TintaSiyasi.id -- Filolog Ustaz Salman Iskandar, memaparkan akibat dari runtuhnya khilafah. "Pertama, terpecah belahnya negeri Islam didasarkan kepada kepentingan kebangsaan atau nasionalisme," ungkapnya di kanal YouTube Mercusuar Ummat, Bedah Khilafah - Runtuhnya Khilafah Musibah Terbesar Umat Islam, Senin (2/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa dunia Islam dulunya bersatu, membentang dari Darul Baida sampai wilayah Semenanjung Pamalayu Biladil Jawiyah, dari wilayah Casablanca Maghrib Maroko sampai Merauke. Namun pada saat ini, telah berpecah belah menjadi lebih dari puluhan negara atas dasar kebangsaan. Bahkan tercatat lebih dari 50 negara atas dasar kebangsaan akibat kaum Muslim tidak dipersatukan dalam naungan kepemimpinan Islam yaitu khilafah.
Kedua, ukhuwah islamiah digantikan oleh nasionalisme. Kaum Muslim sebelumnya telah dipersatukan dengan akidah Islam, karena kita memahami bahwasanya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati. (Qs. Al Hujurat 10)," ungkapnya.
Akibat nasionalisme menggantikan ukhuwah islamiah, maka setiap negeri Islam lebih mementingkan kepentingan kebangsaan masing-masing. Jika dibandingkan dengan persatuan umat Islam yang hakiki, sebagai contoh perpecahan diantara negara-negara Arab dalam menghadapi Israel. Bahwa Saudi dengan kesaudianya bahwa Suriah dengan kesuriahannya, bahwa Jordania dengan kejordaniannya. Bahkan termasuk Irak, dan juga Mesir, Lebanon, dan juga negara-negara lainnya mereka tidak bisa satu suara untuk menghadapi kaum Zionis. Ini akibat nasionalisme telah menggantikan ukhuwah islamiah.
Ketiga, muncul perselisihan dan konflik antar negara muslim. Banyak negara muslim yang bertikai akibat batas-batas yang dibuat oleh kaum penjajah. Sebagai contoh ada yang konflik antara Irak dan Kuwait bahkan sebelumnya antara Irak dengan Iran. Sekaligus juga antara Pakistan dan India.
"Termasuk juga antara wilayah yang ada di negeri ini di Biladil Jawi ketika tahun 60-an. Ketika Sabah Sarawak ingin dipersatukan dengan federasi Malaysia oleh kekuasaan Kerajaan Inggris, maka kemudian terjadi gejolak politik yang ada di negeri ini bahwa Sabah Sarawak ketikanya dekat dengan wilayah Kalimantan. Maka layak untuk bergabung dengan wilayah Kalimantan atau Borneo atau Indonesia, namun atas rekayasa kaum kolonialis dipecah menjadi bergabung dengan Malaysia, ini fakta ketika kaum muslim berpecah belah atas dasar kebangsaan," paparnya.
Keempat, adanya penjajahan terhadap negeri Islam. "Bahwasanya pendudukan Palestina oleh kaum Zionis Yahudi semenjak yahun 1948 hingga hari ini tanpa keberadaan khilafah yang melindungi umat bangsa Zionis Yahudi berhasil mendirikan Israel negara yang dicangkokan oleh para pemenang perang dalam hal ini oleh kerajaan Inggris di tanah Palestina, dan dalam hal ini kita bisa membuktikan juga menyaksikan bahwa negara-negara muslim hanya bisa mengecam tanpa mampu bertindak nyata untuk membebaskan saudara Muslim kita di Palestina," ungkapnya.
Kemudian, ia memberikan contoh penjajahan terhadap negeri Islam yang lainnya adalah invasi dari peradaban Barat ke dunia Islam.
"Invasi yang dimaksud dengan aneksasi militer, buktinya Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dengan mudah menginvasi Afganistan tahun 2001 dan Irak tahun 2003 yang mereka nyatakan bahwa Afganistan dan Irak sebagai negara teror dan pada waktu itu penguasa Amerika menyatakan global war on terorism atau perang raya menghadapi teroris, tanpa ada kekuatan Islam yang bisa kemudian menghadapinya secara signifikan arogan di Amerika dan sekutu-sekutunya menginvasi dunia Islam," ungkapnya.
Kelima, keterpurukan ekonomi. Setelah runtuhnya khilafah banyak negara muslim kehilangan kendali atas sumber daya alam mereka, dan bergantung pada ekonomi kapitalis Barat.
"Contoh negeri ini negeri kita Biladil Jawi Nusantara Indonesia ketika ingin diakui kedaulatannya oleh bangsa-bangsa pemenang perang khususnya adalah Amerika melalui perjanjian Meja Bundar 27 Desember tahun 1949 ya disebutkan bahwa sejak itulah kemudian sumber daya alam milik kita perekonomian bergantung sepenuhnya pada para pemenang perang yaitu didasarkan kepada ekonomi kapitalisme," urainya.
Berikutnya, ia menjelaskan keterpurukan ekonomi yang ketiga diantara dominasi sistem keuangan kapitalis, mata uang dunia didominasi oleh dolar Amerika, sedangkan mata uang negara-negara muslim justru lemah dan tidak stabil.
"Buktinya apa rupiah kita dari mulai ditetapkannya perjanjian Konferensi Meja Bundar tahun 1949 perekonomian kita tidak pernah lagi Berdikari, justru kemudian menginduk kepada kebijakan dan bergantung sepenuhnya pada sistem keuangan kapitalis," ujarnya.
"Sistem riba dan perbankan konvensional ini semakin menjerat ekonomi negara-negara muslim satu diantaranya rupiah kita tidak lagi Mandiri karena yang telah ditetapkan dalam Konferensi Meja Bundar mengacu kepada dolar Amerika," sambungnya.
Keenam, hilangnya perlindungan terhadap muslim di seluruh dunia. Diantaranya muslim di wilayah Uighur, Rohingya, dan India ditindas tanpa khilafah. "Tidak ada kekuatan besar yang membela kaum muslim yang ditindas di berbagai negeri," ungkapnya.
"Muslim Rohingya di Myanmar mengalami genosida tetapi tidak ada negara Islam yang benar-benar membela mereka, padahal ketika Daulah Islam berkuasa dari mulai Afghanistan, Pakistan sampai wilayah Hindustan, dan sampai wilayah Merauke atau arakan atau Myanmar, pemerintahan Islam Mongulistan ini kemudian melindungi muslim di wilayah Parakan yang kita kali ini ketemu sebagai Muslim rohingya," jelasnya.
Ketujuh, Islamofobia dan serangan terhadap Islam. Pasca runtuhnya khilafah Islam tidak lagi memiliki perisai atau junah yang melindungi kehormatan di antara kaum muslim, bahkan Islamofobia makin meningkat di wilayah Barat.
"Negara-negara Barat ini kemudian membenci Islam dan kaum muslim sedemikian rupa, bahkan pada saat pemerintahan kekuasaannya yang pertama Donald Trump penguasa Amerika dengan konsepsi Make America Great Again (MAGA) menjadikan bangsa Amerika besar kembali adidaya kembali mereka menyatakan konsepsi yang kita ketahui hari ini berkenaan dengan larangan kaum imigran untuk memasuki Amerika dan mempersulit Kewarganegaraan non Amerika atau campuran Amerika khusus dari wilayah Asia Tengah Asia Utara dan Timur Tengah yang notabene adalah negeri-negeri kaum muslim itu bukti nyata bahwa Barat itu mengidap islamofobia," pungkasnya. [] Alfia Purwanti