Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kebijakan Serampangan Oleh Negara Berakibat PHK Massal!

Kamis, 13 Maret 2025 | 14:26 WIB Last Updated 2025-03-13T07:26:48Z

Tintasiyasi.id.com -- Negeri yang kaya sumber daya alam sejatinya akan mampu mensejahterakan rakyatnya, salah satu caranya adalah dengan mempersiapkan lapangan kerja kepada rakyat. Terutama kepada kepala keluarga yang menjadi penopang ekonomi keluarga. 

Faktanya jauh dari harapan, malah yang didapatkan adalah pemutusan hubungan kerja. Sebagaimana yang dilansir oleh Kompas.com (10/3/2025), Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda industri manufaktur Indonesia pada awal 2025. Lebih dari 10.000 pekerja terdampak akibat penutupan pabrik, relokasi produksi, hingga turunnya permintaan pasar.

Juga yang dilansir oleh NBC Indonesia, Kurator dari Pengadilan Niaga memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex sebanyak 8.400 orang (2/3/2025).

Inikan berbanding terbalik dengan SDA yang melimpah. Mestinya dengan adanya SDA yang melimpah, lapang kerja juga tersedia. Namun nyatanya SDM yang ada dalam negeri justru disia-siakan, sementara pekerja luar memenuhi industri-industri dalam negeri beserta dengan produk-produk luar yang berdampak pada produk dalam negeri tidak dilirik. 

Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurusi rakyat. Padahal perusahaan-perusahaan dalam negeri ini mestinya mampu menampung para pekerja. Lihat saja sekelas PT Sritex yang notabene adalah perusahaan tekstil terbesar se Asia Tenggara, yang dianggap paling kuat dari PHK.

Namun nyatanya harus melakukan PHK massal. PHK massal di Sritex ini bisa dianggap sebagai dampak sosial dari kebijakan pemerintah, yang membuat kemudahan produk Cina masuk ke Indonesia melalui ACFTA maupun UU Cipta kerja.

Tentu semua ini ada sebab dan akibatnya. Ternyata setelah ditelusuri yang menyebabkan adalah akibat dari penerapan sistem Kapitalisme dengan prinsip liberalisasi ekonomi. Negara berwatak populis otoriter, yang menjalankan peran hanya sebagai regulator untuk memenuhi kepentingan oligarki. Bahkan Sritex dijanjikan akan selamat jika saat pemilu memilih calon tertentu.

Liberalisasi menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri. Jadi sesuai dengan kebutuhan industri, jika industri ingin pake maka digunakan. Namun jika tidak dibutuhkan lagi, maka siap-siap untuk angkat kaki dari industri tersebut.

Akhirnya, kebanyakan orang-orang hebat di negeri ini keluar negeri untuk mencari kerja karena lebih menjanjikan ketimbang di negeri sendiri. 

Belum lagi ketika di-PHK para pekerja tidak mendapatkan pesangon dan tidak semua mendapatkan uang yang mereka simpan di BPJS ketenagakerjaan. Sangat menyedihkan bukan, ibarat jatuh tertimpa tangga pula. 

Maka, sistem hari ini telah memperlihatkan bagaimana kehidupan diatur dengan aturan manusia. Lain aturan yang ditetapkan, lain pula fakta yang ada di lapangan. Sungguh tidak ada jaminan kesejahteraan ketika hidup dalam sistem kapitalisme sekularisme liberalisme. Yang ada hanyalah kesengsaraan bertubi-tubi. Semakin terlihat pula si kaya dan si miskin. 

Jauh berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam menjamin suasana yang kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Standarnya jelas dan tidak merugikan siapapun. Karena sandarannya adalah halal dan haram. Tidak bisa semena-mena. Jika melakukan kesalahan berarti harus diberikan sanksi.

Begitu pula, negara dalam Islam menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dan memadai dengan berbagai mekanisme yang dijelaskan dalam kitab Nidzom Iqthisody karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, termasuk memberikan modal bisnis, iqtha’, dan lain-lain. Mekanisme ini akan dijalankan oleh penguasa yang menjalankan sistem kepemimpinan Islam dan memiliki profil Islam.

Dengan demikian Islam itu bukan hanya sekedar mengurusi urusan ibadah ritual saja atau urusan manusia dengan Tuhannya saja, melainkan mengurusi seluruh aspek kehidupan. Salah satu buktinya masalah sistem ekonomi yang dibahas di atas.
Wallahu a'lam bishshowwab.[]

Oleh: Siti Aminah, S. Pd
(Pegiat Literasi Lainea Konawe Selatan) 

Opini

×
Berita Terbaru Update