TintaSiyasi.id -- Pendahuluan, sekularisme adalah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan publik, sosial, dan politik. Dalam pandangan Barat modern, sekularisme dianggap sebagai langkah maju menuju kebebasan dan rasionalitas. Namun, dalam perspektif Islam, sekularisme justru dipandang sebagai ancaman serius terhadap integritas ajaran Islam dan keberlangsungan kehidupan umat yang diridhai Allah Swt. Islam adalah agama yang menyatu antara akidah, ibadah, akhlak, dan sistem kehidupan. Maka, memisahkan Islam dari urusan dunia sama artinya dengan mencabut akar kehidupan yang sehat dari masyarakat Muslim.
1. Bahaya Sekularisme dalam Keluarga
Dalam institusi keluarga, sekularisme menimbulkan efek destruktif dengan menjauhkan nilai-nilai spiritual dari relasi suami-istri dan pengasuhan anak.
Rusaknya Nilai Kepemimpinan dan Ketaatan: Sekularisme menghapus nilai kepemimpinan suami sebagai qawwam dan menolak konsep ketaatan istri sebagai bentuk ibadah, lalu menggantinya dengan konsep relasi bebas berbasis individualisme.
Pendidikan Anak tanpa Tauhid: Anak-anak dibesarkan tanpa pemahaman tentang Allah, adab, dan akhirat. Pendidikan difokuskan pada aspek duniawi seperti kecerdasan kognitif dan pencapaian material.
Normalisasi Maksiat dalam Rumah Tangga: Melalui media dan sistem pendidikan sekuler, nilai-nilai seperti pacaran bebas, LGBT, dan gaya hidup hedonis masuk ke dalam rumah tanpa filter syariah.
QS. At-Tahrim: 6 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” menjadi peringatan keras terhadap bahaya mengabaikan agama dalam rumah tangga.
2. Bahaya Sekularisme dalam Masyarakat
Sekularisme dalam masyarakat menumbuhkan sistem sosial yang tidak berdasarkan syariat, melainkan pada nilai-nilai buatan manusia yang berubah-ubah.
Hilangnya Ukhuwah dan Solidaritas Islamiyah: Sekularisme mendorong masyarakat untuk hidup secara individualis, materialis, dan berorientasi pada kepentingan diri semata, bukan pada nilai-nilai ukhuwah, ta'awun (saling tolong), dan amar ma’ruf nahi munkar.
Normalisasi Kemungkaran dan Ketidakadilan: Karena standar moral tidak lagi berdasarkan wahyu, kemungkaran dianggap sebagai “hak asasi”, dan hukum Allah dianggap ketinggalan zaman.
Dekadensi Moral dan Sosial: Munculnya budaya permisif, pornografi, narkoba, dan hilangnya rasa malu adalah buah dari masyarakat yang dibentuk oleh nilai sekuler.
QS. Al-Ma’idah: 50 “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?”
3. Bahaya Sekularisme dalam Negara
Negara yang mengadopsi sistem sekuler tidak lagi menjadikan syariat Islam sebagai dasar hukum dan kebijakan.
Hukum Allah Ditinggalkan: Hukum-hukum syariah seperti hudud, qishas, dan aturan ekonomi Islam, seperti zakat dan larangan riba tidak diberlakukan, digantikan oleh hukum buatan manusia yang rentan dipengaruhi kepentingan.
Kebijakan Tidak Pro-Umat: Negara yang tidak tunduk pada syariat cenderung memihak pada korporasi besar, investor asing, dan kekuatan kapitalis, bukan pada kesejahteraan umat.
Penindasan terhadap Gerakan Islam: Negara sekuler seringkali menstigma perjuangan Islam sebagai radikal, ekstrem, bahkan teroris. Sementara membiarkan kebebasan untuk menodai agama dalam nama demokrasi.
Padahal Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nur: 55: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara kamu, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi...”
Kesimpulan: Urgensi Re-Integrasi Islam
Sekularisme adalah proyek sistemik untuk menjauhkan Islam dari realitas kehidupan. Ia adalah bentuk tasyabbuh (penyerupaan) kepada peradaban Barat yang tidak menjadikan wahyu sebagai sumber kebenaran. Oleh karena itu, umat Islam wajib menyadari bahaya laten sekularisme dan berusaha keras untuk mengintegrasikan kembali nilai-nilai Islam dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
Revitalisasi ajaran Islam harus dimulai dari pendidikan tauhid dalam keluarga, pembinaan masyarakat dengan dakwah yang berkelanjutan, serta perjuangan menuju tegaknya sistem sosial-politik yang berlandaskan syariat Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Dr. Nasrul Syarif M.Si
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo