Tintasiyasi.id.com -- Miris, di berbagai daerah para peternak susu sapi perah dan pengepul susu melakukan aksi buang susu hasil panen mereka. Mereka terpaksa melakukan itu sebab Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi kuota penerimaan susu lokal.
Lebih miris lagi kebijakan ini didukung oleh pemerintah negara Indonesia. Sebab pemerintah negara Indonesia lebih mendukung susu impor daripada susu lokal.
Dikutip dari kumparan.com (09/11/2024), ratusan peternak sapi perah, peloper, hingga pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi membuang susu buat mandi di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali.
Selain itu dilansir dari liputan6.com, di kota Pasuruan, Jawa Timur, viral peternak sekaligus pengepul susu sapi asal membuang hasil panennya . Hal ini pun mencuri perhatian Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa. Menurut dia, seharusnya pemerintah memberi perhatian ekstra terhadap para peternak sapi perah lokal (09/11/2024).
Jika dilihat dari berita diatas buah hasil dari kebijakan pembatasan pemasokan susu lokal dan lebih memilih susu impor, menyebabkan adanya pembuangan susu secara besar- besaran. Pembuangan susu ini sebagai bentuk protes para peternak sapi perah.
Mereka membuang susu hasil panennya hingga ber ton-ton, jika dirupiahkan mereka mendapatkan kerugian yang begitu besar, yaitu dikisaran 400 juta. Alhasil mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka, karena mereka mendapatkan kerugian yang sangat besar.
Sebagai informasi, impor susu Indonesia meningkat sebesar 314.698 ton per tahun, dari tahun 2012 hingga 2021. Indonesia impor dari berbagai negara, dan salah satu pengimporan terbesar yakni Selandia Baru sebesar 102,97 juta ton. Indonesia lebih memilih susu impor, dengan alasan lebih tahan lama dan murah, supaya meminimalisir kerugian yang di dapatkan.
Sesuai dengan kaedah ekonomi kapitalis “modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya”. Mereka menginginkan keuntungan sebesar-besarnya dan meminimalisir kerugian dengan cara mencari bahan yang tahan lama dan murah.
Sistem Bermasalah, Masalah Bertambah
Masalah yang krusial ini, terjadi karna tatanan ekonomi masyarakat bermasalah. Pasalnya tatanan peraturan ekonomi ini berasal dari manusia dimana peraturan ini berasaskan pada akal manusia yang lemah dan hawa nafsu semata. Sehingga dapat menimbulkan kekacauan seluruh aspek kehidupan. Salah satunya dari aspek ekonomi.
Aspek ekonomi kapitalis ini hanya mementingkan keuntungan semata. Mereka tidak peduli dengan kesejahteraan orang lain. Inilah buah dari sistem bermasalah, apabila sistem ini digunakan maka akan bertambah pula masalah yang ada.
Dapat disimpulkan bahwa satu satunya solusi adalah dengan adanya revolusi sistem. Yaitu mengubah sistem kapitalis yang sekarang digunakan oleh Indonesia menjadi sistem Islam.
Sistem Islam, Solusi Dari Seluruh Aspek Kehidupan
Berbeda halnya dengan sistem kapitalis, sistem Islam mempunyai regulasi yang baik dan terstruktur. Dimana peraturan ini berasaskan pada hukum yang di buat langsung oleh Sang pencipta sekaligus Sang pengatur. Tidak seperti sistem kapitalis yang berasaskan pada akal manusia yang lemah dan hawa nafsu.
Salah satu aspek kehidupan yang diatur adalah aspek ekonomi. Dalam Islam, ekonomi diatur dengan hukum yang di tetapkan oleh Allah. Seperti halnya larangan menipu, larangan riba, dan lain-lainnya. Hubungan dengan luar negri pun juga diatur dalam Islam, seperti halnya pengimporan barang dan bahan makanan. Pengimporan dari luar negri ini diatur dengan sedemikian rupa agar tidak merugikan rakyatnya.
Tidak seperti kapitalis, Islam pasti akan menyejahterakan rakyatnya. Karna Allah memerintahkan para pemimpin negara untuk berbuat adil dan tidak dzalim terhadap rakyatnya.
Maka wajib bagi seluruh pemimpin untuk menerapkan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan oleh Allah. Namun hal tersebut tak mampu terwujud jika masih berada dalam cengkraman kapitalisme.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk terus berdakwah hingga ditegakkannya daulah Islam (negara Islam). Sebab hanya dengan daulah Islam syariat dapat diterapkan secara kaffah pada seluruh aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishshawwab.[]
Oleh: Amalia Dzihni
(komunitas LenSantri)