TintaSiyasi.id -- Hingga kini, pajak pertambahan nilai (PPN) masih menjadi perbincangan hangat. Penetapan pemerintah yang semakin membebani masyarakat tanpa memberikan solusi konkret bagi kalangan menengah ke bawah atau miskin menimbulkan polemik. Berita tentang kenaikan nilai PPN pada tahun mendatang justru memunculkan kecemasan di kalangan masyarakat. Meskipun demikian, pemerintah berusaha memberikan penjelasan ulang akibat banyaknya penolakan dari masyarakat terhadap rencana kenaikan PPN tersebut.
Dikutip dari Jakarta, Beritasatu.com, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Salah satu alasan kenaikan pajak ini adalah untuk mendukung program Makanan Bergizi Gratis. Program ini dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN), lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, dengan tujuan memberikan pelayanan gizi nasional.
Pemberian makanan bergizi ini difokuskan untuk empat golongan, yaitu:
1. Peserta didik atau pelajar dari PAUD hingga SMA (negeri dan swasta)
2. Balita atau anak usia di bawah lima tahun
3. Ibu hamil
4. Ibu menyusui
Program Makanan Bergizi Gratis telah menjadi prioritas pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Sasaran program ini dilakukan secara bertahap selama lima tahun ke depan, yaitu pada tahun 2025 (40 persen), 2026 (80 persen), hingga tahun 2029 mencapai 100 persen. Airlangga menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN sebesar satu persen bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara demi mendukung program prioritas pemerintah di bidang pangan dan energi.
Dengan kebijakan pemerintah mengenai kenaikan tarif pajak di tahun mendatang, terlihat jelas kelemahan sistem yang ada saat ini. Hiruk-pikuk dunia terus berlanjut seiring diterapkannya sistem yang rusak, yakni sekularisme dan kapitalisme. Keadilan dan kesejahteraan hanya menjadi bayangan yang terus menghantui. Dalam sistem ini, rakyat terus dibebani dengan kebijakan-kebijakan yang semakin menyengsarakan, sementara pemerintah merasa cukup dengan pemberian bansos, subsidi listrik, dan pengecualian tarif PPN untuk barang-barang tertentu saja. Namun, kebijakan tersebut bukanlah solusi yang benar-benar memudahkan rakyat, karena mereka tetap terbebani dalam kehidupan sehari-hari.
Pemimpin dalam sistem ini kerap melupakan hakikat kepemimpinan sejati, yaitu melayani dan menyejahterakan rakyat. Mereka lebih fokus pada kepentingan kekuasaan, mengabaikan amanah yang sejatinya berat dan penuh tanggung jawab. Hukum yang diterapkan dalam sistem kapitalisme hanya berdasarkan nafsu, tanpa memperhatikan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berbeda halnya dengan sistem Islam, yang menjalankan pemerintahan sesuai syariat Allah, menjunjung tinggi kesejahteraan rakyat, dan menghindari kebijakan yang memberatkan. Dalam sistem Islam, pemerintahan berusaha maksimal memenuhi kebutuhan rakyat tanpa terkecuali. Baitul mal dan pos kepemilikan umum digunakan sepenuhnya untuk rakyat, tanpa disalahgunakan oleh negara. Pos tersebut menjadi sumber kesejahteraan yang dijamin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pajak dalam sistem Islam tetap ada, namun berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Pajak (dhoribah) hanya diberlakukan saat kondisi keuangan negara tidak stabil dan dihentikan ketika baitul mal sudah kembali normal. Pajak ini pun hanya diambil dari rakyat yang kaya dan mampu, sehingga rakyat kecil tetap hidup tenteram dan sejahtera.
Dengan sistem Islam, cahaya keberkahan akan menyinari kehidupan, menghapus kegelapan yang kini melingkupi dunia. Islam adalah petunjuk yang menolong kaum Muslimin menuju keselamatan hakiki di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Oleh: Hilyah Khairiyah
Aktivis Muslimah