Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

LPG Langka, Bukti Gagalnya Negara dalam Menjamin Distribusi

Selasa, 11 Februari 2025 | 06:54 WIB Last Updated 2025-02-10T23:55:08Z
TintaSiyasi.id -- Dalam sepekan terakhir, gas elpiji 3 kilogram atau dikenal dengan gas melon telah mengalami kelangkaan di beberapa wilayah Indonesia. 

Kelangkaan LPG yang dikeluhkan di berbagai wilayah Indonesia memang bukan tanpa sebab, namun semua diakibatkan karena adanya perubahan sistem distribusi LPG. Para pengecer diwajibkan beralih menjadi pangkalan resmi agar bisa mendapatkan stok gas melon yang akan mereka jual.

PT Pertamina Patra Niaga mengimbau masyarakat untuk membeli elpiji 3 kilogram di pangkalan resmi karena harganya tentu lebih murah dibandingkan pengecer, dan harga yang dijual sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing, ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/1/2025). (Kompas.com, 2 Februari 2025)

Bagi para pengecer yang ingin menjadi pangkalan resmi, mereka terlebih dahulu harus mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). 

Namun sebelum mendaftar, pengecer juga harus memenuhi sejumlah syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina serta pemerintah setempat, mulai dari dokumen perusahaan, ijin usaha, fasilitas usaha, peralatan operasional, dokumen pendukung dan juga memiliki modal awal sekitar Rp 100 juta. Kebijakan ini tentu semakin menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis para pengecer terutama yang bermodal kecil. Namun disisi lain akan semakin memperbesar bisnis pemilik pangkalan.

Akibat kebijakan ini tentu bukan hanya menyulitkan pengecer tetapi dapat dipastikan bahwa masyarakat juga pasti akan terkena imbasnya. Gas elpiji 3 kilogram merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat kecil di Indonesia, tentu akibat kebijakan ini bisa dipastikan bahwa gas melon akan menjadi semakin langka. Belum lagi masalah jauhnya jarak rumah warga dari pangkalan resmi, ditambah lagi ada syarat tertentu seperti wajib membawa KTP asli. Sungguh ini semakin mempersulit rakyatnya.

Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Perubahan kebijakan merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme ini, karena salah satu sifat dari sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar, mulai dari bahan baku hingga bahan jadi.

Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) karena dengan mudah memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat. Negara seharusnya tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan ataupun perusahaan. Namun inilah wajah sistem sekuler kapitalisme negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator bukan sebagai pengurus rakyat.

Ini sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam menetapkan bahwa fungsi negara adalah sebagai raa’in atau sebagai pemelihara urusan umat. Islam juga mewajibkan negara menjalankan perannya sebagai pengurus kebutuhan rakyat. Negara tidak boleh membiarkan satu saja masyarakat terlalaikan kebutuhannya. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda,
Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalam Islam migas termasuk ke dalam kepemilikan umum, di mana negara dilarang menyerahkan pengelolaannya kepada individu ataupun perusahaan. Daulah diwajibkan untuk mengelola sumber daya alam tersebut dan hasilnya akan digunakan untuk kepentingan rakyat, karena Islam memiliki asas dalam ekonomi Islam yaitu kepemilikan (al-milkiyyah), pengelolaan kepemilikan (al-tasharuf fi al-milkiyyah), dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas).

Negara atau khilafah akan sangat memudahkan rakyat dalam mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik tak terkecuali migas. Daulah khilafah juga akan memastikan distribusi langsung kepada rakyat tanpa mekanisme pasar yang jelas merugikan.

Dari kasus kelangkaan elpiji 3 kilogram tersebut membuktikan bahwa negeri ini telah gagal dalam menjamin masalah pendistribusian dalam menyediakan segala layanan publik. Lagi dan lagi rakyatlah yang selalu menjadi korban.

Oleh karena itu sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan ini. Marilah kembali kepada syariat Allah SWT dengan cara mewujudkan kembali Daulah Khilafah Islamiah.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Mairawati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update