TintaSiyasi.id -- Pendahuluan: Sebuah Kesadaran tentang Tujuan Hidup
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang penuh kesibukan, manusia terkadang lupa satu kenyataan mendasar bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah. Ia bukan rumah abadi, melainkan sebuah ladang. Di ladang inilah manusia menanam dengan amal, niat, dan tekadnya, dan di akhirat nanti, setiap jiwa akan memanen hasil dari apa yang ia tanam selama hidup di dunia.
Ungkapan para ulama salaf, "Ad-dunyā mazra‘atul-ākhirah" (dunia adalah ladang akhirat), menyentuh akar kesadaran spiritual. Ia bukan sekadar pepatah, tapi sebuah panduan hidup yang sarat makna. Jika ladang ini dikelola dengan kebaikan, panen yang akan datang adalah kebahagiaan. Sebaliknya, jika ladang ini diabaikan, ditanami dengan benih-benih keburukan, maka panennya adalah penyesalan yang tiada tara.
Bagian I: Dunia, Ujian, dan Kesempatan
Allah Swt. menciptakan kehidupan dunia ini bukan sebagai tujuan, melainkan ujian. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“(Allah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS. Al-Mulk: 2).
Ayat ini menegaskan bahwa dunia adalah tempat ujian. Nilai seseorang di hadapan Allah bukan pada panjangnya usia, banyaknya harta, atau tingginya jabatan, melainkan pada "ahsanu ‘amala", kualitas amalnya.
Sayangnya, manusia seringkali tertipu oleh fatamorgana dunia. Kesuksesan duniawi dijadikan ukuran kemuliaan, padahal itu semua hanyalah alat, bukan tujuan. Rasulullah Saw. pun bersabda:
“Dunia itu terlaknat dan segala isinya terlaknat, kecuali dzikrullah, orang yang berilmu, dan orang yang belajar.”
(HR. Tirmidzi).
Bagian II: Menanam Kebaikan, Menuai Kebahagiaan
Segala amal baik yang kita lakukan di dunia ini, sekecil apa pun, akan kembali kepada kita dalam bentuk pahala dan kebahagiaan. Allah Maha Adil, tidak ada amal yang sia-sia.
1. Kebaikan Tidak Pernah Sia-sia
"Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."
(QS. At-Taubah: 120).
Seorang mukmin yang menanam amal saleh sejatinya sedang membangun istana di akhirat. Ketika ia sabar dalam kesempitan, ketika ia ikhlas memberi, ketika ia jujur meski berat, semua itu adalah benih-benih kebaikan yang kelak tumbuh dan berkembang di hadapan Allah.
2. Amal Baik Adalah Investasi Abadi
Dunia mengenal investasi jangka pendek dan jangka panjang. Namun, investasi amal jauh lebih kekal. Ia tidak dikenai inflasi, tidak tergerus waktu, dan tidak bisa hilang. Rasulullah Saw. bersabda:
“Apabila seorang manusia mati, maka terputus amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim).
Bagian III: Menanam Keburukan, Menuai Penyesalan
Sebaliknya, keburukan yang dilakukan manusia bukan hanya merusak dirinya sendiri, tetapi juga mengundang bencana dan penyesalan di dunia dan akhirat. Penyesalan terbesar bukan saat kehilangan dunia, tetapi ketika menyadari bahwa akhirat telah disia-siakan.
1. Keburukan Akan Kembali kepada Pelakunya
"Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 8).
Tidak ada dosa yang menguap begitu saja. Jika tidak ditebus dengan taubat dan amal baik, maka ia akan menjadi beban yang menjerumuskan di akhirat.
2. Penyesalan yang Datang Terlambat
Banyak orang yang kelak menyesal seraya berkata:
"Ya Rabb, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan."
(QS. Al-Mu’minun: 99–100).
Namun, tidak ada jalan kembali. Dunia telah tertutup, dan masa menanam telah berakhir.
Bagian IV: Waktu Adalah Lahan Terpenting
Waktu adalah unsur utama dari ladang dunia. Setiap detiknya adalah kesempatan untuk menanam. Sayangnya, banyak manusia menyia-nyiakannya untuk hal yang tidak berguna.
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:
"Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu darimu, maka berkuranglah sebagian dari dirimu."
Maka, setiap waktu yang kita lewati tanpa amal adalah kerugian nyata. Sebaliknya, waktu yang diisi dengan dzikir, amal, ilmu, dan ibadah akan menjadi emas yang tak ternilai.
Penutup: Mulailah Menanam Hari Ini
Wahai saudaraku seiman, jangan tunda kebaikan. Ladang kita tidak seluas waktu Nabi Nuh, tetapi mungkin hanya seluas usia Rasulullah Saw. 63 tahun atau bahkan lebih singkat lagi. Kita tidak tahu kapan musim tanam ini berakhir.
Tanamlah kebaikan dalam kesunyian, niscaya engkau akan menuai kebahagiaan dalam keabadian.
Jadikan dunia sebagai tempat menanam kesabaran, keikhlasan, keteguhan, dan amal saleh. Karena sesungguhnya:
"Barangsiapa menanam kebaikan, ia akan menuai kebahagiaan. Dan barangsiapa menanam keburukan, ia akan menuai penyesalan."
Doa Penutup
Ya Allah, karuniakanlah kami kekuatan untuk menanam kebaikan di dunia ini. Jadikan setiap langkah kami sebagai amal menuju surga-Mu. Jangan biarkan kami tertipu oleh pesona dunia yang fana. Dan akhirilah hidup kami dengan husnul khatimah. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo