TintaSiyasi.id -- Dalam sejarah perjuangan Islam, Rasulullah Saw. bukan hanya seorang nabi dan rasul, tetapi juga seorang negarawan, panglima, dan pemimpin umat yang meletakkan fondasi peradaban Islam yang agung. Beliau tidak hanya datang untuk memperbaiki akhlak, tetapi juga menata kehidupan manusia dengan sistem yang menyeluruh. Islam sebagai sebuah dien yang kaffah (QS. Al-Baqarah: 208).
Islam Kaffah: Sistem yang Menyeluruh
Ketika Allah memerintahkan umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah, yang dimaksud bukan sekadar aspek spiritual atau ibadah individual, tetapi juga meliputi tata aturan hidup dalam seluruh lini kehidupan, yakni politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dan hubungan internasional. Rasulullah Saw. mewujudkan hal ini secara nyata dengan membentuk negara Islam pertama di Madinah.
Di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun konstitusi (Shahifah Madinah), mengangkat para qadhi untuk memutuskan perkara, mengatur pasar dan kebijakan fiskal, bahkan memimpin pasukan militer. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengatur kehidupan dunia dengan tuntunan wahyu, bukan semata urusan ritual pribadi.
Khilafah ala Minhaj An-Nubuwwah: Sistem Kepemimpinan yang Berkelanjutan
Setelah Rasulullah Saw. wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu 'anhum, yang menjalankan pemerintahan sesuai manhaj (metode) kenabian. Inilah yang disebut Khilafah ‘ala Minhaj An-Nubuwwah, sebagaimana disebut dalam hadis:
“Kemudian akan ada Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah (metode kenabian).”
(HR. Ahmad).
Model pemerintahan ini bukan sekadar simbolik, tetapi betul-betul menjalankan sistem Islam, seperti keadilan hukum, pemerataan kekayaan, penghapusan riba, perlindungan kaum lemah, dan penyebaran dakwah ke seluruh dunia.
Penjajahan dan Krisis Kepemimpinan Umat
Hari ini, umat Islam berada dalam keterpecahan dan penjajahan. Baik secara fisik, ekonomi maupun pemikiran. Wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim justru menjadi target eksploitasi kekuatan besar dunia. Palestina adalah contoh nyata bagaimana umat Islam kehilangan perlindungan, karena tidak adanya institusi Khilafah yang menyatukan kekuatan umat.
Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada 1924, umat Islam tercerai-berai dalam batas-batas nasionalisme sempit. Tanpa payung kekuasaan yang menyatukan, suara kaum Muslimin tidak lagi diperhitungkan, dan darah kaum Muslimin menjadi murah.
Pembebasan Palestina dalam Grand Desain Islam
Dalam sejarah Islam, pembebasan wilayah yang terjajah bukanlah hal baru. Rasulullah Saw. memulai dengan dakwah dan strategi politik yang cermat, hingga akhirnya menguasai Makkah dan seluruh Jazirah Arab. Para sahabat melanjutkannya dengan membebaskan Syam, Mesir, Persia, dan lainnya.
Pembebasan Palestina harus ditempatkan dalam konteks ini. Bukan hanya isu kemanusiaan, tetapi sebagai tanggung jawab syar’i umat Islam di bawah satu kepemimpinan yang sah, yakni Khilafah Islamiyah. Hanya dengan kekuatan yang bersatu, berdaulat, dan menerapkan Islam secara kaffah, pembebasan yang hakiki dapat terwujud.
Penutup: Kembali ke Jalan Kenabian
Rasulullah Saw. telah menunjukkan jalannya: membangun kesadaran umat, membentuk komunitas yang kuat, mendirikan struktur kekuasaan yang berbasis wahyu, dan menyebarkan rahmat Islam ke seluruh penjuru bumi. Maka, menjadi tugas kita untuk menghidupkan kembali cita-cita besar ini, yaitu menegakkan Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah ala minhaj an-nubuwwah, demi membebaskan umat dari kezaliman, termasuk saudara-saudara kita di Palestina.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa