Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Fenomena Pelecehan Seksual di Institusi Pendidikan: Ladang Obat yang Kini Jadi Gudang Racun

Sabtu, 22 Maret 2025 | 05:27 WIB Last Updated 2025-03-21T22:27:31Z
TintaSiyasi.id -- Harapan menjadi ladang obat yang menyembuhkan dan vitamin yang menyehatkan, nyatanya menjadi gudang racun yang mematikan. Rasanya itu analogi yang mampu menjadi gambaran, banyaknya fenomena pelecehan seksual di institusi Pendidikan. Institusi Pendidikan yang diharapkan mampu menjadi pemuas dahaga ilmu dan meningkatkan taraf berfikir, namun hari ini telah banyak menjadi sumber malapetaka hidup peserta didiknya.

Pada 1 Maret 2025 lalu, seorang guru Sekolah Dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditangkap pihak kepolisian lantaran menjadi pelaku pelecehan seksual di tempatnya bekerja. Sejumlah siswa usia 8 – 13 tahun dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual yang terjadi saat jam mata Pelajaran PJOK. Para korban dilecehkan sejak kelas 1 SD dan tidak berani melaporkan karena diancam akan dikurangi nilai mata Pelajaran PJOK yang diampu oleh guru tersebut.

Kabar serupa datang dari SMK Kalideres pada 7 Maret 2025. Sejumlah 40 siswa mengakui menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum guru di sekolah tersebut. Para siswa melaporkan lantaran telah diketahui banyak yang menjadi korban dan mereka menuntut agar guru tersebut dikeluarkan dari sekolahnya. Kasus pelecehan seksual di lingkungan Pendidikan serasa tak ada habisnya, kian hari kian bertambah korban yang bermunculan. Tak ayal, kasus ini ibarat fenomena gunung es yang tampak oleh media bisa jadi hanya Sebagian kecil dari sekian banyak kasus yang tak tersorot media. 

Kasus pelecehan seksual yang kian berulang diberitakan menunjukan masalah pelecehan seksual tak hanya disebabkan oleh oknum pelaku kejahatan, namun juga disebabkan oleh rusaknya ruang hidup Masyarakat hari ini. Dalam teori pembentukan perilaku, perilaku manusia terbentuk oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berupa standar hidup dan nilai atau norma yang diadopsi individu mampu berpengaruh pada caranya bersikap dan berperilaku. Faktor eksternal berupa lingkungan sosial Masyarakat, pendidikan, serta kebijakan negara tentu tak kalah berpengaruh dalam pembentukan sikap dan perilaku seseorang. 

Dalam ruang hidup Masyarakat hari ini, standar hidup dan nilai nyatanya ditentukan oleh standar hasil berfikir manusia, seseorang akan dipandang sukses hanya Ketika mampu menunjukkan keberhasilan material yang dirasakan oleh orang di sekelilingnya. Hal ini merupakan dampak dari standar pemahaman agama tak lagi menjadi standar penting dalam menentukan nilai dan kebermanfaatan seseorang di masyarakat. Faktor lingkungan Masyarakat yang cenderung jauh dari nilai agama, Pendidikan yang tidak menjadikan pemahaman agama sebagai landasan, serta kebijakan negara yang jauh dari aturan yang diberikan Allah swt, melahirkan masyarakat yang semakin rusak dan tak memiliki standar yang benar dalam berperilaku. 

Kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan menjadi bukti nyata kerusakan akibat jauhnya agama dari kehidupan manusia. Individu guru yang tak menjadikan standar keimanan dan ketaqwaan sebagai tolak ukur dalam berperilaku, lingkungan sosial masyarakat yang cenderung individualis dan fokus untuk memenuhi kebutuhannya pribadi, system pendidikan hari ini yang banyak berfokus pada kemampuan kognitif dan tak menjadikan pemahaman agama sebagai landasan, turut berperan dalam mencetak individu guru yang tak memperhatikan standar agama dalam berperilaku. 

Semua ini diperparah dengan hukum negara yang tidak menerapkan aturan Pencipta, hingga tak mampu menimbulkan efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual. Jelas bahwa, kasus pelecehan seksual di institusi Pendidikan tak hanya soal oknum individu, namun problem sistemik yang mengakar pada factor penyebab yang satu yakni menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan manusia (sekulerisme). Alhasil, guru sebagai pendidik yang seharusnya menjadi panutan dan memberi teladan kebaikkan, hari ini tak sedikit yang menjadi pelaku kejahatan pelecehan seksual pada peserta didiknya sendiri. 

Islam memiliki mekanisme komprehensif yang mampu mencegah pelecehan seksual. Islam menanamkan ketakwaan individu yang menjadikan standar halal dan haram menjadi tolak ukur seseorang dalam berperilaku. Islam juga memiliki rancangan sistem pendidikan Islam yang menyediakan kurikulum berbasis pemahaman Islam sehingga lahir individu-individu berkepribadian islam yang menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai penjaga dalam berperilaku. 

Sistem pergaulan dalam Islam juga mencegah penyaluran naluri seksual yang tidak dalam ikatan pernikahan. Rancangan system kehidupan ini didukung dengan sistem sanksi yang tegas dan mampu memberikan efek jera di Masyarakat. Hal ini mampu mencegah kasus pelecehan seksual terjadi secara berulang di masyarakat. 

Solusi dari Islam dapat terwujud bila sistem Islam kaaffah diterapkan oleh negara. Upaya ini rasanya mampu menjadi langkah konkret untuk mengatasi kasus pelecehan seksual yang hari ini tiada kunjung usai. Tentu Upaya penerapan seluruh syariat yang diturunkan Allah swt menjadi Langkah jitu untuk mampu menyelesaikan berbagai problem di Masyarakat termasuk kasus pelecehan seksual ini. Sebagaimana firman Allah swt :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Q.S. Al A’raf : 96) Wallahua’lam Bi Showab.

Oleh: Habibah Bahrun Al-Hamidy
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update