Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gurita Korupsi Pertamina, Hilangnya Empati pada Rakyat

Jumat, 14 Maret 2025 | 07:02 WIB Last Updated 2025-03-14T00:02:56Z

TintaSiyasi.id -- Korupsi kian fantastis dan semakin masif, di negeri yang kaya akan limpahan sumber daya alam. Kasus korupsi tak pernah tuntas diselesaikan, bahkan semakin menggurita, seperti yang terjadi pada kasus korupsi pertamina belum lama ini. 

Dilansir dari beritasatu.com, (25/2/2025), Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Negara pun mengalami kerugian mencapai Rp193,7 triliun akibat kasus tersebut. Kejagung pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, empat di antaranya dari Pertamina dan tiga pihak swasta.

Kemudian, Kejagung menetapkan dua tersangka lagi, yaitu MK (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga) dan EC (VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga). Diduga, mereka berdua memerintahkan proses pengoplosan pada produk kilang jenis RON 88 (Premium) dan RON 90 (Pertalite) dan menghasilkan RON 92 (Pertamax). Keduanya mengetahui dan menyetujui mark up (penggelembungan) harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF. Akibatnya, PT Pertamina harus mengeluarkan fee 13%-15% yang terkategori ‘melawan hukum’.

Bukan hanya merugikan negara, korupsi Pertamina juga telah merugikan masyarakat. Masyarakat merasa ditipu karena selama ini rakyat membeli Pertalite dengan harga Pertamax. Akibat pengoplosan ini akan berdampak pada jutaan kendaraan yang dikhawatirkan akan mengalami kerusakan. 

Terungkapnya korupsi ini berawal dari adanya keluhan masyarakat di beberapa wilayah terkait buruknya kualitas produk BBM Pertamina jenis RON 92 alias Pertamax. Kejagung berhasil mengungkap praktik ‘pengoplosan’ atau blending dalam Pertamax dengan Pertalite atau RON 90. BBM jenis RON 90 atau bahkan di bawahnya, yaitu RON 88, yang dicampur dengan RON 92. Dari hasil penyelidikan, ditemukan adanya kenaikan harga Pertamax serta besarnya subsidi dari pemerintah berkaitan dengan praktik ilegal di Pertamina. Temuan ini mengarah pada dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga (Tempo.co, 8/3/2025). 

Sungguh miris melihat fakta korupsi ini, di tengah kondisi kehidupan masyarakat yang sangat memprihatinkan, para pejabat yang seharusnya menjadi pelayan rakyat ternyata berbuat curang dan khianat. Penderitaan rakyat saat ini dengan banyaknya PHK, kenaikan harga sembako dan masih banyak lainnya, tidak juga membuat mereka merasa iba dan empati, justru sumber daya alam milik rakyat tidak dikelola sebagaimana mestinya, mereka memanipulasi dan mengambil keuntungan untuk diri mereka sendiri dan kroninya.

Kejujuran semakin hilang di negeri ini, pun terjadi di kalangan aparat pemerintahan, berbeda sekali dengan ajaran Islam, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya kejujuran akan membimbing menuju kebaikan dan kebaikan akan membimbing menuju surga. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk jujur, sampai akhirnya ia menjadi orang yang benar-benar jujur. Dan sesungguhnya kedustaan akan membimbing menuju kejahatan dan kejahatan akan membimbing menuju neraka. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk berdusta, sampai akhirnya ia benar-benar ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Bukhari dan Muslim)

Kenyataan pahit seperti saat ini wajar dalam sistem demokrasi kapitalisme, para pejabat negara jauh dari sifat jujur dan amanah karena terikat dengan aturan yang salah, kurangnya kontrol serta sanksi tegas yang membuat efek jera. Dalam sistem rusak buatan manusia ini, pejabat negara merupakan regulator. Bahkan, negara dikuasai segelintir oknum. Selain itu, terbongkarnya kasus-kasus megakorupsi saat ini, makin tampak pengelolaan sumber daya alam berlandaskan pandangan neoliberal. Hubungan pemerintah dan rakyat hanya sekadar hubungan untung-rugi dan sangat minim aspek pelayanan kepada rakyat.

Hal ini sangat berbeda dalam aturan Islam, pemimpin merupakan junnah atau pelindung dan raa’in (penggembala) yang bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menerangkan, “Menurut perkataan yang sahih, yakni mayoritas ahli tafsir, amanah mencakup semua tugas-tugas (fungsi-fungsi) keagamaan. Amanah merupakan segala kefarduan (kewajiban) yang Allah telah mempercayakan kepada hamba (manusia) untuk melaksanakannya” (Al Jâmi’ li Ahkâmil Qur’an, 14/253).

Adapun jabatan dan kekuasaan adalah amanah. Apabila tidak ditunaikan, maka akan menjadi kehinaan di yaumul hisab. Amanah dalam Islam ini merupakan urusan yang sangat besar sehingga langit, bumi, serta gunung-gunung merasa khawatir dan takut untuk memikulnya. Firman Allah SWT yang artinya, “Sesungguhnya, Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu. Mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya, manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (TQS surah al-Ahzab ayat 72).

Korupsi adalah persoalan sistemik, oleh sebab itu pemberantasannya pun harus bersifat sistemik. Sistem politik demokrasi kapitalisme nyatanya telah gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih. Sangat berbeda dengan sistem politik Islam yang memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi. Contohnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi koruptor berupa dicambuk dan ditahan dalam kurun waktu yang lama (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 5/528). Dahulu, Zaid bin Tsabit menetapkan bentuk hukuman yang bisa diambil pelajaran bagi orang lain dan koruptor diberi sanksi tegas. Kemudian, Qatadah mengatakan bahwa hukumannya adalah penjara (Mushannaf Abd ar-Razaq, 10/208-209).

Oleh karenanya, masihkah umat Islam sebagai umat mayoritas di negeri ini tidak ingin kembali pada al-Qur'an dan Sunah sebagai petunjuk hidup? Dengan diterapkannya aturan Islam yang sempurna niscaya korupsi dapat terselesaikan dan tak semakin menggurita.[]


Oleh: Eva Ummu Naira, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Opini

×
Berita Terbaru Update