TintaSiyasi.id -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily mengingatkan bahwa pendekatan militer bukanlah solusi untuk setiap persoalan perilaku anak.
“Tidak semua bisa diselesaikan secara, dalam tanda kutip, pendidikan militer," ujar Ace saat ditemui di Kantor Lemhannas, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Menurutnya, pendidikan militer sejatinya ditujukan untuk individu-individu terbaik yang dipersiapkan menjadi pemimpin dan penjaga negara bukan untuk anak nakal. Ia menekankan bahwa wibawa dari pendidikan militer tetap harus dijaga dan sebaiknya terkait dengan kebijakan tersebut, tentu harus dilihat dalam perspektif yang komprehensif, yang lebih holistik. Bahwa penyelesaian anak-anak yang bermasalah secara perilaku, itu harus dilihat secara utuh. Tidak boleh misalnya setiap ada orang atau anak-anak yang bermasalah langsung dimasukkan ke militer. (kompas.com, 20/5/2025)
Menanggapi hal tersebut dilansir dari tintasiyasi.id (21/5/2025) Cendekiawan Muslim Ismail Yusanto mengatakan bahwa negara butuh sistem pendidikan Islam untuk mengatasi anak nakal. Karena dalam pendidikan mestinya menyentuh tiga sisi sekaligus, yaitu pertama, harus memiliki karakter, yaitu kepribadian Islam. Karakter yang paling pokok dalam sistem pendidikan Islam sebagai Abdullah (hamba Allah). Manusia diciptakan oleh Allah Swt tujuannya jelas, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Makna ibadah adalah ketaatan kepada semua aturan Allah Swt. Jadi, jika manusia menyadari betul sebagai hamba Allah Swt, maka manusia harus taat kepada Allah Swt dan karenanya harus berakhlak mulia.
Kedua, memiliki tsaqafah, artinya seorang Muslim harus memahami ilmu-ilmu yang dia tumbuh dengan dasar akidah Islam. Ketiga, menguasai ilmu kehidupan, yakni sains dan teknologi.
Namun, selama ini penerapan sistem pendidikan sekuler justru menghalangi terbentuknya manusia yang berkarakter Islami. Karena sistem tersebut memisahkan agama dari kehidupan yang memandang keberhasilan manusia hanya diukur dari materi dan status sosial, bukan akhlak dan kepribadian.
Sekolah dan masyarakat cenderung menanamkan nilai kompetisi untuk mengejar materi. Dampaknya para pelajar tumbuh dengan minimnya empati, emosional serta mudah meremehkan orang lain dan menganggap kenakalan ataupun kekerasan sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan, eksistensi diri dan demi mendapatkan perhatian.
Melalui asas pendidikan sekuler, para pelajar hanya menerima informasi tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam bertingkah laku. Para pelajar dicekoki berbagai materi pelajaran, tapi mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Alhasil, para pelajar berbuat "Semau Gue" asal hawa nafsu terpuaskan termasuk melakukan kenakalan hingga kekerasan.
Lalu apa yang diharapkan dari pemberian pendidikan agama yang diajarkan seminggu hanya dua jam dan
itu pun membahas masalah syariat hanya di permukaan saja. Akidah yang menjadi landasan hidup seseorang justru tidak dibahas secara mendalam. Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa memiliki pondasi akidah yang kuat. Mereka tidak memahami hakikat penciptaan mereka di dunia. Para pelajar kehilangan motivasi tertingginya dalam menuntut ilmu. Hal ini juga menjadi peluang bagi makin tingginya angka kenakalan pelajar yang berujung tindak kekerasan.
Kapitalisme sekuler juga membentuk masyarakat yang individualistik. Kegiatan amar makruf nahi mungkar semakin luntur. Islam tidak dijadikan landasan dalam berperilaku dan membangun hubungan sosial. Sudah sangat jelas bahwa sistem pendidikan sekuler telah gagal membentuk generasi yang beriman dan bertakwa yang akan membangun ikatan akidah di antara masyarakat.
