Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tawakal, Ikhlas dan Berbaik Sangka

Minggu, 02 Maret 2025 | 08:05 WIB Last Updated 2025-03-02T01:06:12Z
TintaSiyasi.id—Pemuka tawakal adalah Ikhlas. Tali kekangnya adalah berbaik sangka. dan kendalinya melenyapkan ketamakan.
Kata-kata ini sangat mendalam dan mencerminkan inti dari konsep tawakal dalam Islam. Tawakal, yang berarti berserah diri kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin, sangat erat kaitannya dengan ikhlas, berbaik sangka, dan menghilangkan ketamakan.

1. Pemuka Tawakal adalah Ikhlas
• Ikhlas dalam konteks tawakal berarti kita melakukan segala sesuatu dengan niat yang murni hanya untuk mendapatkan ridha Allah. Ketika seseorang benar-benar ikhlas, dia tidak mengharapkan pujian, keuntungan dunia, atau hasil yang spesifik dari amalannya, melainkan hanya mengandalkan Allah dalam segala urusan.
• Ikhlas menuntun kita untuk memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah, dan apa pun hasilnya, kita menerimanya dengan lapang dada.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan mereka tidak disuruh selain untuk beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan agama." (Al-Bayyinah: 5)

2. Tali Kekangnya adalah Berbaik Sangka
• Berbaik sangka atau husnu dhan adalah kunci untuk menjaga hati tetap tenang dan penuh harapan kepada Allah. Orang yang bertawakal dengan baik tidak merasa gelisah atau ragu terhadap ketentuan Allah, karena dia selalu berbaik sangka bahwa apapun yang terjadi adalah yang terbaik bagi dirinya, meskipun terkadang tidak sesuai dengan harapan.
• Berbaik sangka menghalau kekhawatiran dan keraguan, serta menjauhkan diri dari prasangka buruk terhadap Allah. Kita harus yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik, bahkan ketika kita tidak memahami hikmah dari sebuah kejadian.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Kendalinya adalah Melenyapkan Ketamakan
• Ketamakan atau keserakahan adalah perasaan ingin memiliki lebih, bahkan jika itu berlebihan dan tidak dibutuhkan. Tawakal mengajarkan kita untuk melepaskan ketamakan, karena kita meyakini bahwa Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan selalu apa yang kita inginkan.
• Orang yang bertawakal dengan baik tidak terjebak dalam godaan duniawi atau ambisi yang tak terkendali. Ia puas dengan apa yang Allah berikan dan merasa cukup dengan rezeki yang telah ditentukan-Nya. Ketamakan hanya akan membawa kesusahan dan kekecewaan, sementara tawakal mengarah pada ketenangan dan kepuasan hati.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa yang merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah, dia adalah orang yang paling kaya." (HR. Tirmidzi)
Menggabungkan Semua Elemen Tawakal
• Ikhlas, berbaik sangka, dan meninggalkan ketamakan adalah elemen-elemen yang saling melengkapi dalam praktik tawakal. Jika kita ikhlas dalam berusaha dan berserah diri kepada Allah, berbaik sangka terhadap takdir-Nya, dan menghilangkan rasa tamak terhadap dunia, maka hati kita akan penuh dengan ketenangan dan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik.

Tawakal bukan berarti pasif atau malas. Sebaliknya, tawakal mengajarkan kita untuk berusaha sebaik mungkin, lalu menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah. Dengan demikian, kita bebas dari perasaan cemas, khawatir, atau kecewa, karena kita tahu bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Bagaimana menurutmu, apakah kamu pernah merasakan ketenangan ketika benar-benar menyerahkan hasil usaha hanya kepada Allah?

Ar-Rabi' bin Khatsyam berkata, " Segala sesuatu yang tidak dimaksudkan karena Allah akan musnah." 

Kata-kata Ar-Rabi' bin Khatsyam ini sangat dalam dan mencerminkan esensi dari kehidupan yang penuh dengan ikhlas dan niat yang benar. Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa setiap perbuatan yang tidak dilakukan dengan niat yang tulus karena Allah akan kehilangan makna dan akhirnya sia-sia, bahkan bisa mengarah pada kebinasaan.

