Jet tempur AS telah melakukan
serangkaian serangan udara di Yaman, menewaskan sedikitnya 32 orang setelah
Presiden Donald Trump memperingatkan kelompok Houthi agar tidak menyerang kapal
yang melewati Laut Merah.
Menurut data statistik terbaru
dari Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi, sedikitnya berjumlah 101 orang
telah terluka dalam serangan udara AS, kata Mohammed Al Attab dari Al
Jazeera yang melaporkan dari Sanaa.
Serangan AS tersebut, merupakan
tindakan militer paling signifikan sejak Trump kembali berkuasa pada bulan
Januari, setelah Houthi Yaman mengancam akan melanjutkan serangan terhadap
kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah akibat blokade Israel
terhadap Gaza.
Serangan AS, yang dimulai pada
hari Sabtu dan berlanjut hingga Minggu dini hari, di ibu kota Yaman, Sanaa,
serta wilayah di Saada dan al-Bayda, dikabarkan telah menewaskan setidaknya 32
anak-anak dan melukai 101 orang, menurut
data Kementerian Kesehatan Houth.
Sebelumnya, juru bicara
Kementerian Kesehatan Anis al-Asbahi mengatakan bahwa sebagian besar korban
adalah “anak-anak dan wanita”.
Korban di Saada termasuk empat
anak dan seorang wanita. Menurut media Yaman, pasukan AS juga melancarkan
serangan di Provinsi Hajjah, Marib, Dhamar, dan Taiz.
Kelompok Houthi memperingatkan
bahwa serangan itu “tidak akan berlalu begitu saja tanpa respons”. Situs web
Houthi mengecam apa yang disebutnya sebagai “agresi AS-Inggris” dan “kriminal
yang brutal Washington”.
Ancaman Trump
Dalam sebuah postingan di media
sosial, Trump berjanji untuk “menggunakan kekuatan mematikan yang sangat besar”
dan memerintahkan Iran untuk “segera” menghentikan dukungannya.
"Waktu Anda sudah habis, dan
serangan Anda harus dihentikan, mulai hari ini. Jika tidak, api akan menghujani
dan menimpa Anda yang belum pernah Anda saksikan sebelumnya," kata
presiden AS dalam sebuah pernyataan di Truth Social, situs media
sosialnya.
“Saya telah memerintahkan militer
AS hari ini untuk melancarkan operasi militer yang tegas dan kuat terhadap
teroris Houthi di Yaman,” kata Trump.
Lalu ia menambahkan bahwa, “Washington
akan menggunakan kekuatan mematikan yang sangat besar hingga kami meraih target
kami.”
Trump juga mengatakan kepada Iran
agar segera negara menghentikan dukungannya kepada Houthi. Ia mengatakan jika
Iran mengancam AS, “Amerika akan meminta pertanggungjawaban penuh kepada Anda
dan kami tidak akan bersikap baik!"
Menteri Luar Negeri Iran Abbas
Araghchi mengutuk serangan AS tersebut dan mengatakan Washington tidak memiliki
wewenang untuk mendikte kebijakan luar negerinya. Hizbullah, kelompok Lebanon
yang terkait dengan Teheran, juga mengutuk serangan militer AS.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei
Lavrov mengatakan kepada mitranya dari AS Marco Rubio melalui panggilan telepon
pada hari Sabtu bahwa semua pihak harus menahan diri dari adu kekuatan di
Yaman.
"Menanggapi argumentasi yang
diajukan oleh perwakilan Amerika, Sergei Lavrov menekankan perlunya penghentian
segera penggunaan kekuatan dan pentingnya semua pihak untuk terlibat dalam
dialog politik guna menemukan solusi yang akan mencegah pertumpahan darah lebih
lanjut," kata Kementerian Luar Negeri Rusia pada hari Minggu.
Salah dan Menyesatkan
Kelompok Houthi, yang menguasai
sebagian besar Yaman, belum menyerang kapal mana pun meskipun mengancam akan
melakukannya minggu lalu karena blokade Israel terhadap semua makanan, bahan
bakar, dan pasokan lainnya ke Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, juru
bicara Houthi menuduh AS melebih-lebihkan ancaman terhadap operasi pengiriman
untuk memengaruhi opini publik.
“Apa yang diklaim presiden AS
tentang ancaman terhadap navigasi internasional di Selat Bab al-Mandeb adalah
salah dan menyesatkan opini publik internasional,” kata Mohammed Abdul-Salam.
“Embargo maritim yang
dideklarasikan Yaman untuk mendukung Gaza hanya terbatas pada pelayaran Israel
sampai bantuan kemanusiaan dikirimkan kepada rakyat Gaza, sesuai dengan
perjanjian gencatan senjata antara perlawanan Palestina dan entitas musuh,”
tambahnya.
Biro politik Houthi mengeluarkan
pernyataan terpisah, yang menggambarkan serangan itu sebagai “kejahatan perang”
dan berjanji untuk meresponnya.
