Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pembatasan Jam Operasional Tempat Hiburan Saat Ramadhan, Cukupkah?

Kamis, 13 Maret 2025 | 14:17 WIB Last Updated 2025-03-13T07:17:48Z

Tintasiyasi.id.com -- Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan aturan tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. Dalam pengumuman itu, terdapat pengaturan mengenai operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadan.

Ada beberapa jenis usaha pariwisata yang diwajibkan tutup selama H-1 Ramadan hingga H+1 hari kedua Idul Fitri. Jenis usaha pariwisata yang dimaksud di antaranya adalah klub malam, diskotek, bar dan rumah pijat yang berdiri sendiri. Sedangkan untuk jenis usaha pariwisata yang diselenggarakan di hotel bintang empat dan bintang lima, masih tetap beroperasi namun jam nya dibatasi (News.republika.co.id, 25-02-25).

Pembatasan jam tempat hiburan dilakukan untuk menghormati bulan suci Ramadan sekaligus mengondisikan agar kaum muslim dapat fokus beribadah. Selama ini memang tempat hiburan, khususnya yang beroperasi di malam hari identik dengan tempat berkumpulnya kemaksiatan. Dengan pembatasan jam operasional saat Ramadan apakah sudah cukup?

Tak Sekadar Pembatasan Jam Operasional

Ditutupnya tempat hiburan yang berdiri mandiri dan pengaturan jam operasional tempat hiburan di hotel berbintang selama Ramadan, menunjukkan kebijakan penguasa yang setengah-setengah dalam memberantas kemaksiatan.

Sebab yang dilakukan bukanlah menghentikan operasi tempat usahanya, tetapi hanya ditutup sementara dan diatur dengan sejumlah pembatasan jam. Itu pun hanya dilakukan saat Ramadan saja, seolah hanya pada bulan suci ini maksiat dibatasi. Lepas Ramadan, sudah bisa dipastikan tempat-tempat hiburan malam akan beroperasi seperti biasa. 

Inilah potret pengaturan berdasarkan sistem sekuler kapitalisme. Sekularisme menjadikan cara pandang yang digunakan adalah asas manfaat yang mendatangkan keuntungan meskipun melanggar ketentuan syariat. Dengan pertimbangan adanya izin usaha, tempat hiburan yang menyatu dengan hotel berbintang tetap buka.

Sebab hotel tak mungkin ditutup, sementara di hotel tersebut terdapat tempat hiburan yang mendatangkan maksiat. Ini menunjukkan pula bahwa pemerintah tebang pilih dalam membuat aturan. 

Kehadiran bulan suci Ramadan nyatanya tak mampu mencegah praktik kemaksiatan. Meskipun sudah ada upaya penutupan dan pembatasan jam beroperasi, masih besar kemungkinan ada pelaku usaha nakal yang tetap buka seperti biasa. Seharusnya jika ingin menghentikan maksiat secara tuntas, tempat-tempat maksiat dilarang beroperasi.  

Akibat sekularisasi, kontrol masyarakat pun hilang karena sudah tidak peduli dengan keadaan sekitar walau ada kemaksiatan merajalela. Apalagi pada level individu pun sudah tersibukkan dengan urusan pribadi masing-masing. Tak peduli banyak perbuatan dosa mengalir deras di bulan suci selama dipandang tidak merugikan diri sendiri. Sungguh miris jika hidup dan menjalankan aturan tanpa menjadikan agama sebagai landasan. 

Islam Memberantas Maksiat

Kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Hal ini karena dalam Islam kemaksiatan dipandang sebagai bentuk pelanggaran hukum syarak dan ada sanksinya.

Semua ini bertujuan agar manusia jera ketika diberikan hukuman saat melanggar, sekaligus memberikan efek "takut" untuk orang lain dalam berbuat hal yang sama mengingat kerasnya sanksi.

Dengan aturan Islam, semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata akan berlandaskan akidah Islam, dan bukan dengan asas kemanfaatan. Semua pintu menjerumuskan pada kemaksiatan akan ditutup.  

Negara pun akan melakukan kontrol ketat terhadap seluruh pelaku usaha. Tidak diperkenankan usaha maksiat berjalan, meskipun hanya sembunyi-sembunyi. Sangat berbeda seperti saat ini dimana tempat hiburan maksiat tumbuh menjamur. Jika ada yang nekat melanggar akan disanksi berat dan izin usahanya akan dicabut.

Dengan mekanisme ini, maksiat dapat diberantas dengan tuntas sampai akarnya. Tidak ada yang berani melakukan maksiat karena negara bertindak tegas dan mengontrol secara berkala. Di sisi lain, ada fungsi kontrol sosial dari masyarakat yang ikut mengawasi aktivitas warga di dalamnya.

Dengan demikian akan terjaga suasana keimanan di tengah-tengah umat. Mereka pun fokus beribadah dengan tenang. Bahkan hal ini bukan hanya terwujud di bulan suci saja, tetapi juga waktu-waktu lainnya. 

Maka, tidak cukup hanya dengan menutup sementara dan membatasi jam operasional tempat hiburan atau pariwisata. Tetapi harus ditutup segala pintu maksiat dan pemicu-pemicunya dengan penerapan Islam secara total dalam sistem negara Islam. Wallahua'lam bishshawwab.[]

Oleh: Hanum Hanindita, S.Si. (Penulis Artikel Islami)

Opini

×
Berita Terbaru Update