Makna Utama:

1. Niat Karena Allah
o Segala perbuatan yang kita lakukan, baik itu ibadah, pekerjaan, atau hubungan sosial, jika tidak dilandasi dengan niat karena Allah, maka perbuatan tersebut tidak akan memberikan keberkahan. Bahkan, bisa jadi perbuatan tersebut akan musnah dan sia-sia di dunia dan akhirat.
o Dalam Islam, niat adalah kunci utama dalam segala amal. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang terkenal:
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Kehidupan yang Terfokus pada Allah
o Ar-Rabi' bin Khatsyam mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga agar setiap langkah hidup kita terfokus hanya pada keridhaan Allah. Ini bukan berarti bahwa kita harus selalu berada di masjid atau melakukan ibadah ritual saja, tetapi segala aktivitas kita, termasuk pekerjaan, belajar, dan berinteraksi dengan orang lain, harus dilandasi dengan niat untuk mencari ridha Allah.
o Dengan niat yang ikhlas, maka segala pekerjaan yang kita lakukan akan menjadi ibadah, dan kita akan merasakan keberkahan dari setiap hal yang kita kerjakan.

3. Segala Sesuatu yang Tidak Dimaksudkan untuk Allah Akan Musnah
o Ketika kita melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, pujian, atau status sosial, maka pada akhirnya kita tidak akan mendapatkan keberkahan dari Allah. Bahkan, bisa jadi kita merasa kosong dan tidak puas meskipun berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan di dunia.
o Sebaliknya, jika kita melakukan segala sesuatu karena Allah, maka meskipun duniawi atau sederhana, kita akan mendapatkan kedamaian dalam hati dan pahalanya di akhirat.
Menghindari Kesia-siaan
• Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita terjebak dalam rutinitas yang tampaknya baik, tetapi tidak disertai niat yang benar. Kita mungkin bekerja keras, tetapi jika tidak dimaksudkan untuk Allah, kita bisa merasa lelah dan hampa. Seperti halnya dalam ibadah, jika tidak ada niat yang tulus, maka amal itu bisa dianggap sia-sia.
• Dalam hadits disebutkan bahwa jika amal perbuatan kita tidak sesuai dengan niat yang baik dan tidak mengarah pada keridhaan Allah, maka amal tersebut akan sia-sia. Ini adalah peringatan bagi kita untuk selalu memeriksa niat sebelum melakukan apapun.

Praktik dalam Kehidupan:

1. Bekerja dengan Niat untuk Allah
o Setiap pekerjaan, baik itu di kantor, di rumah, atau di tempat lainnya, harus dimaksudkan sebagai sarana untuk mencari rezeki yang halal dan sebagai cara untuk mengabdi kepada Allah. Kita tidak hanya mencari gaji atau status, tetapi juga menginginkan keberkahan dari pekerjaan tersebut.

2. Menyusun Hubungan dengan Orang Lain untuk Allah
o Ketika kita berinteraksi dengan orang lain—baik itu keluarga, teman, atau sesama manusia—kita harus melakukannya dengan niat untuk menyenangkan Allah, bukan untuk memperoleh pujian atau kepentingan pribadi.

3. Amal Ibadah yang Ikhlas
o Ibadah seperti shalat, puasa, zakat, atau sedekah, jika dilakukan hanya untuk Allah, akan membawa ketenangan hati dan memperoleh pahala yang besar. Namun jika niatnya bukan karena Allah, maka kita tidak akan merasakan dampak positif dari ibadah tersebut.

Kesimpulan:

Ar-Rabi' bin Khatsyam mengingatkan kita bahwa keikhlasan dalam niat adalah dasar dari setiap amal. Tanpa niat yang tulus karena Allah, segala amal kita bisa berakhir dengan sia-sia dan tanpa keberkahan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk selalu memeriksa dan memperbaharui niat kita dalam setiap tindakan dan perbuatan.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update