Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Belajarlah, Amalkan, dan Ikhlaslah: Jalan Menuju Fana di Hadapan-Nya

Senin, 19 Mei 2025 | 16:52 WIB Last Updated 2025-05-20T04:17:43Z


TintaSiyasi.id -- Refleksi Ruhani dari Nasihat Emas Sayyid Abdul Qadir al-Jailani
"Belajarlah, kemudian amalkan dan ikhlaslah! Hampalah dari dirimu dan seluruh makhluk!" — Sayyid Abdul Qadir al-Jailani.

Dalam dunia yang hiruk-pikuk dengan ambisi, kecemasan, dan obsesi duniawi, kata-kata dari seorang wali agung seperti Sayyid Abdul Qadir al-Jailani bukan sekadar petuah, melainkan cahaya penunjuk jalan. Ia tidak sekadar berbicara, tapi menunjukkan jalan pulang: jalan menuju Allah.

Nasihat beliau ini adalah panggilan untuk membebaskan jiwa dari kungkungan dunia dan membawa ruh kita naik ke langit ma'rifat. Mari kita telusuri maknanya secara mendalam.

Pertama. Belajarlah: Cahaya Awal dari Perjalanan.

Ilmu adalah awal dari segalanya. Tanpa ilmu, manusia akan meraba-raba dalam gelap. Tapi ilmu yang dimaksud bukan sekadar akumulasi informasi, melainkan ilmu yang menuntun hati kepada Allah. Ini adalah ilmu yang membuat seseorang takut kepada Tuhannya, lembut terhadap sesama, dan jujur terhadap dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama."
(TQS. Fathir: 28)

Ilmu bukan untuk pamer atau perdebatan, melainkan untuk memperbaiki hati dan amal. Seperti lilin, ia membakar dirinya untuk menerangi jalan. Maka, seorang penuntut ilmu sejati adalah dia yang haus akan kebenaran dan menjadikan ilmunya sebagai jembatan menuju Allah, bukan sekadar mahkota di kepala.

Kedua. Amalkan: Ilmu Tanpa Amal adalah Beban

Berapa banyak orang yang tahu tentang kebaikan tapi tidak melakukannya? Ilmu tanpa amal hanyalah beban di pundak. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Orang yang paling keras siksaannya di hari kiamat adalah orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya." (HR. Bukhari)

Sayyid Abdul Qadir al-Jailani mengingatkan bahwa setiap ilmu yang tidak diamalkan akan menjadi hujjah (argumen) atas kebinasaan diri. Maka, setelah belajar, kita dituntut untuk mempraktikkan, meski hanya satu ayat, satu doa, atau satu kebajikan kecil setiap harinya.

Amal adalah cermin dari kejujuran hati terhadap ilmu. Tanpa amal, ilmu menjadi kering dan menipu.

Ketiga. Ikhlaslah: Rahasia Diterimanya Amal

Inilah permata yang paling langka dalam kehidupan spiritual: ikhlas. Ikhlas berarti tidak mengharapkan apa pun dari makhluk. Tidak pujian, tidak pengakuan, bahkan tidak balasan duniawi. Hanya Allah, hanya ridha-Nya.

Dalam banyak kesempatan, Sayyid Abdul Qadir menekankan pentingnya ikhlas. Ia berkata:
"Lakukan amalmu karena Allah semata, bukan untuk dunia atau makhluk. Niscaya Allah akan mencukupkanmu dari segalanya."
Ikhlas adalah saat seseorang tetap tersenyum dalam keheningan, saat amalnya tidak diketahui siapa pun kecuali Allah. Ia puas karena Tuhannya tahu, meskipun dunia melupakannya.

Keempat. Hampalah dari Dirimu dan Seluruh Makhluk: Fana’ sebagai Jalan Makrifat

Inilah klimaks dari perjalanan ruhani. Setelah belajar, mengamalkan, dan mengikhlaskan, seseorang akan dituntun untuk mengosongkan dirinya dari segala bentuk keakuan (ego), kebergantungan pada makhluk, dan kecintaan terhadap dunia.

Makna "Hampalah dari dirimu dan seluruh makhluk!" bukan berarti membenci diri atau menjauhi manusia. Tetapi melepaskan keterikatan batin terhadap apa pun selain Allah. Ini disebut fana’ — lenyapnya ego, nafsu, dan rasa memiliki.

Fana’ bukan pelarian dari dunia, tapi pembebasan dari keterikatan palsu. Ia ibarat seorang musafir yang melepas semua beban agar bisa terbang ringan menuju Kekasihnya.
Ketika hati sudah kosong dari selain Allah, maka Dia akan mengisinya dengan cahaya-Nya.

Penutup: Jalan Para Kekasih Allah

Sayyid Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan bahwa perjalanan menuju Allah tidak cukup dengan hafalan atau syiar-syiar lahiriah. Harus ada perjuangan batin, pengosongan diri, kejujuran niat, dan kerendahan hati. Tidak semua mampu melangkah sejauh itu, tapi semua diberi kesempatan untuk memulai.

Belajarlah, karena itu pintu menuju cahaya.
Amalkan, karena itu bukti kesungguhan.
Ikhlaslah, karena hanya itu yang diterima.
Kosongkan dirimu, karena hanya hati yang hampa dari dunia yang bisa dipenuhi oleh Allah.

"Hati yang suci bukanlah hati yang tidak berdosa, melainkan hati yang terus kembali dan berserah kepada Allah dengan tulus, hampa dari selain-Nya."

Semoga nasihat ini menjadi cahaya dalam perjalanan ruhani kita, menuntun kita dari gelapnya ego menuju terang cahaya Ilahi. []


Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update