TintaSiyasi.id -- Marhaman ya Ramadhan. Bulan mulia itupun tiba menghampiri kita. Di malam bulan penuh berkah ini, disunahkan untuk melaksanakan salat Tarawih.
Dinamai salat Tarawih karena tarawih itu sendiri berarti istirahat, sebab orang yang melakukan salat Tarawih beristirahat setelah melaksanakan salat empat rakaat.
Salah satu keutamaannya sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Barang siapa melakukan salat malam ini dengan iman dan mengharap pahala dari Allah (ikhlas), maka diampunilah dosanya yang telah lalu" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Beruntunglah umat yang melakukan salat Tarawih ini karena dosanya diampuni Allah Swt., dan amat rugilah umat yang tidak melakukan salat sunah khusus di bulan Ramadan ini.
Dosa apa yang diampuni Allah itu? Ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan dosa kecil saja, juga ada yang berpendapat dosa besar dan kecil. Wallahu a‘lam.
Kita ini kan punya dosa. Al-insanu mahallul khatha' wannisyan — manusia itu tempatnya salah dan lupa. Tetapi ingat, Allah itu Maha Pengampun, tentu kepada hamba-Nya yang mau beramal ibadah dan bertobat.
Inilah kesempatan emas di bulan Ramadan, bulan penuh berkah dan penuh ampunan. Di bulan inilah, Allah obral pahala dan ampunan untuk hamba-Nya yang taat.
Sahabat Muslim...
Sudah tahu belum, sejak kapan salat Tarawih ini dilakukan?
Salat Tarawih ini dilaksanakan sejak Nabi saw. masih hidup, namun secara berjamaah di masjid hanya beberapa malam saja sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari:
Sayyidah Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi di tengah malam pergi ke Masjid Nabawi untuk melaksanakan salat malam yang diikuti oleh para sahabat. Paginya mereka saling memberikan informasi bahwa tadi malam mereka salat malam bersama Nabi. Malam kedua dan ketiga, bertambah banyak sahabat yang mengikuti salat malam berjamaah bersama Nabi.
Pada malam keempat, penuh sesaklah Masjid Nabawi dengan jamaah. Para sahabat menunggu kehadiran Nabi sampai waktu Subuh, tetapi Nabi baru muncul di masjid untuk melaksanakan salat Subuh berjamaah. Tentu para sahabat bertanya-tanya mengapa Nabi lambat datang ke masjid. Karena itu, usai salat Subuh, Nabi menghadap jamaah dan berpidato:
فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا (HR. Al-Bukhari)
"Sungguh saya tidak khawatir atas penuhnya tempat kalian (masjid), tetapi saya khawatir salat Tarawih akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian akan merasa berat melaksanakannya."
Kondisi ini membuat salat Tarawih akhirnya tidak dilaksanakan sampai Rasulullah wafat, hingga periode Khalifah Abu Bakar dan awal periode Khalifah Umar bin Khattab.
Akhirnya, Khalifah Umar bin Khattab melihat para sahabat salat malam sendiri-sendiri, dan ada kelompok kecil yang salat berjamaah di masjid. Maka beliau berpikir, “Seandainya saya kumpulkan mereka dan salat Tarawih dilakukan secara berjamaah dengan seorang imam tunggal, tentu lebih utama daripada salat sendiri-sendiri (munfarid).”
Maka Khalifah Umar pun menunjuk Ubay bin Ka‘ab, sahabat yang hafal Al-Qur'an, untuk menjadi imam salat. Malam-malam berikutnya, salat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah dengan imam Ubay bin Ka‘ab.
Dalam hadis tersebut, salat malam atau salat Tarawih tidak disebutkan jumlah rakaatnya. Namun, dalam sumber lain disebutkan bahwa untuk menghidupkan malam Ramadan, salat Tarawih dilaksanakan dua puluh rakaat dan witir tiga rakaat. Hingga kini, sebagian besar umat Islam melaksanakan Tarawih dan witir 23 rakaat.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafi‘i dalam kitab Al-Majmu‘, juz 3, halaman 527:
مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ غَيْرِ الْوِتْرِ
"Mazhab kami (Mazhab Syafi‘i) menyatakan bahwa salat Tarawih itu dua puluh rakaat dengan sepuluh salam selain witir."
Salat Tarawih dengan jumlah 20 rakaat ini kemudian menjadi tradisi yang berlanjut hingga sekarang di banyak masjid di seluruh dunia. Namun, ada juga sebagian umat Islam yang tetap mengikuti sunah Nabi saw. dengan mengerjakan 8 rakaat saja, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
(Dikutip hadis dan terjemahan sebagaimana dalam teks asli)
Kedua pendapat ini sama-sama memiliki dalil dan argumentasi yang kuat dari sumber-sumber syar‘i. Yang terpenting adalah kita tidak saling mencela atau merendahkan pendapat yang berbeda.
Kita harus menghormati perbedaan dalam masalah-masalah furu‘iyyah (cabang) seperti ini. Kita harus bersatu dalam hal-hal ushul (pokok) seperti tauhid, risalah, dan akhirat. Kita harus menjaga ukhuwah Islamiyah dan saling mendoakan kebaikan.
Tetap Wajib Tumakninah!
Ada hal yang perlu mendapat perhatian bagi umat Islam yang melaksanakan salat Tarawih dan witir, yaitu jangan sampai dalam melaksanakan salat terburu-buru alias tidak tumakninah. Apa pun salatnya, baik salat fardu maupun sunah, salah satu rukunnya adalah tumakninah — diam sebentar antara dua gerakan.
Dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda:
(Dikutip hadis dan terjemahan sebagaimana dalam teks asli)
Begitu wajibnya tumakninah dalam salat, sampai Nabi mengatakan "sejahat-jahatnya pencuri" adalah orang yang salat tanpa tumakninah.
Suatu hari Rasulullah saw. melihat seseorang sedang salat dengan gerakan yang cepat, tanpa menyempurnakan posisi sujud dan rukuknya. Maka Rasulullah saw. bersabda:
(Dikutip hadis dan terjemahan sebagaimana dalam teks asli)
Jangan sampai kita yang sudah salat sejak kecil hingga dewasa, bahkan sampai lanjut usia, tidak diterima Allah Swt. hanya karena tidak tumakninah dalam salat.
Sahabat Muslim...
Yuk, kita salat Tarawih berjamaah di masjid dengan khusyuk, ikhlas, dan tumakninah. Jangan terburu-buru.
Wallahu a‘lam bishshawab.
Kuala Tungkal, 28 Sya‘ban 1446 H
Oleh: Abd. Mukti
Pemerhati Kehidupan Beragama