Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ironi: “Kembung” di Lumbung Sendiri

Minggu, 27 Oktober 2024 | 15:54 WIB Last Updated 2024-10-27T08:55:03Z

Tintasiyasi.id.com -- Acaman krisis pangan global dunia semakin menua, perubahan iklim dunia memberikan efek serius pada sektor pertanian. Ancaman krisis pangan global sudah lama terhembus. Terlihat dari turunnya hasil pertanian karena gagal panen efek perubahan iklim. Sementara penduduk bumi semakin banyak. 

Selain perubahan iklim, perubahan sosial yang besar sangat mengganggu stabilitas pangan dunia. Konflik Rusia dan Ukraina hampir saja membuat Eropa membeku karena pasokan gas dan gandum tersendat.

Hal ini vital bagi mereka di negeri empat musim.  Tentu menjadi kewaspadaan setiap negara untuk mengamankan ketahanan pangan negerinya masing-masing.

Ironi: “Kembung” di Lumbung sendiri

Indonesia sebagai Negara yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa tentu berupaya untuk memenuhi perut rakyatnya. Selama ini masih banyak komoditas yang bergantung dengan suplai asing. Seperti beras, gandum, kedelai, daging, susu dan lain sebagainya. Ketersediaan dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional, sehingga mengharuskan impor.

Ancaman krisis pangan ini mendorong negeri-negeri penghasil pangan tersebut untuk menyimpan dan mengamankan sediaan untuk negeri mereka. Kelebihan produksi mereka, maka baru dijual ke luar. 

Jika kondisi memburuk, maka kita sebagai negeri pengimpor akan pontang-panting menghadapi kekosongan stok pangan. Inilah urgensi negara harus memiliki ketahanan pangan. Ketahanan Pangan menurut UU no.18 th 2012.

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Upaya pemenuhan pangan selama ini blm dapat dikatakan sejahtera. Sebab masih kita dapati  masalah stunting yang tinggi. Survei Kesehatan Indonesia 2023, proporsi stunting sebesar 21,5 % dari jumlah penduduk Indonesia. 

Didukung dengan indeks kelaparan global atau Global hunger index  pada 2023, Indonesia mendapat rangking tertinggi kedua di ASEAN setelah Timor Leste, yaitu di angka 17,6 (semakin besar angkanya semakin tinggi angka kelaparan) dan masuk  dalam “kelaparan sedang”.

Databoks mencatat Indonesia menduduki rangking ke-77 dunia, dari 125 negara. Dengan skor 17,6. 
Dari realitas di atas maka kita ingat kembali dari amanat undang-undang tentang pangan bahwa indikasi negara memiliki ketahanan pangan yang baik adalah memiliki jumlah yang mencukupi serta distribusinya pun merata dan berkelanjutan/sustainable. Ini yang menjadi pekerjaan rumah pemerintahan baru yang sedang mulai bekerja.

Pemenuhan Produksi untuk Ketahanan Pangan, Lumbung Pangan

Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan. 

Merupakan salah satu yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan presiden ke tujuh, untuk mengatasi pemenuhan pangan, dalam rangka menanggulangi krisis pangan. 
Pada tahun 1990-an, Presiden Soeharto menjadi penguasa pertama yang mencanangkan program bernama Mega Rice Project. Meski sudah terbukti gagal, kebijakan serupa malah dilakukan kembali oleh pemerintahan selanjutnya. 

Presiden SBY pada tahun 2010 mencanangkan program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Tujuannya adalah menjamin swasembada Indonesia dalam hal pangan dan energi. 
Lahir kembali program serupa dengan nama Food estate/lumbung pangan jadi salah satu proyek penting Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sayangnya, garapan ini tak berjalan mulus. 

Banyak kritikan datang imbas melihat hasil lumbung pangan yang tak sesuai harapan. Meski begitu, proyek ini terus dilakukan. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto secara jelas menyatakan akan melanjutkan proyek ini ketika berkampanye menjadi orang nomor satu di Indonesia pada 2024.

Dari rekam jejak pembuatan lumbung pangan ini sebagian besar pembukaan lahannya dilakukan dengan deforestasi/pembabatan hutan. Sehingga selama 30 tahun terakhir luas wilayah hutan yang dipunyai Indonesia berkurang secara signifkan. Tak ayal perubahan iklim dunia tidak bisa dielakan.

Tersandera Oligarki

Berbagai proyek food estate ternyata mengalami kegagalan.  Rencana membangun lumbung pangan tak terwujud. Yang ada justru mengamcam pangan lokal, pembukaan hutan/ deforestasi, kerusakan lingkungan dan bencana  Ada banyak penyebab kegagalan tersebut.   

Pembangunan dalam kapitalisme nyatanya bukan untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan oligarki.  Maka wajar jika muncul konflik dengan rakyat setempat. Masyarakat kehilangan hutan sebagai sumber pangan mereka. 

Bagi masyarakat, hutan dapat memberikan lengkap mulai dari sumber karbohidrat, buah dan protein hewani dapat mereka dapatkan di dalam hutan. Hutan mereka yang sudah terlibas, menjadi tanah lapang yang gagal ditanami, menjadikan mereka “kembung” di lumbung mereka sendiri.

Mirisnya proyek ini selalu melibatkan investor yang sudah tidak asing lagi, mereka para oligarki perkebunan. Kita dapat lihat "Sembilan tahun setelah peluncuran, proyek "MIFEE" hampir tidak menghasilkan pangan atau energi.

Hal ini mulai tercium aroma oligarki menggunakan kesempatan, pembukaan lahan yg telah dilakukan oleh negara, ketidak berhasilannya menjadi peluang mengubahn menjadi perkebunan sawit atau akasia untuk industri ekspor lainnya.

Tidak beda jauh dengan pemerintahan sebelumnya, pada Juni 2024 presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo mengumumkan food estate tidak akan dibiayai APBN lagi, namun melibatkan investor, seperti halnya proyek MIFEE pada pemerintahan  presiden ke-6.

Islam Menjaga Masyarakat dari berbagai Kerusakan

Berbeda dengan pembangunan kapitalistik, Islam membangun untuk kepentingan rakyat. Islam dalam pengurusan negara yang memiliki mafhum ra’awiyah (mengurus rakyat), sebagai amanah yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. 

Sehingga pembangunan memperhatikan berbagai aspek termasuk kelestarian lingkungan, kestabilan kehidupan sosial, dll. Apalagi dalam penyediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat.  Negara berupaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. 

Islam mengatur detail seputar tanah, kepemilikannya, menghidupkan tanah mati, mengelola tanah, larangan menyewakan tanah dan lain sebagainya. Islam mendorongan untuk dapat menghidupkan tanah-tanah mati. Maka dapat kita pastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan, menjadi keniscayaan.

Negara Islam memiliki kemandirian dalam  membiayai pembangunan dan memiliki aturan bagaimana pemanfaatannya. Didorong untuk tidak  bergantung pada swasta atau asing. Aturan yang lahir dari sistem Islam menjadi jalan mencari keridhoan dan keberkahan dari  Allah SWT. 

Islam menetapkan  sumber anggaran yang banyak. Sumber Pendapatan negara / daulah Islam adalah sebagai berikut: Anfal, ghanimah, fai dan khumus, Kharaj, Jizyah, Harta milik umum, Harta milik Negara, UsyurHarta tidak sah dari para penguasa dan pegawai negara, harta hasil usaha yang terlarang dan denda, Khumus dari barang temuan dan barang tambang, Harta orang-orang murtad, Harta yang tidak ada ahli warisnya, Pajak, dan Zakat.

Kemandirian dalam memenuhi anggaran negara, tidak tergantung investor, diharapkan tidak disetir oleh kepentingan oligarki.
Seluruh karunia dari Allah ar Rozaq dan Maha Kaya, Negara yang taat dengan syari’at akan mengelola seluruh kekayaan yang diberi-Nya dengan tuntunan syariat-Nya, sehingga mampu mengentaskan kemiskinan, dan menebarkan berkah dan rahmat ke seluruh pelosok bumi. Rakyat sejahtera, baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

Oleh: Nana Rosida
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update