Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pendidikan Tinggi Dikapitalisasi

Rabu, 05 Februari 2025 | 08:29 WIB Last Updated 2025-02-05T01:40:53Z
TintaSiyasi.id -- Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam mineralnya. SDA yang melimpah ini sampai-sampai membuat negara beberapa waktu lalu memberikan lampu hijau kepada ormas untuk mengelolanya. Hal ini tentu menarik warganet untuk memberikan respons. Tidak sedikit dari mereka yang menolaknya. Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, kali ini pemerintah berencana untuk memberikan izin bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang.

Dalam revisi UU Mineral dan Batu Bara, badan usaha milik perguruan tinggi diusulkan untuk mendapat wilayah izin usaha tambang (WIUP). Pemberian pengelolaan tersebut diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Ketua umum APTISI, Budi Djatmiko, memberikan usulan tersebut pertama kali pada tahun 2016 kepada Joko Widodo, tetapi tidak mendapat respons. Usulan pemberian izin tersebut dirumuskan dalam sebuah dokumen. Di dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa pertambangan merupakan salah satu elemen dalam permasalahan pendidikan (Kompas.com, 25/01/2025).

Usulan ini tentu ditolak oleh sebagian pihak. Salah satu contoh pihak yang menolak adanya izin perguruan tinggi mengelola tambang adalah Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid. Fathul berpendapat bahwa dalam mengelola tambang dibutuhkan modal yang sangat besar. Selain itu, pemberian izin kelola tambang yang dianggap sebagai ‘solusi’ atas mahalnya biaya ke perguruan tinggi merupakan solusi yang sangat tidak masuk akal, menurut Fathul. Apabila perguruan tinggi masuk ke dalam dunia tambang, integritas akademiknya akan dipertaruhkan. Di lain sisi, pemberian izin ini bisa melenakan tugas utama kampus sebagai pendidik generasi pemikir kritis. Dari sini, Fathul secara tegas menolak usulan tersebut (CNN Indonesia, 25/01/2025).

Wacana perguruan tinggi mengelola tambang sangat mungkin terjadi. Hal ini disebabkan adanya beberapa pihak kampus yang ingin membuat universitas bisa mendapatkan penghasilan materi. Namun, sejatinya usulan ini akan membelokkan orientasi kampus. Yang awalnya kampus didirikan untuk mendidik mahasiswa menjadi hanya untuk mengejar keuntungan belaka. Hal ini mengakibatkan adanya disorientasi pendidikan. Beginilah konsekuensi dari industrialisasi pendidikan.

Kampus sebagai lembaga pendidikan seharusnya fokus dalam mendidik mahasiswa, mencetak generasi kritis, bukan malah terlibat dalam dunia bisnis. Terlebih, pemberian izin ini diduga oleh sebagian pihak sebagai upaya pembungkaman perguruan tinggi. Akibatnya, mereka tidak akan lagi bersuara lantang jika terjadi ketidakadilan dalam pemerintahan.

Kampus yang berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi pendidikan. Pendidikan dijadikan alat untuk mencari keuntungan. Jika ada yang mengatakan bahwa pemberian izin kelola tambang tersebut untuk mengurangi beban pembiayaan tinggi mahasiswa, hal itu bukanlah solusi yang tepat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fathul Wahid, izin pengelolaan tersebut tidak akan banyak berpengaruh dalam mengurangi pembiayaan tinggi yang ditanggung mahasiswa. Buktinya, lihat saja kampus-kampus besar yang memiliki banyak usaha, apakah sudah menurunkan UKT-nya?

Sistem kapitalisme menjadikan pembiayaan ditanggung oleh individu. Hal ini sangat menyulitkan masyarakat yang ingin sekolah, tetapi tidak memiliki uang. Kuliah itu adalah kebutuhan tersier, begitu kata mereka. Orang miskin tidak usah sekolah, begitu pandangan mereka. Tingginya pembiayaan perguruan tinggi dapat menutup peluang mahasiswa yang ingin kuliah. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya putus kuliah atau bahkan tidak ingin kuliah karena mahalnya biaya.

Hal ini juga menunjukkan adanya disfungsi negara yang seharusnya meri'ayah rakyatnya dengan baik. Negara bertanggung jawab penuh atas pemenuhan pendidikan masyarakat. Negara seharusnya memudahkan masyarakat dalam mengenyam pendidikan dengan membiayai seluruh kebutuhannya. Dengan begitu, masyarakat tidak akan lagi berpikir dua kali untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Selain itu, negara juga bertanggung jawab atas pengelolaan tambang karena tambang merupakan harta milik umum yang tidak boleh diprivatisasi.

Dalam Islam, negara berperan sebagai raa’in bagi rakyatnya. Negara adalah pengurus sekaligus pelayan rakyat. Semua kebutuhan rakyat harus dipenuhi oleh negara, termasuk pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap orang. Islam juga menetapkan bahwa pembiayaan pendidikan ditanggung negara dari kas kepemilikan umum. Semua jenjang pendidikan akan digratiskan.

Begitu pula, negara juga wajib mengelola harta milik umum, termasuk tambang. Kemudian, hasil pengelolaannya akan diberikan kepada masyarakat dalam bentuk sarana umum yang di dalamnya tercakup pendidikan. Islam melarang adanya privatisasi tambang karena tambang merupakan harta umum yang manfaatnya harus dirasakan oleh semua orang, bukan hanya sebagian orang saja. Tidak boleh ada individu maupun swasta yang mengklaimnya. Jadi, yang berhak mengelola tambang hanyalah negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat.

Wallahu a'lam.


Oleh: Hasna Syarofah Gen Z 
Muslim Writer

Opini

×
Berita Terbaru Update