“Orang lebih tertarik untuk
berinteraksi dengan layar gepeng, baik itu ponsel maupun layar laptop. Ternyata
hal ini disinyalir banyak dampak buruknya terutama di kalangan anak-anak dan
remaja,” ungkap Ustazah Dedeh.
"Menurut penelitian
kecanduan game, scrolling layar tentu saja akan berkonsekuensi
kepada pengaruh buruk. Istilah yang sekarang sedang banyak diperbincangkan
ialah brain rot, bahkan menurut seorang ahli dari India Dr. Navendra,
perbandingan kasus ini pada tahun 2023 sampai 2024 naiknya 230 persen. Luar
biasa!" imbuhnya dalam kanal YouTube Supremacy, berjudul Solusi
Islam atas Fenomena Brain Rot, Senin (13/01/2025).
Ia menjelaskan, brain rot
digambarkan dengan fungsi otaknya melemah sehingga semakin kurang perhatiannya,
kurang merespons, dan kurang fokus.
"Biasanya anak kurang
perhatian ketika disuruh ibunya melakukan sesuatu, dia tidak memperhatikan,
mungkin dia tetap dengan kegiatannya kalau dia sedang main. Kemudian kurang
fokus ketika melakukan sesuatu mungkin sering salah, sering mengulang dan tidak
tuntas dalam melakukan tugasan," jelasnya
Ia menambahkan, dampak dari emosi
akan kurang stabil dan akan melempiaskan sesuatu dengan kekerasan.
"Ketika brain rot
tadi fungsi otak menurun terjadi maka itu yang terjadi lebih kepada
melempiaskan emosi dengan kekerasan," tambahnya.
Penyebab utama yang paling
dominan, lanjutnya, tidak ada pengaturan dalam mengonsumsi atau memanfaatkan gadget.
"Kita tahu di era teknologi
sekarang kebutuhan terhadap gadget memang tidak bisa dielakkan, apalagi
kemarin-kemarin ketika dalam kondisi Covid belajar jarak jauh dan lain
sebagainya. Tentu saja kita sangat membutuhkan bantuan dari gadget,”
ujarnya.
“Nah, ketika tidak ada batasnya,
kapan dilakukannya, berapa lama menggunakan, konten apa yang boleh dikonsumsi
oleh anak, maka bukan kebaikan dari penggunaaan gadget tetapi berujung kepada
kecanduan,” sebutnya.
Ia menambahkan, bahkan anak-anak
terpapar dengan pornografi, kekerasan, dan konten-konten yang tidak layak untuk
dilihat.
Kedua, kurangnya stimulasi
aktivitas fisik. "Ketika anak lebih tertarik kepada gadget dia
duduk nonton, tidak ada stimulasi lain berupa aktivitas fisik, apakah
bercerita, menggambar atau mungkin berolah raga itu yang akan memalingkan
perhatiannya dari ketergantungan pada kepada gadget. Maka yang terjadi semakin
terpuruk, semakin menikmati gadget tersebut,"ujarnya.
Ketiga, tidak memiliki
pemahaman yang benar tentang bagaimana mengelola hidup dan menjalani aktivitas
hidup.
"Jadi melakukan sesuatu
hanya karena saya suka, karena senang, dan mengikut tren. Ini kesalahan yang
paling mendasar," tegasnya.
Penyelesaian Islam
Pertama, paling mendasar
tentang paradigma kehidupan dalam Islam. “Firman Allah Swt. dalam surah adz-Dzariyat,
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah,"
kutipnya.
"Siapa pun harus memiliki
pemahaman bahwa hidup ini bukan sekadar untuk menikmati, untuk menghabiskan
waktu bersenang-senang. Seorang Muslim harus tahu bahwa kita hidup untuk
beribadah, artinya setiap detik yang kita lewati, waktu yang kita miliki tidak
boleh dihabiskan kecuali punya nilai ibadah,” tuturnya.
Lanjut dikatakan, “Sehingga akan
terkendali, terkontrol ketika ada dorongan-dorongan untuk melakukan
kesia-siaan. Apalagi kalau sampai menjerumuskan kepada kemaksiatan. Inilah yang
penting ditanamkan oleh orang tua dalam keluarga bagaimana mendidik anak
tentang konsep kehidupan."
Kedua, beri rangsangan
kepada anak untuk melakukan aktivitas fisik. Umar al-Khattab ra. berkata untuk
mengajari anak-anak berenang dan memanah.
"Intinya dari perkataan Umar
tadi supaya memperbanyak aktivitas fisik. Jadi penting anak-anak kita itu
disibukkan dengan aktivitas fisik.
Supaya bukan hanya kuat konsep kehidupannya tapi secara fisik dan secara
motivasi. Inilah yang menjadi kendali untuk dia tidak kecanduan gadget, karena
energinya sudah disalurkan kepada aktivitas fisik," tuturnya.
Ketiga, lingkungan sosial dan
peran masyarakat juga berpengaruh. "Kita sudah punya aturannya tentang gadget,
tetapi bila kita abai pada lingkungan di sekitar, tidak melakukan amar makruf
nahi mungkar, tidak melakukan pencerdasan di tengah masyarakt tentang
ketentuan-ketentuan Islam, maka ini akan berpengaruh kepada pendidikan yang
sudah kita berikan kepada keluarga kita,” tuturnya.
“Nah, karena itu setelah
memperhatikan keluarga, kita juga perlu memperhatikan bagaimana paradigma hidup
di tengah Masyarakat. Apa aturan yang diterapkan karena akan memberikan
pengaruh baik maupun buruk kepada anak dan keluarga kita," ungkapnya.
Ia menekankan bahwa yang paling
penting ketika hidup bermasyarakat dan bernegara adalah terikat oleh aturan
yang diterapkan oleh negara.
"Ketika negara membolehkan
konten-konten pornografi, membiarkan konten-konten yang berbahaya seperti game
kekerasan, tidak ada aturan dalam sosial media, tidak membentuk paradigma
konsep kehidupan yang benar, ini pun menjadi kendala bagi kita karena yang
paling utama itu bagaimana negara menerapkan aturan yang benar dan memberikan
sanksi ketika aturan tidak diterapkan,” lugasnya.
“Jadi ketika kita ingin aturan
Islam terlaksana baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara harusnya sistem
Islamlah yang kompatibel. Sistem Islam itulah yang menerapkan secara sempurna,
itulah Khilafah Islam,"pungkasnya.[] Hidayah Muhammad