"Agresi ini tidak akan
didiamkan begitu saja, "Angkatan bersenjata Yaman kami sepenuhnya siap
untuk menanggapi eskalasi dengan eskalasi”,
katanya.
Di Sanaa, warga mengatakan
sedikitnya empat serangan udara mengguncang wilayah Geraf timur di distrik
Shuayb, yang membuat wanita dan anak-anak di daerah tersebut ketakutan.
“Ledakannya sangat kuat. Rasanya
seperti gempa bumi,” kata Abdallah al-Alffi, salah satu warga.
Houthi telah melancarkan lebih
dari 100 serangan yang menargetkan pengiriman sejak November 2023, menyusul
perang Israel di Gaza, mengacaukan perdagangan global dan menempatkan militer
AS pada kampanye yang mahal untuk mencegat rudal dan drone yang membakar
persediaan pertahanan udara AS.
Kelompok Houthi mengatakan
serangan itu merupakan bentuk solidaritas terhadap Palestina atas perang Israel
dengan Hamas di Gaza.
Sekutu Iran lainnya, Hamas di
Gaza dan Hizbullah di Lebanon, telah sangat dilemahkan oleh Israel sejak
dimulainya konflik Gaza. Bashar al-Assad dari Suriah, yang dekat dengan
Teheran, digulingkan oleh pemberontak pada bulan Desember.
Namun, selama itu, Houthi Yaman
tetap tangguh dan sering melakukan serangan, menenggelamkan dua kapal, menyita
satu kapal lain, dan menewaskan sedikitnya empat pelaut dalam serangan yang
mengganggu pengiriman global, memaksa perusahaan untuk mengubah rute ke
perjalanan yang lebih jauh dan lebih mahal di sekitar Afrika Selatan.
Houthi menghentikan serangan
pesawat tak berawak dan rudal ketika gencatan senjata Gaza diumumkan pada bulan
Januari.
Tidak Ada Logika Militer dan
Politik
Reporter Al-Jazeera, Patty
Culhane melaporkan dari Washington DC, mengatakan Trump membenarkan serangan
terhadap Yaman untuk “menghentikan” serangan Houthi. Padahal seperti diketahui,
kelompok tersebut belum melancarkan serangan apa pun, meskipun mengancam akan
melakukannya.
"Trump mengatakan alasan
lainnya adalah karena Houthi menyerang kapal perang militer AS. Namun, itu
terjadi saat dia belum menjadi presiden," kata Culhane.
"Gedung Putih juga telah
mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan bahwa sebelum serangan, ada 25.000
kapal yang melintasi Laut Merah setiap tahun. Dan sekarang jumlahnya tinggal
10.000. Pernyataan ini meruntuhkan konsep presiden bahwa tidak ada yang
benar-benar melintasi wilayah tersebut,” lanjutnya.
Disebutkan pula bahwa kapal-kapal
komersial AS telah diserang 145 kali sejak 2023. Dan yang terakhir terjadi pada
bulan Desember, sekali lagi, sebelum Trump dilantik.
Komando Pusat AS (CENTCOM), yang
mengunggah gambar pesawat tempur dan bom yang menghancurkan kompleks bangunan,
mengatakan serangan presisi dilancarkan untuk mempertahankan kepentingan
Amerika, menghalangi musuh, dan memulihkan kebebasan navigasi.
“Serangan Houthi terhadap kapal dan
pesawat Amerika (dan pasukan kita!) tidak akan ditoleransi; dan Iran, dermawan
mereka, sudah diberi tahu, kebebasan navigasi akan dipulihkan,” tulis Menteri
Pertahanan AS Pete Hegseth di X.
Awal bulan ini, AS menetapkan
gerakan Houthi sebagai organisasi “teroris asing”.
Nabeel Khoury, mantan diplomat
AS, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa keputusan Trump untuk melancarkan
serangan terhadap Houthi adalah keliru dan tidak akan menaklukkan kelompok
tersebut.
"Untuk Presiden kita, yang
datang dengan keinginan untuk menghindari perang dan ingin menjadi orang yang
cinta damai, ia menempuh cara yang salah. Ada banyak jalan yang dapat ditempuh
sebelum Anda menggunakan perang," kata Khoury.
"Jika Anda berpikir bahwa
Hamas, yang hidup dan berjuang di sebidang tanah yang sangat kecil, dikelilingi
oleh daratan, udara, dan laut, namun pemboman selama 17 bulan oleh Israel tidak
berhasil mengusir mereka, sedangkan Houthi hidup di wilayah yang jauh lebih
terjal, di daerah pegunungan – maka mustahil untuk mengyingkirkan mereka. Jadi
tidak ada logika militer dalam apa yang terjadi, dan tidak ada logika politik
juga,” pungkasnya.[] M.Siregar
Sumber terjemahan berita:
https://www.aljazeera.com/news/2025/3/15/us-launches-major-air-strikes-on-houthi-targets-in-yemen-at-least-9-kille