaban dunia kini justru menjadi obyek penindasan dan pelecehan?” Jawabannya, menurut sebagian besar ulama dan pemikir Islam klasik maupun kontemporer, adalah karena Islam tidak lagi diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Umat Islam meninggalkan sistem ilahi yang telah terbukti mencetak kejayaan, dan justru mengadopsi sistem jahiliah modern yang lahir dari rahim sekularisme Barat.
Islam adalah Sistem Kehidupan Kaffah
Allah SWT berfirman:
> "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagi kalian."
(QS. Al-Baqarah: 208)
Ayat ini bukan sekadar ajakan berislam secara ritual, melainkan perintah untuk menjadikan Islam sebagai satu-satunya landasan hidup. Islam bukan hanya agama shalat dan puasa, tetapi juga agama ekonomi, politik, pendidikan, hukum, hingga urusan luar negeri. Ketika Islam dibatasi hanya di masjid, sementara kehidupan ekonomi memakai riba, hukum memakai hukum buatan manusia, dan politik tunduk pada sekularisme, maka kita telah memutilasi ajaran Islam.
Inilah realitas yang terjadi: kita beriman secara spiritual, tetapi tidak berislam secara struktural. Akibatnya, lahirlah umat yang religius secara individu namun rapuh secara sosial-politik.
Khilafah 'Ala Minhaj an-Nubuwwah: Bukan Mimpi, Tapi Kewajiban
Dalam banyak hadis shahih, Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira tentang fase-fase kepemimpinan umat:
> "Kemudian akan ada Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah…"
(HR. Ahmad dan al-Bazzar)
Khilafah bukan sekadar simbol politik, melainkan mekanisme syar'i untuk menerapkan seluruh ajaran Islam. Di bawah naungan Khilafah, zakat menjadi instrumen pengentasan kemiskinan, hudud menjadi pengawal moral publik, ekonomi dibersihkan dari riba dan monopoli, dan jihad menjadi tameng kehormatan umat.
Para sahabat Rasulullah SAW memahami ini dengan sangat jelas. Itulah mengapa, ketika Rasul wafat, mereka tidak menunda memilih Khalifah walaupun jenazah beliau belum dimakamkan. Karena mereka tahu, tidak adanya pemimpin yang menegakkan syariah adalah ancaman besar bagi umat.
Mengapa Umat Terpuruk Tanpa Khilafah?
Sejak Khilafah Islamiyah diruntuhkan pada 1924 oleh kolonialisme dan pengkhianatan internal, umat Islam kehilangan perisai. Kita menjadi bangsa-bangsa terjajah, terpecah, dan tergantung kepada sistem kapitalis global.
Ekonomi kita dikendalikan oleh IMF dan World Bank.
Politik kita tunduk pada skenario geopolitik asing.
Pendidikan kita menjauh dari tauhid dan syariah.
Budaya kita terdominasi oleh hedonisme dan liberalisme.
Tanpa Khilafah, hukum Allah tidak dapat ditegakkan secara menyeluruh. Tanpa Khilafah, umat Islam tidak punya representasi politik tunggal di dunia internasional. Dan tanpa Khilafah, kezaliman terhadap kaum Muslimin akan terus berlangsung, karena tidak ada negara yang berani membela mereka secara tuntas.
Tantangan dan Harapan
Memang, perjuangan menegakkan Islam secara kaffah bukanlah perkara mudah. Ia menghadapi:
Islamofobia internasional yang menuduh syariah dan Khilafah sebagai ancaman.
Paham sekularisme dan nasionalisme sempit yang memecah umat.
Kelemahan internal umat sendiri, yang lebih suka kehidupan pragmatis daripada perjuangan ideologis.
Namun, Allah telah menjanjikan kemenangan bagi mereka yang berjuang di jalan-Nya. Sejarah telah mencatat bahwa kaum mukmin yang bersungguh-sungguh akan dimenangkan, sebagaimana kaum Muslimin dahulu bangkit dari padang pasir menuju puncak peradaban dunia.
Refleksi: Apakah Kita Siap Kembali kepada Islam Kaffah?
Saudaraku, Islam bukan sekadar identitas atau status agama dalam KTP. Ia adalah jalan hidup yang memerlukan pengorbanan. Jika kita mengaku cinta kepada Rasulullah SAW, maka kita harus mencintai sistem yang beliau bawa hingga akhir hayatnya. Jika kita mengaku sebagai umat terbaik, maka kita harus menolak sistem jahiliah dan memperjuangkan sistem Islam secara utuh.
Sudah saatnya kita tidak hanya memperbaiki akhlak personal, tapi juga memperjuangkan struktur masyarakat yang sesuai syariah. Sudah saatnya masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga pusat dakwah dan kesadaran politik umat. Dan sudah saatnya para pemuda Muslim bangkit, menjadi pelopor kebangkitan dengan ilmu, iman, dan perjuangan.
Penutup: Kemenangan adalah Keniscayaan
Sebagaimana gelapnya malam mendahului fajar, keterpurukan umat hari ini adalah tanda bahwa fajar kebangkitan semakin dekat. Tapi fajar itu tidak akan datang dengan sendirinya. Ia harus dijemput dengan dakwah, pengorbanan, dan kerja intelektual-politik yang sungguh-sungguh.
Mari kita satukan barisan. Mari kita bangkitkan kembali semangat Islam kaffah. Mari kita perjuangkan hadirnya Khilafah ‘Ala Minhaj an-Nubuwwah, bukan demi nostalgia sejarah, tetapi demi kemuliaan umat, keadilan dunia, dan keridhaan Allah SWT.
> "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi…"
(QS. An-Nur: 55).
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
(Dosen, Penulis dan Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa)