TintaSiyasi.id -- Merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang memgagumi masa keemasan Kesultanan (Khilafah) Ustmaniyah, Ulama dari Forum Tabayyun Kiai Abu Zaid mengatakan, Prabowo seharusnya berupaya untuk menerapkannya kembali karena khilafah adalah ajaran Islam, bagian dari kewajiban.
"Pak Prabowo sebagai penguasa negeri Muslim terbesar di dunia, harusnya berupaya menerapkan khilafah itu. Karena, itu bagian dari ajaran Islam yang hukumnya wajib," ujarnya dalam program Kabar Petang: Sistem Pemerintahan Khilafah Memang Menakjubkan! di YouTube Khilafah News, Senin (16/12/2024).
Menurutnya, pernyataan Prabowo tersebut hanya membahas satu aspek saja, yakni sejarah imperium yang pernah berjaya. Padahal, Khilafah Ustmaniyyah adalah khilafah, sistem negara satu-satunya yang sesuai ajaran Islam. Harusnya sebagai seorang Muslim, juga harus melihat bahwa Khilafah Ustmaniyah itu adalah satu-satunya negara yang sesuai ajaran Islam.
"Artinya sistem khilafah itu adalah sistem yang diajarkan dalam Islam dan merupakan ajaran Islam yang hukumnya wajib," ujarnya.
Sebenarnya, ungkap dia, jika ingin jujur menggali dan mengkaji sejarah, ada banyak literatur yang tersedia dan sangat mencukupi untuk membuktikan faktanya secara objektif. Ia mengungkapkan, ketika khilafah dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam, mulai dari konsepnya, pelaksanaannya, struktur negaranya dan juga orang-orang yang melaksanakan komitmen dengan Islam, maka tidak akan ada penindasan dan dalam sejarah hal itu tidak pernah terjadi.
"Kita bisa lihat Mesir, sebagai bagian dari Khilafah Islam sejak zaman Umar bin Khattab. Di sana masih ada entitas yang namanya Kristen Koptik sampai hari ini, ya jumlahnya minoritas di Mesir," ungkapnya.
Kemudian di Suriah ada berbagai agama lain selain Islam. Ada Nasrani juga di sana. Bahkan, di Palestina (Baitullahmi/Betlehem) masih ada Nasrani dan itu tidak menjadi masalah. Bahkan, ketika Pasukan Salib datang, mereka (kaum Nasrani) justru membela Khilafah. Orang-orang Nasrani di Palestina atau Suriah bukan membela Pasukan Salib.
Ia menuturkan, ketika diterapkan, sistem Islam akan senantiasa menjamin hak-hak individu, seperti hak kebebasan beragama. Non-Muslim tidak akan dipaksa untuk masuk Islam. Namun, bagi seorang yang sudah Muslim maka wajib terikat dengan syariat Islam.
Kemudian, imbuhnya, sistem Islam menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan dan seterusnya), menjamin keamanan, pendidikan, kesehatan untuk semua warga negara baik Muslim ataupun non-Muslim.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Hal itu menjadi catatan emas ketika sistem Khilafah diterapkan mulai dari masa Khulafaur Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyah hingga Bani Ustmaniyah. Bahkan, saat peristiwa inkuisisi di Spanyol, orang-orang Yahudi di sana pergi menyelamatkan diri ke wilayah Ustmani.
Ia mengatakan, dari segi konsep, khilafah itu sudah jelas tidak diskriminatif dan menjamin setiap hak individu, sebaliknya dalam demokrasi justru terjadi tirani minoritas. "Kita lihat sekarang ini, demokrasi yang diagung-agungkan itu, yang terjadi adalah minoritas yang melakukan tirani kepada mayoritas," ungkapnya.
Contohnya di Indonesia, katanya, yang menguasai negeri ini hanya segelintir orang (oligarki), sementara mayoritas kehidupan rakyat mengalami kesulitan yang makin sempit.
"Islam adalah rahmatan lil'alamin, mendatangkan maslahat, menjauhkan mafsadat. "Islam sebagai syariat yang paripurna turun menjadi rahmat untuk seluruh alam yang akan melahirkan harmoni, keserasian, keadilan bagi seluruh umat manusia. Rahmatan lil Alamin itu adalah mendatangkan maslahat, kebaikan, sekaligus menolak mudarat kerusakan atau mafsadat," pungkasnya.[] Tenira