Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Umat Islam Harus Tahu Batasan Toleransi agar Tak Offside

Sabtu, 28 September 2024 | 21:58 WIB Last Updated 2024-09-28T21:35:38Z

TintaSiyasi.id -- Direktur Mutiara Umat Institute Ika Mawarningtyas menyampaikan makna toleransi yang seharusnya dilaksanakan umat Islam. 

“Kita itu membiarkan mereka beribadah sesuai dengan apa namanya keyakinan mereka, bukannya kita ikut-ikutan beribadah sesuai dengan keyakinan mereka. Kita apa namanya ikut berenang gambarannya, nyebur dengan cara peribadahan mereka. Nah, itu seharusnya memang kita itu hanya membiarkan, kita tidak ikut-ikutan. Itu yang dinamakan toleransi,” paparnya dalam diskusi yang disiarkan oleh kanal Youtube Tinta Siyasi, Kamis (12/09/2024).

Ia menambahkan, selain ikut-ikutan, umat Islam juga tak seharusnya menyerupai umat selainnya.

“Kita harus bersikap nggak boleh ikut-ikutan mereka? Memang iya, tidak boleh di dalam Islam tasyabbuh mengikuti mereka. Cara berpakaian mereka saja kita nggak boleh, apalagi mengikuti cara peribadahan mereka, apalagi mencampuradukkan antara ibadah umat Islam dicampur dengan ibadah umat agama lain,” terangnya.

Ia juga mengatakan langkah yang kebablasan tersebut bukanlah toleransi. Kejadian itu telah merusak akidah umat Islam saat ini. 

"Ini nggak boleh, ini bukan toleransi, ini kebablasan, ini selebrasi, ini sekularisasi, bahkan ini bisa sampai pada tataran murtadisasi mengeluarkan umat Islam dari akidahnya, mengacau, sudah kacau akidahnya terus dikeluarkan gambarannya dari Agama Islam itu sendiri,” tegasnya. 

Ika menyontohkan suatu peristiwa ketika Rasulullah marah kepada sahabat yang membawa kitab selain Al-Qur’an.

“Pada zamannya Rasulullah itu ada sahabat yang membawa selembar apa itu kitab, kalau nggak salah Taurat itu masih bawa, masih baca, itu aja dimarahi sama Rasulullah, buang kayak gitu, bahkan mungkin bakar aja karena sekarang itu Allah sudah menurunkan Al-Qur’an,” ujarnya. 

Hal tersebut katanya, menunjukkan bahwa Rasulullah melarang umatnya untuk mengambil pelajaran dari kitab sebelum Al-Qur’an dikarenakan tak ada yang lebih sempurna selainnya. Seharusnya, hal tersebut yang dipegang kuat oleh umat Muslim. Sekarang sangat disayangkan ada prosesi pembacaan dua kitab suci agama yang dilakukan secara bergiliran dalam acara penyambutan Paus yang seharusnya tak perlu. 

“Al- Qur’an itu adalah penyempurna. Gambarannya, ya penyempurna dari kitab-kitab yang ini, jadi kamu nggak usah kamu itu, maksudnya kiblat kita ya Al-Qur’an, kamu nggak usah nengok ke belakang, gambarannya seperti itu. Itu sampai seperti itu. Lha ini, bagaimana ini bisa dibaca bersamaan,” ungkapnya.

Menurutnya, kekecewaannya didasari atas adanya upaya untuk mengajak umat Islam mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan selainnya. Padahal secara prinsip, hal tersebut tak mungkin. 

"Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi. Kenapa ini disejajarkan seolah-olah ini itu berusaha untuk disejajarkan, bahkan dicampuradukkan ibadahnya antara ibadah non muslim dengan umat Islam, ini kan sebenarnya kalau mau dicampuradukkan kan nggak ketemu,” cecarnya.

Seharusnya katanya, ada perbedaan sikap antara Muslim dan non muslim dalam hal tersebut. Umat Muslim tak perlu ikutan heboh dalam prosesi penyambutan pemuka agama lain. 

“Yang heboh itu cukup umat agama mereka aja. Umat Islam nggak usah terlalu lebay. Jadi itu nggak patut dilakukan oleh seorang Muslim. Ya kita biasa aja,” sambungnya.

“Mereka menyambut Paus, nggak usah diikuti seolah-olah kedatangannya hampir sama seperti pemimpin agama seluruh umat manusia, lha gambarannya ini kan berbahaya gitu lo,” timpalnya. 

Makanya ia menegaskan, lakum diinukum wa liyadin. Sebenarnya konsepnya jelas Al- Kafirun, ya yang terakhir itu ayat terakhir. Agamamu, ya agamamu dan agamaku, ya agamaku.

Dengan berpatokan pada ayat di atas, sambungnya, maka Muslim tak perlu ikut terlibat dalam acara penyambutan tersebut. Tak perlu diminta untuk dipaksa keterlibatannya. 

“Dan memang ketika mengajak seseorang untuk masuk Islam itu tidak ada paksaan. Kita juga nggak maksa mereka untuk ikut ibadah kita, no! Kita juga nggak maksa. Oleh karena itu, kita juga jangan dipaksa dong mengikuti selebrasi,” imbuhnya.

Ika kemudian menanyakan kembali apa makna toleransi yang dipegang umat sekarang.

“Apakah hari ini definisi toleransi itu adalah seorang Muslim ikut jingkrak-jingkrak ibadahnya agama lain, apakah seperti itu? Ya gak bisa seperti itu. Itu tadi udah offside, udah tadi sudah kebablasan tadi gitu,” tutupnya. [] Hima Dewi

Opini

×
Berita Terbaru Update