Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perubahan PPDB Menjadi SPMB, Inikah Solusi Pemerataan Pendidikan?

Selasa, 11 Februari 2025 | 06:09 WIB Last Updated 2025-02-10T23:09:33Z

Tintasiyasi.id.com -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) secara resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang mulai diberlakukan tahun 2025 (detik.com, 31-01-2025).

Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, menyampaikan bahwa alasan penggantian ini adalah untuk memberikan layanan pendidkan terbaik bagi semua (BBC.com, 30-1-2025). Dengan sistem ini, akan ada empat jalur penerimaan murid baru yaitu jalur domisili, afirmasi, mutasi, dan prestasi. 

Penggantian sistem zonasi menjadi jalur domisili mendapatkan penekanan dalam perubahan ini. Secara praktis, sistem zonasi bermasalah pada berbagai aspek mulai dari penambahan robongan belajar, pengawasan internal tidak maksimal, permintaan siswa titipan, serta absennya penanganan siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri. 

Selain itu, berbagai kecurangan juga terjadi pada pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2024/2025. Salah satunya adalah anulir 51 calon peserta didik PPDB di Depok, Jawa Barat yang diduga mengalami katrol nilai rapor, manipulasi kartu keluarga, hingga sertifikat kejuaraan palsu sebagai syarat jalur prestasi (BBC.com, 24-01-2025). 

Sangat memprihatinkan memang pendidikan kita hari ini. Dunia Pendidikan yang diharapkan mampu mencetak generasi-generasi terbaik bangsa justru menjadi sarang pelaku kecurangan.
Namun pertanyaannya, apakah permasalahan-permasalahan kecurangan itu akan selesai dengan penggantian PPDB menjadi SPMB? 

Kita perlu pisau bedah yang lebih tajam untuk menguliti permasalahan dan melihat dengan jelas akar sebenarnya yang menyebabkan seluruh kekacauan ini. Coba pikirkan lagi, mengapa kecurangan-kecurangan itu terjadi? mengapa para calon peserta didik sampai rela melakukan manipulasi KK, sertifikat kejuaraan, katrol nilai rapor untuk bisa diterima di sekolah tertentu? 

Faktanya telah sangat jelas bagi masyarakat bahwa realitas kualitas sekolah memang berbeda. Sekolah-sekolah tertentu memiliki fasilitas, sarana dan prasarana, kualitas pembelajaran, guru, hingga lulusannya yang terlihat sangat mencolok dibandingkan sekolah-sekolah lain.

Hal ini seharusnya mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar dari pemerintah, alih-alih sekedar mengganti istilah yang kemungkinan besar praktik di lapangan akan sama. Kenapa? karena masalah akarnya memang tidak selesai. 

Potensi praktik kecurangan juga akan tetap tinggi meskipun pergantian PPDB menjadi SPMP dilakukan. Bagaimana tidak, orang tua bijak mana yang rela anaknya sekolah di sekolah yang tidak berkualitas meskipun dekat dengan rumah mereka? siswa mana yang mau sekolah di sekolah yang tidak favorit? tentu saja tidak ada. 

Sayangnya, pemerintah tidak mampu menyediakan sekolah dengan kualitas terbaik untuk generasi negeri ini. Anggaran pendidikan dipangkas, para guru tidak diperhatikan kesejahteraannya, korupsi di berbagai bidang dinormalisasi dengan berbagai istilah alokasi, gedung dan berbagai fasilitas sekolah tidak serius menjadi perhatian. Bahkan beberapa waktu lalu marak berita tentang sekolah-sekolah yang tidak memiliki gedung sehingga para siswa harus melakukan kegiatan pembelajaran di luar ruangan. 

Adalah tanggung jawab negara untuk menyediakan pendidikan berkualitas bagi rakyatnya. Maka sungguh aneh ketika pemerintah menuntut perubahan bidang pendidikan ke arah yang lebih baik sementara mereka abai menyediakan fasilitas pendidikan. Seandainya seluruh sekolah yang ada di negeri ini tersedia dengan kualitas unggul, tentu masyarakat tidak perlu bingung berebut sekolah tertentu, karena kualitasnya sama saja unggulnya.

Kegagalan pemerintah ini adalah akibat dari kesalahan cara pandang mereka terhadap pendidikan dan kemaslahatan masyarakat itu sendiri. Mereka memandang aspek pendidikan dengan cara pandang kapitalistik.

Negara merasa rugi jika terlalu banyak mengalokasikan APBN untuk pendidikan yang tidak terlalu besar mendatangkan keuntungan materi untuk negara. Berharap pemerintah yang ada dalam sistem kapitalisme ini untuk serius mengurusi bidang pendidikan ini bagaikan pungguk merindukan bulan, mustahil. 

Sistem kapitalisme memang sangat jahat. Sistem kapitalisme menjadikan manusia rakus terhadap materi. Seluruh sektor strategis dimonopoli oleh beberapa gelintir orang, baru sisanya digunakan untuk mengurusi urusan masyarakat agar mereka tetap tenang dan tidak berteriak atas penderitaan yang mereka alami. 

Lebih buruk lagi, jika tanpa pengurusan yang minimalis itu masyarakat tetap bisa diam dalam penderitaannya, tentu para kapitalis tidak akan rela membagi materi mereka untuk rakyat. 

Kita harus segera sadar atas kesalahan ini dan bangkit untuk kembali pada sistem hidup yang benar yaitu sistem Islam. Sistem Islam telah menyediakan seluruh aturan bernegara yang menjamin kebaikan dan keberkahan seluruh aspek termasuk dalam bidang pendidikan.

Meskipun dalam pelaksanaannya tidak menihilkan permasalahan, namun dengan penerapan sistem Islam akan menekan berbagai permasalahan yang tidak seharusnya muncul. Hanya orang yang berpikiran sempit yang tidak mengakui keunggulan sistem ini yang telah terbukti pada masa Kekhilafahan Islam di saat bangsa-bangsa Eropa mengalami keterpurukannya. Begitu pula, kita bisa melihat bagaimana kaum muslimin mulai terpuruk dan hina dalam segala bidang ketika mereka meninggalkan agamanya dalam pengurusan seluruh kehidupan mereka. 

Islam begitu tinggi memandang pendidikan. Para khalifah yang berkuasa memberikan perhatian serius pada fasilitas-fasilitas sekolah, kesejahteraan guru-guru mereka, kenyamanan para pelajar dalam kegiatan belajar mengajar mereka, dan seterusnya.

Lebih mengagumkannya lagi, para guru tidak segan membuka kelas-kelas gratis di luar kurikulum sekolah yang terbuka untuk siapa saja yang mau belajar. Inilah atmosfir yang terbangun dalam dunia pendidikan di bawah naungan sistem Islam, bukan berebut sekolah dan melakukan segala cara untuk bisa masuk ke sekolah tertentu. Wallahua'lam bsihshawab.[]

Oleh: Fatmawati
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update