TintaSiyasi.id -- Pengesahan revisi Undang-undang (RUU) tentang Kementerian Negara menjadi undang-undang (UU) Kamis (19/9/2024) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang didalamnya memgatur jumlah kementerian tidak dibatasi lagi, dinilai sangat berbahaya oleh Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky.
"Ini sangat berbahaya sebenarnya. Kalau dibilang kebutuhan presiden, bukan untuk kebutuhan rakyat atau bukan untuk kebutuhan dan kepentingan negara. Jadi, begitu disebutkan personalitas jabatan presiden, ini lebih banyak untuk kepentingan rezim daripada untuk kepentingan rakyat ataupun negara," tuturnya kepada Tintasiyasi.Id, Kamis (26/9/2024).
Diketahui, dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebelumnya, dalam Pasal 15 diatur bahwa jumlah kementerian yang dapat dibentuk presiden maksimal 34. Sementara dalam beleid baru, pasal 15 tidak lagi membatasi, jumlah keseluruhan kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden.
Keleluasaan itu menurutnya, memberi kesan nantinya presiden membentuk kementerian untuk mengakomodir para tim suksesnya. Hal itu justru akan membuat pemerintahan makin buruk, bukan makin baik.
"Ini yang sulit dihindari. Bacaan publik atau pemahaman publik bahwa adanya revisi undang-undang ini adalah kepentingan dua pihak, yaitu kepentingan DPR dan kepentingan eksekutif atau rezim yang berkuasa untuk tadi melakukan bagi-bagi keperluannya, terkait dengan bagi-bagi kepentingan menduduki kursi kekuasaan kementerian," ujarnya.
Pada akhirnya, ini membuat rakyat terbebani. Karena itu ia menilai, DPR membuat undang-undang yang tidak pro rakyat, tidak urgen, tidak penting bagi rakyat dan tidak menjawab persoalan masyarakat, terutama terkait pengangguran, kemiskinan, persoalan sosial seperti judi online, narkoba, prostitusi, dan kenakalan remaja.
"Ini (persoalan masyarakat) enggak diurus dengan mengeluarkan undang-undang yang terkait dengan tersebut. Justru yang terkait dengan kekuasaan, yaitu kementerian ini malah dikerjakan. Jadi ini adalah pekerjaan presiden yang supaya tampak bekerja, tetapi justru bukan bekerja untuk rakyat, tetapi bekerja untuk kepentingan penguasa dan kroni-kroni penguasa itu dalam rangka persoalan kepentingan pengisian jabatan kementerian nantinya," ujarnya.
Masalah Besar
Ia menjelaskan, jumlah kementerian yang banyak, apalagi sampai kegemukan yang dia istilahkan obesitas, tidak menjamin pelayanan terhadap rakyat akan lebih baik, sebaliknya makin tidak maksimal karena semakin tidak efisien semakin tidak efektif. Setidaknya ada tiga masalah besar yang akan ditimbulkan.
“Tiga masalah itu. Lamban, mahal, dan penyakitnya makin banyak, baik korupsi, kolusi. Seperti manusialah, semakin besar, semakin gemuk, semakin obesitas, maka semakin banyak penyakitnya,” terangnya.
Menurutnya, makin besar jumlah kementerian makin besar biayanya, makin lamban bekerjanya. Pemerintah yang terlalu gemuk akan lamban, biayanya sangat banyak, setiap kementerian butuh menteri, mobil dinas, rumah dinas untuk operasional, butuh kantor, air, listrik, dan sebagainya.
“Itu semua hanya akan membebani masyarakat dengan wujud diambil dari APBN yang diambil dari pajak-pajak masyarakat. Jadi makin hari di negeri republik ini semakin banyak pajak, rakyat semakin banyak dibebani, dan pelayanan yang semakin sedikit. itu wujud pemerintahan yang buruk” mirisnya.
Kabinet yang gemuk menurutnya akan makin banyak penyakit karena makin sulit berkoordinasi, akan ada tumpang tindih kekuasaan dan tanggung jawab, akan ada korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang makin masif di berbagai kementerian tersebut.
Ia menilai semua ini terjadi akibat sistem demokrasi karena pesta demokrasi ialah politik yang mahal dengan tim sukses yang begitu banyak sehingga akan diakomodir dengan berbagai kepentingan masing-masing, baik proyek, jabatan, dan sebagainya.
“Inilah yang saya khawatirkan. Pasal 15 tadi justru untuk sesuai keperluan presiden, tidak dibatasi jumlah menterinya itu justru keperluan presiden mengakomodir tim suksesnya, mengakomodir orang-orang yang telah bekerja untuk memenangkan dan seterusnya,” pungkasnya.[] Saptaningtyas