Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inilah Dua Motif Konflik dan Persaingan Antarnegara

Sabtu, 25 Januari 2025 | 04:39 WIB Last Updated 2025-01-24T21:42:59Z

Tintasiyasi.ID -- Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana mengatakan ada dua motif konflik dan persaingan antarnegara dalam tatanan internasional. “Ada dua motif konflik dan persaingan antarnegara dalam tatanan internasional,” ungkapnya.

 

"Pertama, cinta kepemimpinan dan kebanggaan yang berakar pada naluri eksistensi dan nasionalisme. Kedua, dorongan manfaat material, yang sering kali didukung oleh sistem ideologi tertentu, seperti kapitalisme," ujarnya dalam Kajian Telaah Kitab Mafahim Siyasiyah (Konsepsi Politik Islam) Ed. 23 di channel Syiar Malam, Selasa (11 Juli 2023.

 

Ia menjelaskan, motif pertama muncul dari naluri manusia untuk mempertahankan diri dan eksistensinya dalam bentuk kebanggaan terhadap bangsa atau ras tertentu.

 

“Salah satu penampakan dari gharizah (naluri). Cinta kebanggaan itu adalah fitrah. Rasa cinta dan kebanggaan dengan etnis dan ras yang berlebihan melahirkan konflik. Nasionalisme ekstrem dalam sejarah telah memicu gerakan seperti naziisme di Jerman, fasisme di Italia, dan supremasi etnis lainnya,” bebernya.

 

Motif kedua, lanjutnya, manfaat material lebih menonjol dalam fenomena modern. “Motif ini berkaitan dengan keinginan negara-negara untuk menguasai sumber daya, seperti sejarah kolonialisme dan imperialisme,” ujarnya.

 

“Karena ada ideologi di balik mencari manfaat material. Kapitalisme ingin mendapatkan manfaat-manfaat material yang dia tidak miliki, tetapi orang lain punya,” ujarnya.

 

“Dalam banyak kasus, ideologi juga memainkan peranan besar dalam konflik. Sejarah menunjukkan bagaimana ideologi kapitalisme dan komunisme bersaing dalam Perang Dingin,” jelasnya.

 

Budi menambahkan bahwa setelah kejatuhan komunisme, kapitalisme tetap dominan, tetapi kemungkinan munculnya kembali ideologi Islam sebagai penantang tidak dapat diabaikan.

“Komunisme sudah kehilangan tajinya, satu-satunya yang akan bersaing dengan kapitalisme global adalah ketika Islam dibawa sebagai ideologi oleh negara adidaya,” tegasnya.

 

Dalam analisis konflik, jelasnya lebih lanjut, strategi keseimbangan kekuatan (balance of power) juga berperan penting. “Negara-negara cenderung membatasi pertumbuhan kekuatan lawan agar tidak mengancam kepentingan mereka. Contohnya, reaksi Australia terhadap peningkatan kekuatan militer Indonesia,” ungkapnya.

 

“Bagi Australia, ancaman itu cuma satu, Indonesia. Maka setiap penambahan kekuatan militer Indonesia akan selalu direspons,” tegasnya lagi.

 

Negara-negara adidaya selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi konflik dengan berbagai strategi, termasuk aliansi militer dan penguatan industri pertahanan. “Salah satu tren modern adalah meningkatnya peran industri keamanan swasta seperti Wagner Group dan Blackwater,” ujarnya.

 

Diungkapkannya, “Negara-negara besar menggunakan industri keamanan swasta untuk operasi militer sensitive, sehingga mereka bisa cuci tangan dari tanggung jawab internasional.”

 

“Konflik internasional tidak bisa dihindari karena didorong oleh faktor-faktor alami, seperti kepemimpinan dan kepentingan material. Perdamaian abadi hanyalah konsep ideal, sementara kenyataan menunjukkan bahwa konflik akan selalu ada. Konflik adalah realitas, bahkan sampai akhirat. Negara yang ingin damai harus siap untuk perang,” tutupnya.[] Aliya Ab Aziz

Opini

×
Berita Terbaru Update