Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Akidah Islam: Rasionalitas yang Berakar pada Kepastian Wahyu

Jumat, 23 Mei 2025 | 08:02 WIB Last Updated 2025-05-23T01:02:57Z


TintaSiyasi.id-- “Akidah Islam itu rasional. Dan akidah tidak boleh diambil kecuali dengan jalan yang pasti.”

Di tengah dunia yang dipenuhi arus pemikiran relativistik dan klaim kebenaran yang saling bertabrakan, Islam hadir membawa akidah—keyakinan yang tidak dibangun di atas asumsi, dugaan, atau warisan buta. Aqidah dalam Islam berpijak pada dua landasan kokoh: rasionalitas yang sehat dan kepastian wahyu (dalil qat'i). Inilah yang menjadikannya ajaran yang tidak hanya dapat diyakini secara ruhani, tetapi juga dibela secara intelektual.

1. Aqidah Islam: Bukan Warisan Buta, Tapi Keyakinan yang Tersadari
Aqidah adalah pondasi pertama dan utama dalam Islam. Ia mendahului syariat dan ibadah. Tanpa aqidah yang benar, amal sebesar apapun tak bernilai.
Allah SWT berfirman:

"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah."
(QS. Muhammad: 19)

Perintah ini tidak berbunyi “percaya”, melainkan “ketahuilah” (fa'lam). Artinya, aqidah harus dibangun atas dasar ilmu dan pengetahuan, bukan sekadar ikut-ikutan.

Imam Al-Ghazali berkata:
"Orang yang mengikuti keyakinan hanya karena taklid (meniru), berada dalam bahaya jika ia tidak mengetahui dasar keyakinannya."
(Al-Munqidz min al-Dhalal)

2. Rasionalitas dalam Aqidah Islam: Menyentuh Akal dan Hati

Aqidah Islam tidak bertentangan dengan akal sehat. Bahkan, akal adalah salah satu jalan awal mengenal Tuhan. Allah mengajak manusia untuk berpikir, merenung, dan mengamati ciptaan-Nya.
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ  
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal."
(QS. Ali ‘Imran: 190)

Para ulama tauhid menjelaskan bahwa akal dapat mengetahui kewajiban adanya Tuhan, kesempurnaan-Nya, dan kemustahilan bagi-Nya bersifat kurang. Inilah yang disebut oleh Imam Al-Juwaini dan Al-Ghazali sebagai daruriyyatul 'aql—fakta-fakta rasional yang bersifat pasti.

Namun demikian, rasionalitas aqidah Islam bukan berarti menyerahkan semua ajaran kepada logika manusia semata. Islam menempatkan akal pada tempatnya: sebagai alat memahami, bukan sebagai sumber mutlak kebenaran. Akal sehat adalah penerima kebenaran, sedangkan wahyu adalah pemberi kebenaran.

3. Jalan Pasti: Aqidah Tidak Diambil dari Dugaan atau Mimpi

Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسُۡٔولٗا  
36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban."
(QS. Al-Isra': 36)

Aqidah tidak boleh diambil dari:
• Dugaan (zhann), yang bersifat spekulatif.
• Mimpi, karena ia tidak mengikat kecuali bagi yang bermimpi.
• Tradisi nenek moyang, tanpa dalil.
• Kata orang, tanpa bukti.

Yang menjadi sumber aqidah hanyalah dalil-dalil yang bersifat qat’i, yakni:

• Al-Qur’an
• Hadis sahih yang mutawatir
• Hasil akal sehat yang pasti

Karena itulah, para ulama tauhid menetapkan bahwa keyakinan dalam masalah aqidah tidak sah jika hanya berdasarkan hadis ahad (yang tidak mencapai derajat mutawatir), meskipun ia bisa mendukung, bukan menjadi dasar tunggal.

4. Konsekuensi dari Aqidah yang Benar

Aqidah yang benar akan melahirkan:
• Keteguhan jiwa, karena seseorang yakin dengan apa yang diyakini, bukan ragu-ragu.
• Ketundukan kepada syariat, karena yakin bahwa semua perintah berasal dari Tuhan yang benar.
• Ketenangan hidup, karena tidak gamang menghadapi arus pemikiran dan ideologi.
• Konsistensi dalam dakwah, karena mendakwahkan sesuatu yang diyakini kebenarannya secara ilmiah dan ruhani.

5. Tantangan Umat Hari Ini: Kembali pada Aqidah yang Rasional dan Pasti

Sayangnya, banyak umat Islam hari ini:
• Menganggap aqidah sebagai urusan pribadi, padahal ia fondasi umat.
• Taklid buta kepada tokoh atau ustaz, tanpa memahami dalil.
• Mudah goyah dengan syubhat (keraguan) karena tidak memiliki fondasi pemikiran yang kuat.

Padahal, Islam mengajarkan bahwa iman yang benar harus dibangun di atas keyakinan yang bersih dari keraguan. Seorang muslim tidak cukup hanya meyakini bahwa Allah itu ada, tetapi juga harus tahu mengapa ia yakin, berdasarkan dalil yang kuat dan pemahaman yang mendalam.

Penutup: Kembalilah kepada Aqidah yang Tersinari Wahyu dan Tertopang oleh Akal Sehat

Aqidah Islam adalah cahaya. Ia menyinari jalan hidup manusia. Namun cahaya itu hanya bisa menembus hati jika dibuka dengan akal yang jernih dan ilmu yang meyakinkan.

“Tidak ada yang lebih pasti dari kebenaran Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Rasul, dan Islam sebagai jalan keselamatan. Dan tidak ada yang lebih membahayakan daripada membangun iman di atas ketidaktahuan dan dugaan.”

Maka, mantapkan aqidahmu:
• Dengan ilmu, bukan hanya emosi.
• Dengan dalil, bukan hanya tradisi.
• Dengan akal, yang dituntun oleh wahyu.
Aqidah Islam bukan irasional, tetapi melampaui logika karena berasal dari Dzat Yang Maha Mengetahui. Dan karena itu pula, ia hanya boleh diambil melalui jalan yang pasti, bukan melalui celah keraguan.

Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update