Pertama, ada kecondongan
tidak kepada Al-Qur'an. “Al-Qur'an hanya ditempatkan sebagai amal ibadah saja,”
sebutnya, Ahad (16/03/2025), dalam peringatan Nuzululqur’an bertajuk Al-Qur’an
dan Perubahan Dunia di channel One Ummah TV.
“Jadi seolah-olah ibadah itu
hanya membaca saja. Al-Qur'an dianggap ibadahnya itu hanya membaca dan
menghafalkan, tidak lebih dari itu. Sehingga dia lebih memilih sistem
hukum-hukum selain Islam,” tegasnya.
Kedua, negara memaksakan. “Ulama,
kiai, ustaz hanya bisa menyerukan dan menyampaikan lisan. Yang bisa melakukan
tindakan riil adalah negara,” ujarnya.
“Contohnya salat, di dalam Fikih
hukum mendirikan salat adalah wajib. Kalau ada yang meninggalkan salat karena i'tiqadan
(yakin salat tidak wajib) maka dianggap murtad dan hukumannya hukuman mati. Tetapi
kalo kaslanan (malas), dia tidak dianggap murtad tetapi tetap dihukum,”
bebernya.
Imbuhnya lagi, di dalam mazhab
Syafi’i hukumannya adalah hukuman mati. “Siapa yang akan menerapkan? Kiai ulama
hanya bisa membacakan, tetapi tidak bisa melaksanakan,” sebutnya menutup
penjelasan.[] Rere