Sistem Pendidikan Islam
Dalam Islam pendidikan bukan hanya soal akademik, tapi juga proses pembentukan atau kepribadian yang bertakwa. Sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam bertujuan membentuk kepribadian Islam dan membekalinya dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Membentuk kepribadian Islam adalah membentuk pola tingkah laku pelajar berdasarkan pada akidah Islam dan tingkah lakunya senantiasa mengikuti Al-Qur'an. Metode pendidikan di rancang untuk merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang beriorientasi bukan pada tujuan tersebut akan dilarang.
Seorang Muslim yang berkepribadian Islam tentu akan merasa selalu di awasi Allah Swt. sehingga mengharuskan dirinya senantiasa bertingkah laku sesuai ajaran Islam. Berkepribadian Islam merupakan konsekuensi seorang Muslim. Seseorang harus memegang erat identitasnya dan jati dirinya sebagai seorang Muslim, yaitu senantiasa bertingkah laku yang Islami di manapun, kapanpun dan dalam aspek apapun ia beraktivitas.
Identitas ini akan menjadi kepribadian yang tampak pada pola pikir dan pola sikapnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dengan demikian, setiap tingkah lakunya diukur dengan standar ajaran Islam, yaitu halal dan haram dan ia memahami bahwa menyakiti sesama adalah perbuatan yang tidak baik dan diharamkan oleh Allah Swt. Sistem pendidikan Islam menanamkan nilai empati, tanggung jawab dan ukhuwah (persaudaraan) sehingga mencegah kenakalan pelajar sejak dini.
Islam membangun lingkungan yang kondusif melalui peran keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga yang mampu memberikan pengasuhan yang baik, masyarakat yang mendukung dan negara yang menerapkan Islam secara komprehensif.
Upaya preventifnya adalah dengan memastikan bahwa tujuan pendidikan terealisasi. Dengan begini, maka persoalan kenakalan mampu dicegah dan diselesaikan. Karena setiap individu memahami hal-hal yang boleh dan hal yang tidak boleh dilakukan oleh hamba-Nya. Para pelajar akan bertindak sesuai dengan syariat. Pola relasi antar individu adalah ta'awun, yaitu tolong menolong. Setiap orang akan berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjauhi keburukan.
Dalam Islam, penguasa akan mengawasi serta menertibkan media dan memberi peraturan tegas. Negara akan memastikan media yang disuguhkan dapat mendidik masyarakat menjadi semakin bertambah ilmu baik sains ataupun agama dan kemudian terdorong untuk melaksanakan perintah Allah Swt. dan meninggalkan larangan-Nya.
Negara juga mengontrol seluruh konten di media baik media massa ataupun media sosial. Semua dilarang menyajikan konten sampah dan adegan kekerasan yang menjadi stimulus anak-anak melakukan tindakan kekerasan. Negara akan bertindak tegas dan memberi sanksi menjerakan bagi yang melanggar. Media harus dalam kendali negara sebagai alat syiar Islam.
Upaya kuratifnya adalah negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada anak sekolah yang usianya sudah mencapai baligh. Karena dalam Islam, seseorang yang berusia baligh sudah terbebani pelaksanaan hukum syariat secara sempurna pada dirinya sehingga ia wajib bertanggung jawab atas segala amal perbuatannya sendiri.
Negara menetapkan regulasi yang efektif untuk mencegah kenakalan dan menerapkan sistem sanksi yang menjerakan. Sistem sanksi harus berfungsi untuk mencegah bagi masyarakat agar tidak melakukan kekerasan juga berfungsi sebagai penebus dosa bagi pelakunya.
Oleh karena itu, permasalahan kenakalan remaja harus diselesaikan secara komprehensif dengan penerapan Islam secara sempurna dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah. Selama sistem yang diterapkan masih kapitalis sekuler, maka masalah kekerasan terhadap pelajar tidak akan pernah selesai walaupun mereka telah dikirim ke barak militer sekalipun. Karena sistem tersebut sudah cacat dari sisi sistemnya. []
Nabila Zidane
(Jurnalis)