TintaSiyasi.id -- Tri Risma Harini, siapa yang tak mengenalnya? Bagi warga Surabaya, namanya terkenang sepanjang masa. Sepak terjang Walikota Surabaya dua periode itu belanjut ke Kemensos. Kini PDI-P menugaskan untuk menantang petahana dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur. Menarik jika mencermati calon gubernur (cagub) dari kalangan politisi perempuan. Pasalnya, ini mendobrak kungkungan kepemimpinan yang selama ini didominasi kaum laki-laki. Bukan bermaksud masuk pada kesetaraan gender, tetapi pada daya tarik suara atas kepemimpinan perempuan.
Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta menjadi pasangan nasionalis religius. Keunikan dari pasangan ini mengusung visi-misi yang berbeda dengan pasangan lainnya. RESIK menjadi kata kunci Risma-Gus Hans. Berikut isi dari visi-misinya:
Visi
Jawa Timur RESIK demi tercapainya masyarakat adil, makmur, berkepribadian, dan berkeadaban.
Misi
1. Reformasi Birokrasi untuk menghadirkan layanan publik yang bersih, anti korupsi, cepat, dan solutif dalam menyelesaikan masalah masyarakat melalui tata kelola pemerintah yang berkualitas.
2. Ekonomi kerakyatan dan inklusif yang dicapai melalui anggaran pro rakyat dan kebijakan partisipatoris.
3. Sumber daya manusia yang cerdas, sehat, berakhlak melalui layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas, merata dan terjangkau.
4. Infrastruktur berkualitas dan terkoneksi lintas wilayah untuk rakyat yang selaras dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang berkelanjutan.
5. Kesejahteraan sosial yang merata dan berkeadilan serta pemajuan kebudayaan yang menghormati eksistensi budaya lokal, hak-hak minoritas dan kebutuhan kelompok rentan.
Sekilas, pasangan calon (paslon) ini ingin menghadirkan Jawa Timur sebagai provinsi yang kerakyatan peduli wong cilik. Gaya komunikasi politik yang dibangun ingin menghadirkan suasana baru dan lebih fresh. Akankah visi-misi ini juga akan membumi dan menarik minat rakyat? Masihkah isu-isu yang ditawarkan relevan dan menjadi kebutuhan?
Catatan Penting
Masyarakat yang adil dan makmur ini biasa dibawakan oleh setiap kontestan. Kesejahteraan menjadi ‘kata magis’ untuk menyihir pemilih di bilik suara. Sayangnya, visi-misi ini belum dibarengi dengan langkah nyata untuk benar-benar membebaskan rakyat dari kemiskinan struktural dan kepastian hukum bagi pelaku dari kalangan pemerintahan.
Penawaran visi-misi pada upaya memperbaiki lebih baik dan menambal sulam. Sebenarnya, standar perjalanan pada sistem kedinasan sudah pakem. Hanya dalam kampanye publik ini untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Fakta di lapangan kerap menunjukkann kondisi yang bertolak belakang menciptakan kondisi ideal.
a) Reformasi Birokrasi dan Ekonomi Kerakyatan
Birokrasi Indonesia masih menjadi catatan khusus terkait dengan pelayanan publik. Ketidaktepatan administrasi, data, dan lamanya proses menjadi catatan. Meski digitalisasi sudah digalakkan, namanya mesin masih bisa diakali. Karena di balik operator itu semua manusia. Praktik suap, kolusi, dan korupsi menjadi bawaan di mana-mana. Seolah ada pemakluman dari semuanya. Hal ini terjadi karena ketidakamanahan dalam mewujudkan diri sebagai pelayan rakyat. Gaji yang selangit tidak menjamin amanah dan tidak menipu rakyat. Kecuali benar-benar memiliki ketakwaan hakiki dan ingat siksa akhirta nanti.
Reformasi birokrasi tidak semata mengganti dari manual ke digital. Lebih dari itu merubah mindset pegawai menjadi pelayanan publik yang handal, ramah, dan berintegritas. Niatkan juga untuk ibadah dan meraih pahala. Dorongan ruhiah lebih dari dorongan madiah (materi). Di sisi lain, mindset penguasa juga diubah menjadi penggembala bagi rakyatnya. Pelayan yang baik tanpa menipu dan mengorupsi uang rakyat. Amanah dan tanggung jawab kepada Sang Pencipta dan rakyat inilah yang selalu diingat. Alhasil, pemerintahan yang berkualitas juga ditopang sistem yang baik dan orang yang amanah. Penyelesaian masalah sekaligus berkaitan dengan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Ekonomi kerakyatan sebenarnya tidak dikenal. Identifikasi pro rakyat perlu dilihat dari sistem ekonomi apa yang dipakai? Jika ekonomi dari kapitalisme, jelas APBD bersumber dari pajak. Pengelolaan SDA dan aset penting diserahkan ke pasar bebas. Tidak perlu menggunakan anggaran pro-rakyat. Karena anggaran itu wajib pro rakyat, bukan bancakan pejabat.
Selama tidak menggunakan ekonomi Islam dalam mengelola pemerintahan. Kebermanfaatan sangat minim untuk rakyat. Belum lagi bicara korupsi anggaran dan kebocoran anggaran. Maka, menggunakan ekonomi Islam berarti bicara pendapatan pemerintah dari sumber yang halal. Pengelolaan SDA oleh pemerintah yang hasilnya diberikan untuk kemakmuran rakyat. Kestabilan ekonomi terwujud dengan kepedulian pemerintah kepada rakyatnya. bukan semata-mata bicara BLT, subsidi atau bantuan penawar sementara.
b) Penyiapan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) menjadi tolok keberlanjutan dalam tata kelola kehidupan. Hal ini erat dengan pendidikan. Akses untuk cerdas tidak boleh dibatasi. Pemerintah wajib membuka seluas-luasnya. Bahkan, untuk biaya semua harus gratis. Tidak cukup hanya SMA/SMK. Pasalnya, pendidikan mulai dasar hingga tinggi.
Begitu juga kesehatan, wajib merata. Tidak boleh rakyat dipaksa mendaftar BPJS. Tidak boleh dengan kelas-kelas pelayanan kesehatan. Semua merata tidak ada kasta. Kesehatan menjadi asasi selain kebutuhan pokok rakyat. Jika rakyat sehat, dididik dengan gaya hidup sehat, dan pemerintah menyiapkan sarana-prasarana, maka ke depan inilah pembangunan jiwa dan badan yang nyata.
Oleh karena itu, mindset pengelolaan pendidikan dan kesehatan selaras dengan pembangunan manusia Indonesia. problematika pendidikan dan kesehatan selama ini belum mendapatkan solusi secara paradigmatik dan sistemik. Tidak bisa menyerahkan pada sistem kapitalistik. Karena selama ini ketika pengelolaan pendidikan dengan mindset kapitalisme dijadikan ajang bisnis. Begitu juga menghadirkan pendidikan yang baik termasuk menyiapkan sitem yang mampu mencetak generasi taat kepada Allah dan rasul-Nya. Serta membentuk kepribadian siswa yang memiliki khas berlandasakan aqidah Islam.
c) Infrastruktur Berkualitas dan Kesejahteraan Sosial
Pembangunan infrastruktur wajib berkualitas. Jangan setengah-setengah untuk rakyat. Keterpilihan penguasa untuk melayani rakyat dengan sebaik-baiknya. Menghadirkan infrastrukur jangan sampai utang. Pembangunan sarana untuk rakyat sebagai pendukung mobilisasi dan kemudahan interaksi sosial. Sejak perencanaan, pembangunan, dan penyelesaian seharusnya bersih dari unsur korupsi. Bukan menjadi bancakan proyek koloni dan pencari remah-remah proyek.
Infrastruktur tak melulu bangunan dan jalan. Lebih dari itu, penyediaan sarana publik yang ramah untuk sesama, khususnya difabel dan anak-anak. Konektifitas antar wilayah dengan infrastruktur jalan yang bagus perlu mendapatkan perhatian. Jangan sampai ada jalan berlubang yang bisa menimbulkan kecelakaan. Pembangunan infrastruktur juga perlu studi terkait kondisi wilayah Jawa Timur. Alhasil, jika ini menjadi bagian pembangunan maka yang maksimal dan menyeluruh.
Kondisi ideal infrastruktur juga berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Ini karena urusan sandang, pangan, dan papan perlu tercukupi. Penguasa juga memberikan kemudahan. Jangan hanya memberikan BLT atau bantuan begitu saja. Jika mau berfikir untuk mengelola sumber pendapatan daerah dari yang halal tanpa memajaki rakyatnya, sebenarnya bisa. Jawa Timur juga memiliki SDA melimpah. Ketercukupan kesejahteraan ini akan mendorong rakyat menjadi lebih baik dan semangat dalam hidup. Begitu pun keadilan dan pemerataan dirasakan semua. Tanpa membedakan ataupun meniadakan yang lain.
Cara berfikir untuk kebudayaan perlu juga ada standar. Menilai budaya ini baik atau tidak tentu dikaitkan dengan sistem Islam. Selama tidak melanggar syariah Islam, maka kebudayaan lokal itu baik. Sebaliknya, jika menjauhkan dari Allah dan Rasul-Nya, maka kebudayaan bisa merusakan kehidupan umat manusia. Perlindungan kepada minoritas akan tercipta jika tidak ada pemecahbelahan antar warga.
Poin Penting
Tri Risma-Gus Hans merupakan bagian dari umat yang terbaik. Kepemimpinan akan lebih membawa berkah jika berdasarkan syariah. Kepemimpinan tidak semata-mata duduk di kursi kekuasaan. Lebih dari itu mengurusi rakyat agar hidup lebih terhormat. Jangan sampai rakyat menuntut di akhirat yang kelak menyulitkan diri Anda.
Visi-misi yang baik dibarengi dengan aturan pemerintah yang diridhoi Allah Swt. Sesungguhnya mengatur Jawa Timur dengan syariah Islam kaffah akan mendatangkan lebih banyak berkah. Jadi, tunggu apalagi.
Oleh: Hanif Kristianto
Analis Politik dan Media