Meneladani Rasulullah SAW sebagai Guru Umat dan Menjaga Warisan Para Nabi
TintaSiyasi.id-- “Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang besar.”
— (HR. Abu Dawud)
Pendahuluan: Ilmu Sebagai Warisan Kenabian
Sejarah manusia adalah sejarah ilmu. Di setiap zaman, Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk membawa petunjuk, bukan dengan pedang atau harta, tetapi dengan ilmu—warisan langit yang membebaskan manusia dari gelapnya kejahilan dan menuntunnya menuju cahaya iman.
Ilmu adalah pusaka agung para nabi. Tidak ada peninggalan yang lebih mulia daripada ilmu yang mereka bawa. Bukan kekuasaan, bukan kejayaan duniawi, tapi ilmu yang menjadi jembatan antara bumi dan langit, antara hamba dan Rabb-nya.
Dalam konteks Islam, Rasulullah Muhammad SAW adalah guru terbesar umat manusia. Ia menyampaikan wahyu, mengajarkan Al-Qur’an, menyucikan jiwa, dan membimbing umat dengan ilmu yang mencerahkan. Maka, untuk memahami hakikat Islam, kita harus memuliakan ilmu sebagaimana Rasulullah memuliakannya.
1. Ilmu adalah Jalan Menuju Pengenalan terhadap Allah SWT
Allah SWT tidak disembah kecuali dengan ilmu. Segala bentuk ibadah, dari salat hingga zakat, dari puasa hingga haji, membutuhkan pengetahuan yang benar agar diterima. Tanpa ilmu, ibadah bisa menjadi kesesatan yang tidak disadari.
Allah SWT berfirman:
"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah"
(QS. Muhammad: 19)
Perintah pertama bukanlah "sembahlah", melainkan "ketahuilah". Inilah bukti bahwa ilmu adalah fondasi ibadah, dan bukan sekadar pelengkap. Seseorang yang mengenal Allah melalui ilmu akan menyembah-Nya dengan penuh cinta dan keyakinan, bukan dengan rasa takut semata atau sekadar rutinitas.
2. Ilmu adalah Timbangan Keadilan dan Pilar Peradaban
Dengan ilmu, hukum ditegakkan, keadilan ditimbang, dan syariat dijalankan. Ilmu mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, serta hubungan antar sesama. Dalam setiap detil kehidupan, dari ekonomi hingga keluarga, dari akhlak pribadi hingga tata negara, Islam menawarkan sistem yang bersumber dari wahyu—dan dipahami melalui ilmu.
Tanpa ilmu, kekacauan merajalela. Kebodohan menjadi sebab utama kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu, Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadilah: 11)
3. Jibril Turun dengan Ilmu, Bukan Harta atau Kekuasaan
Ketika wahyu pertama turun, tidak ada perintah untuk menguasai atau mengumpulkan harta. Yang datang adalah kata “Iqra’”, bacalah! Sebuah panggilan langit yang menandai revolusi peradaban dengan pena, ilmu, dan akal.
Jibril turun dari langit membawa wahyu kepada Rasulullah SAW sebagai bentuk komunikasi ilahiah yang membangunkan hati manusia dari tidur panjang kejahilan. Sejak itulah umat ini dibangkitkan dari kegelapan—melalui ilmu.
Maka siapa pun yang ingin menjadi dekat dengan para nabi, hendaknya menekuni ilmu. Karena sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Ulama adalah pewaris para nabi." (HR. Tirmidzi)
4. Ilmu Menjadi Penentu Halal dan Haram
Tanpa ilmu, seseorang mudah terjerumus pada yang haram karena tidak memahami batas syariat. Ilmu adalah neraca halal dan haram, cahaya yang membimbing seseorang agar tidak terjatuh dalam jebakan syahwat dan tipu daya dunia.
Para sahabat dahulu tidak akan melangkah kepada satu amal kecuali setelah mereka memahami ilmunya. Mereka belajar sebelum beramal. Hari ini, kita menyaksikan banyak kesalahan karena ilmu diabaikan, fatwa digantikan opini, dan akidah dikalahkan tren.
Maka, kembalilah kepada ilmu. Jadikan ia kompas dalam kehidupan, bukan sekadar alat untuk mendapat gelar, tapi untuk membangun jiwa, akhlak, dan peradaban.
5. Ilmu Menghidupkan Hati dan Menyucikan Jiwa
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menulis: “Ilmu adalah kehidupan hati dari kebutaan, cahaya penglihatan dari kegelapan, dan kekuatan tubuh dari kelemahan.” Ilmu adalah ruh bagi akal dan pelita bagi hati. Ia menyinari perjalanan ruhani seseorang menuju Allah.
Orang yang berilmu, ketika membaca ayat-ayat Allah, hatinya bergetar. Ketika mendengar hadis Rasulullah, jiwanya tunduk. Inilah tanda ilmu yang hidup, bukan yang kering dari makna.
Penutup: Menjadi Penjaga Warisan Langit
Kini, tugas besar ada di pundak kita: menjaga warisan para nabi. Ilmu yang mereka tinggalkan harus kita pelajari, amalkan, dan wariskan kembali. Dunia boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tetapi hakikat ilmu sebagai cahaya kehidupan tidak pernah usang.
Wahai pencari ilmu, engkau sedang berjalan di jalan para nabi. Tetaplah istiqamah. Karena jalan ini akan membawamu, dengan izin Allah, kepada puncak kebahagiaan: Ridha Allah SWT dan syafaat Rasulullah SAW.
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)