Tintasiyasi.id.com -- Banjir adalah bencana yang terjadi hampir setiap tahun di Indonesia, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Baru-baru ini, banjir bandang melanda Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, yang mengakibatkan satu korban jiwa dan tiga warga luka-luka pada awal Januari 2025 (www.cnnindonesia.com, 04-01-2025).
Banjir bandang juga menerjang Dusun Peh, Desa Gunung Sari, Kecamatan Maesan, Bondowoso, menyebabkan 12 rumah hanyut terbawa air bercampur lumpur dan ranting kayu yang meluap hingga ke jalan raya (www.beritasatu.com, 09-01-2025).
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyatakan bahwa bencana hidrometeorologi, termasuk banjir, terus melanda berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (www.cnnindonesia.com, 11-01-2025).
Peristiwa banjir yang terus berulang ini menimbulkan pertanyaan besar: adakah solusi yang tuntas untuk bencana ini yang selalu memakan banyak korban?
Akar Masalah Banjir
Banjir terjadi karena ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan upaya antisipasi dan mitigasi yang memadai. Ketidakmampuan ini berisiko membahayakan nyawa masyarakat.
Mitigasi yang lemah mencerminkan ketidakmampuan negara untuk menjadi raa’in (pemimpin) yang menjaga keselamatan rakyat. Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadikan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal, sementara kepentingan rakyat seringkali terabaikan.
Selain itu, pembangunan yang berorientasi pada kapitalisme memberi ruang bagi oligarki untuk mengubah lahan serapan air menjadi lahan bisnis, tanpa memperhatikan keselamatan rakyat atau dampak terhadap lingkungan.
Pernyataan Presiden mengenai pembukaan lahan sawit yang tidak berbahaya dapat dijadikan dasar pembukaan lahan, meskipun banyak ahli yang menyatakan bahwa deforestasi dapat menyebabkan berbagai bencana, termasuk banjir.
Dalam sistem kapitalisme, keputusan dan kebijakan sering kali dibuat berdasarkan pertimbangan materi dan keuntungan, bukan berdasarkan kondisi lingkungan atau keberlanjutan.
Oleh karena itu, program penanggulangan banjir apapun tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas, karena akar persoalannya tidak hanya terletak pada tata ruang wilayah, tetapi juga pada ideologi yang dianut oleh penguasa.
Permasalahan banjir akan terus terjadi jika para penguasa tidak memiliki kemauan politik untuk mengutamakan kepentingan publik dan tetap berpegang pada sistem kapitalisme yang eksploitatif.
Islam Sebagai Solusi Tuntas Banjir
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana alam seperti banjir. Negara harus melakukan perencanaan pembangunan yang matang, dengan mengutamakan kemaslahatan seluruh rakyat.
Pembangunan kota dan desa harus berbasis mitigasi bencana, dengan mempertimbangkan potensi bencana berdasarkan letak geografis daerah tersebut.
Islam juga mengatur tentang konservasi alam, dengan melarang perburuan binatang atau perusakan tanaman demi menjaga ekosistem. Selain itu, pemetaan wilayah yang rentan bencana harus dilakukan, dan tata ruang yang berbasis mitigasi bencana harus diwujudkan untuk memastikan keamanan bagi manusia dan alam.
Di masa kejayaan peradaban Islam, para khalifah membangun bendungan untuk mencegah banjir dan mengatur irigasi. Di Provinsi Khuzestan, Iran, bendungan yang dibangun pada masa Islam masih kokoh berdiri dan berfungsi untuk keperluan irigasi dan pencegahan banjir.
Di samping itu, khilafah Islam secara berkala melakukan pengerukan lumpur dari sungai dan saluran air untuk mencegah pendangkalan yang dapat menyebabkan banjir. Penjagaan ketat juga diterapkan terhadap kebersihan sungai dan danau, dengan sanksi bagi siapa saja yang merusaknya.
Islam mengatur kepemilikan lahan yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat. Lahan yang memiliki fungsi penting untuk kepentingan umum, seperti kawasan resapan air, tidak boleh dikuasai oleh swasta, melainkan harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya pemilik modal.
Kawasan konservasi dan resapan air harus dilindungi agar tidak dialihfungsikan menjadi pemukiman atau lahan bisnis yang dapat merusak fungsinya.
Jika prinsip-prinsip ini diterapkan, masalah banjir dapat diatasi dengan solusi yang sistemik dan berkelanjutan.
Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara menyeluruh dan terperinci, menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam.
Kesimpulan
Solusi terhadap bencana banjir tidak bisa hanya dilihat dari aspek teknis atau kebijakan penanggulangan semata, tetapi harus didasarkan pada perubahan sistem yang mendasarinya.
Islam menawarkan solusi tuntas dengan mengatur tata ruang, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Untuk itu, penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah kunci untuk mengatasi permasalahan banjir dan bencana lainnya. Wallahu’alam bishshawwab.[]
Oleh: Noor Hidayah
(Aktivis Muslimah)